NAMA : M. SYAFIQ UMAM
KELAS : PS/3/D
NIM : 107046101813
TUGAS : FIQIH MUAMALAH
AKAD JAMINAN DALAM MUDHARABAH
Mudharabah adalah akad (transaksi) antara dua pihak. Salah satu pihak menyerahkan harta (modal) kepada yang lain agar diperdagangkan, dengan pembagian keuntungan di antara keduanya sesuai dengan kesepakatan. Sehingga mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua pihak atau lebih. Dalam hal ini, pemilik modal (shahib al mal atau investor) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan.
Bentuk ini menegaskan kerjasama dengan kontribusi 100% modal dari shahib al mal yaitu pihak bank dan keahlian (pengelola) dari mudharib yaitu dari pelaksana usaha.kegiatan mudharabah dan jaminannya erat sekaali dilakukan dan menjadi hal yang cukup penting di perbankan syariah,walaupun kerap kali mudharabah tidak dijadikan hal-hal pembiayaan yang bersifat pokok di perbankan,dan yang menjadi kegiatan usaha pokok di perbankan syariah adalah pembiayaan berupa murabahah yaitu jual – beli dan bank mendapatkan margin dari kegiatan jual beli tersebut.
Fungsi pokok bank adalah sebagai pihak financial intermediary yaitu pihak yang menjadi perantara antara nasabah sebagai lembaga yang bertugas untuk menyalurkan dana dan memfounding dana dari masyarakat yang mempunyai kelebihan dana.dan tugas yang disebutkan sebelumnya diakui dalam ajaran islam,selain itu pula dalam bank syariah (Islamic bank) menanamkan atau memegang teguh perinsip untuk menegakan kedailan,kejujuran,gharar,maysir,israf,dan moral hazard yang telah dilarang oleh syariah.didalam bank syariah terdapat pembiayaan seperti mudharabah,pembiayaan tersebut meerupakan pembiayaan yang dianjurkan di dalam syariah karena dari pembiayaan mudharabah dapat menyebabkan sektor rill terdukung dan juga kestabilan ekonomi pun akan terjadi tetapi bank syariah kurang berminat terhadap produk pembiayaan mudharabah hal ini disebabkan karena:
1. Sumber dana bank yang sebagian jangka pendek kurang dapat digunakan untuk membiayai bagi hasil yang biasanya jangka panjang
2. Pengusaha cenderung kurang berminat menggunakan bagi hasil karena lebih memiolih bunga yang memiliki tingkat keuntungan pasti
3. Kebanyakan yang memilih modal bagi hasil adalah mereka yang berbisnis dengan resiko tinggi
4. Untuk meyakinkan bank bahwa usahanya akan memberikan untung tinggi,pengusaha terdorong untuk membuat proyeksi bisnis yang upper
5. Banyak pengusaha yang memiliki dua pembukuan,dimana pembukuan yang diberikan kepada bank tingkat keuntungan lebih rendah
Dari poin – poin yang disebutkan diatas menjadikan bank sangat berhati-hati dalam menawarkan pembiayaan mudharabah.keadaan tersebut menjadikan bank syariah dalam menjalankan operasi lebih berorientasi pada bisnis,kurang memperhatikan kemaslahatan umat. Keadaan ini tidak lepas dari posisi pembiayaan bank dalam produk mudharabah dalam kontrak perkatek hokum ekonomi Indonesia yang berhubungan dengan produk bank syariah.Bank syariah kurang mendapat jaminan dari hokum yang ada,jika terdapat kecurangan dari pihak pengusaha dalam menggunakan dana. Keadaan ini berlaku sampai saat ini sehingga bank syariah mengeluarkan dana didasarkan atas dasar kepercayaan ,dimana bank dapat dipercaya bila didukung atas kelengkapan administrasi dari pengusaha.oleh karena itu masyarakat yang menggunakan perinsip bagi hasil memiliki status orang yang dipercaya oleh bank syariah untuk memutar uang di sector rill.namun dengan kepercayaan ini,tidak berarti bank syariah membiarkan pengusaha menjalankanusahanya sendiri sebab bank syariah memiliki fungsi kemaslahatan.jadi bank syariah memiliki peluang untuk mengendalikan usaha nasabah untuk komit terhadap kesepakatan penggunaan dana.tetapi dalam perakteknya bank syariah tidak memiliki kemampuan untuk mendampingi pengusaha sepenuhnya.inilah yang menjadikan bank kurang bias memprediksikan bahkan cenderung bersepekuasi atas perkembangan usaha yang dilakukan pengusaha,apalagi nanti pada saat penyampaian laporan keuangan bank tidak memiliki control penuh melakukan visitasi dalam laporan kegiatn tresebut.
berbeda dengan murabahah,di dalam murabahah bank hanya sebagai pelaku penjual saja dan menjual nya kepada nasabah yang telah pasti mendapatkan keuntungannya,sedangkan di dalam mudharabah keuntungan yang di dapat oleh bank menjadi belum pasti,karena pelaku usaha yang menjalankan usahanya bisa untung dan bisa saja rugi selain itu bias saja si nasabah melakukan kecurangan,sehingga pihak bank pun membuat peraturan berupa jaminan (rahn) yang bertujuan untuk mengantisipasi resiko apabila nasabah tidak dapat memenuhi kewajiban sebagaimana dimuat dalam akad karena kelalaian ataupun kecurangan yan disebabkan karena moral hazard si pengusaha.dan jaminan (rahn) hanya dapat di eksekusi apabila terbukti melakukan pelanggaran yang telah disepakati didalam akad.senada dengan fatwa DSN MUI nomer 07/DSN-MUI/IV/2000 dijelaskan bahwa pada perinsipnya dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan,namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan maka bank dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Penyimpangan yang dilakukan bisa berupa membuat laporan keuangan yang tidak sesuai dengan kenyataan seperti keuntungan 200$ malah dilaporkan menjadi50$,oleh karena itu bank syariah dapat memninimalisir risiko kerugian akibat dari pembiayaan yang bermasalah dengan cara jaminan misalnya,karena dana bank yang diberikan kepada mudharib meripakan dana yang berasal dari nasabah lain yang mempunyai kelebihan dana,oleh karena itu bank harus bersikap amanah dan bertanggung jawab serta berperinsip kehati-hatian dalam penyaluran dana atuapun dalam pemberian keridit,karena apabila hal tersebut tidak dipegang oleh bank manaka bank akan menjadi kekurangan kepercayaan dari masyarakat sehingga likuiditas bank pun menjadi tidak baik juga,sehingga jaminan pada bank syariah merupakan langkah yang tepat karena dalam kondisi pebisnis atau usaha yang masi kurang tingkat kepercayaan pada mudharib maka bank syariah apabila tidak memberlakukan jaminan maka posisi bank menjadi tidak pasti,walaupun pada perinsip paling utama pelaksanaan akad mudharabah adalah kepercayaan,tapi karena jaminan itu amat sangat diperlukan juga agar pihak bank tidak menjadi korban penipuan selain itu pula jaminan tidak digunakan untuk kegiatan yang bertujuan untuk menzholimi namun diposisikan pada pengganti kerugian,selain itu manfaat yang dapat diambil oleh perbankan syariah berkaitan dengan jaminan adalah:
1.Menjaga kemungkinan nasabah untuk lalai dan main-main dengan fasilitas yang diberikan oleh bank
2. Memberikan keamanan bagi segenap penabung dan pemegang deposito bahwa dananya tidak akan hilang begitu saja jika nasabah peminjam ingkar janji karena suatu asset atau barang (marhun) yang dipegang oleh bank syariah
3.Jika rahn ditetapkan dalam mekanisme pegadaian,maka sudah barang tentu akan membantu saudara-saudara kita yang kesulitan dana terutama di daerah-daerah
4. Bank menerima biaya konkrit yang harus dibayar oleh nasabah untuk pemeliharaan dankeamanan asset tersebut.jika penahanan asset berdasarkan fidusia maka nasabah juga harus membayar biaya asuransi yang besarnya sesuai dengan yang berlaku secara umum.
Resiko yang mungkin terdapat pada rahn apabila diterapkan sebagai produk adalah adanya resiko penurunan nilai asset yang ditahan atau rusak.bagaimanapun juga masih sedikitnya produk-produk perbankan syariah yang beredar dan dikenal oleh masyarakat Indonesia,sehingga produk rahn ini merupakan salah satu alternatife produk baru yang dapat dikeluarkan.
Dasar-Dasar Efektifitas Kerjasama Mudharabah
A. Dasar Kepercayaan/Dasar Moralitas
Dari latar belakang sejarahmudharabah yang telah sedikitdipaparkan di atas menunjukkanbahwa kemunculannya ditopang olehadanya unsur kepercayaan di antarapemilik modal dan pelaku usaha.Seorang pemilik modal yangtujuannya mencari keuntungan, tidakmungkin memberikan uangnyasebagai modal untuk usaha yangkekuasaan mengelolanya di tanganpelaku usaha, jika tidakadaunsursaling percaya. Sebab pemilik modaltidak diperbolehkan ikut di dalampengelolaan. Pengelolaan suatuusaha bisnis ada padakekuasaanpelaku usaha.Seorang pemilik modal yang ikutmengelola atau menguasaipengelolaan suatu bisnis yang
dilakukan oleh pelaku usaha, makaini tidak dapat disebut mudharabah,meskipun pelaku usaha adalahsangat profesional. Hal ini disebabkan karena dasar mudharabah adalahgabungan antara pemilik modal disatu pihak dan pelaku usaha di pihak
lain. Jika pemilik modal ikut danmenguasai pengelolaan maka terjadipercampuran yang akan sulit dalammengatur hak dan kewajiban masingmasingpihak dalam mudharabah.
B. Pemberian Syarat-Syarat dalam Mudharabah
Di dalam mudharabah, seorang pemilik modal dapat memberikan persyaratan-persyaratan tertentuagar dana yang dikeluarkan menjadiefektif dan efisien. Efektif dalam pengertian tujuan dikeluarkannyadana untuk suatu kegiatan bisnis dapat tercapai yaitu menghasilkan keuntungan. Efisien dalam pengertian sesuai dengan prinsip ekonomi bisnismodal yang dikeluarkan dapat menghasilkan keuntungan semaksimal mungkin.Pemberian syarat-syarat tertentuoleh pemilik modal dapat berupa
keharusan digunakannya dana untuk sektor ekonomi bisnis tertentu. Atau untuk suatu sektor ekonomi bisnis tertentu. Atau untuk suatu sector ekonomi tertentu di wilayah tertentu atau persyaratan mengenai jangka waktu usaha atau persyaratan lain
yang dapat disepakati bersama.Persyaratan-persyaratan tersebut dapat mempunyai makna secara positif; (1) sebagai bagian yang diperbolehkan dalam kerjasama mudharabah yang secara tidak langsung sebagai usaha untuk ikut memikirkan bisnis yang dilakuka noleh pelaku usaha; (2) sebagai bagianyang secara tidak langsung sebagai kontrol dalam bisnis yang dilakukan oleh pelaku usaha; (3) secara tidak langsung sebagai dorongan yang secara psikologis akan dapat memberikan semangat kerja sesuai dengan kesepakatan mudharabah.
C Profesionalitas Pelaku Usaha
Di atas telah dipaparkan bahwa mudharabah merupakan wadah bagi bersatunya modal dan keahlian. Oleh karena itu keahlian atau profesionalitas merupakan hal yang sangat penting di dalam mudharabah. Maka pemilik modal yang tidak mengetahui Kedudukan, Fungsi, dan Problematika profesionalitas pelaku usaha akan mempunyai resiko yang besar terhadap dana yang dikeluarkan.Pelaku usaha yang profesionalitasnya dalam bidang batikakan beresiko tinggi jika dibiayai oleh pemilik modal untuk melakukan bisnis jeans misalnya. Dengan demikian untuk mengurangi resiko kerugian, pemilik modal harus mengetahui profesionalitas pelaku usaha. Sektor ekonomi tertentu yang sesuai dengan profesionalitas pelaku usaha. Sektor ekonomi tertentu yang sesuai dengan profesionalitas inilah yang dapat dipersyaratkan oleh pemilik modal di dalam membiayai bisnis pelaku usaha, sehingga dapat memberikan motivasi kerja sesuai dengan profesionalitasnya.
D. Untung dan Rugi di Dalam Mudharabah
Dalam dunia ekonomi,keuntungan merupakan tujuan setiap aktivitas bisnis. Semua pihak yang terkait di dalamnya selalu berorientasi pada keuntungan.Prinsip ekonomi mengatakan bahwa dengan segala modal minimal bertujuan untuk memperoleh keuntungan maksimal. Namun dalam realitas dunia bisnis kadang terjadi sebaliknya. Yaitu terjadi kerugian. Ini berarti bahwa untung atau rugi adalah realitas dunia ekonomi. Namun kerugian bukanlah keinginan. Setiap perilaku bisnis pasti tidak menginginkan kerugian, tetapi selalu menginginkan keuntungan.Oleh karena itu setiap aktivitas bisnis selalu menginginkan keuntungan, maka selalu berusaha untuk menghindari kerugian. Dalam menghindari kerugian, bisa jadi seseorang melakukan perbuatan yang merugikan orang lain. Atau bahkan untuk menambah keuntungan,seseorang kadang merugikan orang lain. Namun demikian setiap aktivitas bisnis selalu mempunyai teka-teki untung rugi.Bisa jadi untung dan bisa jadi rugi.Maka persoalannya adalah jangan sampai terjadi seseorang yang berkecimpung di dalam dunia bisnis tidak mau rugi dengan cara merugikan pihak lain.Bisa jadi seseorang dalam melakukan aktivitas bisnis selalu berusaha sedemikian rupa berbuat sesuatu agar bisnis yang akan dilakukan tidak menderita kerugian.Jika ini dilakukan dalam batas-bataswajar yang diperbolehkan oleh hukum, tidaklah menjadi persoalan. Namun jika seseorang melakukan perjanjian bisnis dengan pihak lain dan menempatkan pihak lain dalam kedudukan yang tidak seimbang,maka keadaannya tidak menjadi wajar dan akan merugikan orang lain. Ketidak seimbangan kedudukan diantara pihak-pihak dalam suatu perjanjian berpotensi menimbulkan eksploitasi.Dalam keadaan yang demikian,hukum mengambil peranan untuk mengatur hak dan kewajiban antara pihak-pihak yang terkait di dalamnya, agar keuntungan yang menjadi tujuan setiap aktivitas ekonomi dapat berjalan tanpa melanggar hak orang lain. Setiap aktivitas ekonomi yang bertujuan untuk mencari keuntungan harus tidak menimbulkan kerugian pihak lain.Oleh kerjasama mudharabah selalu berdasarkan prinsip mencari keuntungan, maka keuntungan merupakan persoalan yang harus secara tegas ditentukan cara-cara pembagiannya. Maka secara hukum,perjanjian mudharabah harus mengatur persoalan keuntungan.Sebaliknya, tidak pernah ada keinginan untuk menderita kerugian Kedudukan, Fungsi, dan Problematika dalam mudharabah. Maka para ilmuwan hukum Islam klasik tidak mengharuskan adanya pengaturan kerugian kerugian dalam perjanjian mudharabah. Namun sesuatu yang tidak diinginkan kadang-kadang terjadi dalam kenyataan. Jika ternyata bisnis yang dibiayai oleh pemilik modal, menderita kerugian,maka kerugian yang bersifat finansial,yaitu berkurangnya modal, maka harus menjadi tanggung jawab pemilik modal. Pelaku usaha tidak dapat dibebani kerugian finansial.Pelaku usaha hanya dapat menanggung kerugian waktu, tenaga dan keahliannya.Namun demikian, jika kerugian yang diderita pelaku usaha adalah akibat kesalahannya, atau karena keteledorannya, atau karena melanggar perjanjiannya, maka tetap menjadi tanggung jawab pelaku usaha. Pemilik modal tidak dapat dibebani kerugian yang demikian ini.
Dasar Hukum Jaminan di Dalam Hukum Islam
Dalam hukum Islam, jaminan diistilahkan dengan ar-rahn. Dasar pijakanar-Rahn di dalam hukum Islam adalah al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 283, yangartinya “..Dan jika kamu dalam perjalanan(dalam bermuamalah tidak secara tunai),sedang kamu tidak mendapatkan seorang penulis, maka hendaklah ada jaminanyang dipegang.Di dalam Hadis riwayat Bukhari dan Muslim diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW membeli makanan dari seorang Yahudi dengan menjadikan baju besinya sebagai barang jaminan.Menurut para ilmuwan hukum Islam,jaminan yang diberikan Rasulullah tersebut adalah peristiwa pertama tentang jaminan di dalam Islam. Artinya Rasul memperkenalkan jaminan ini untuk dijadikan sumber hukum Islam.
Pengertian Jaminan dalam Hukum Islam
Jaminan dalam bahasa Arab adalahar-Rahn. Secara epistemologis,kata ar-Rahn mempunyai pengertian tetap atau kekal atau jaminan. Para ilmuwan hukumyang menganut aliran Maliki mendefinisikan ar-Rahn sebagai Harta yang dijadikan pemiliknya sebagai jaminan utang yang bersifat mengikat.Menurut para ilmuwan hukum Islam aliran Hanafi, ar-Rahn adalah menjadikan sesuatu (barang) sebagi jaminan terhadap hak (piutang) yang mungkin dijadikan pembayar hak (piutang) itu, baik seluruhnya maupun sebagiannya.Sedangkan para ilmuwan hukum Islam aliran Syafii mengartikan ar-Rahn sebagai menjadikan materi (barang)sebagai jaminan utang, yang dapat dijadikan pembayar utang, apabila orang yang berutang tidak dapat membayar utangnya itu.
Syarat-Syarat Sahnya Jaminan
Untuh sahnya suatu jaminan,mayoritas ilmuwan hukum Islammemberikan ketentuan sebagai berikut:
a. Harus ada pemberi jaminan (ar-Rahn)
b. Harus ada yang menerima jaminan yaitu yang memberikan utang (almurtahin).
c. Harus cakap berbuat hukum. Artinyadapat menanggung hak dan kewajiban. Menurut Imam Hanafi,anak kecil (mumayiz) dapat melakukan transaksi ar-Rahn denganpersetujuan walinya.
d. Harus ada ijab dan qabul.Untuk sahnya jaminan harus ada:
1. Persetujuan antara yang memberikan jaminan dan yang menerima jaminana tau orangyang memberikan utang.Persetujuan itu mencakup hal-hal yang dapat memperlancar hubungan Kedudukan, Fungsi, dan Problematika utang piutang antara kreditur dan debitur. Oleh karena itu persyaratan persyaratan yang bertentangan atau yang menghambat tujuan adanya jaminan adalah tidak diperbolehkan,yang menjadikan tidak sahnya jaminan.
2. Harus ada utang piutang. Jaminana dalah untuk menjamin suatu utang.Oleh karena itu tidak ada jaminan tanpa utang piutang. Untuk adanya jaminan maka dipersyaratkan adanya utang piutang. Dengan demikian jaminan merupakan perjanjian tambahan yang dalam literatur hukum berat disebut dengan perjanjian asessoir. Dalam hokum Islam adanya utang ini diperyaratkan:
a. bahwa utang merupakan kewajiban debitur yang harus dilunasi kepada kreditur;
b. bahwa utang tersebut boleh dilunasi dengan jaminan, jika ternyata kemudian debitur ingkar janji;
c. bahwa utang yang dijamin itu harus jelas dan tertentu. Artinya dalam jumlah yang jelas dan utang tertentu.
d. Harus ada harta yang dijadikan jaminan Harta yang dijadikan jaminan itu harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a1. Barang yang dijadikan jaminan dapatdijual;
b1. Nilai barang jaminan adalah seimbang dengan utang;
c1. Barang jaminan harus bernilai hartadan dapat dimanfaatkan dalampengertian mempunyai manfaat.Maka minuman ganja misalnya, tidakdapat dijadikan jaminan karena tidakmempunyai manfaat, meskipunmempunyai nilai harta;
d. Barang jaminan adalah jelas dantertentu wujud dan jenisnya;
e. Barang jaminan adalam milik sah orang yang berutang;
f. Barang jaminan tidak terkait denganhak orang lain;
g. Barang jaminan itu merupakan barangyang utuh dan tidak bertebaran dalamberbagai tempat yang menyilitkan;
h. Barang jaminan dapat diserahkansecara materi, atau secara alas hakatau pemanfaatannya.Dalam uraian di atas telah disinggungbahwa jaminan bukan merupakanperjanjian pokok. Jaminan bukan merupakan perjanjian yang berdiri sendiri.Jaminan merupakan perjanjian tambahan yang terjadi karena adanya perjanjian pokok, yaitu utang piutang. Jaminanbukan merupakan perjanjian pokok,sehingga perjanjian jaminan tidak dapatberdiri sendiri. Oleh karena itu para ilmuwan hukum Islam menentukan bahwa jaminan (ar-Rahn) baru dianggap sempurna jika pihak debitur sebagai orang yang berhutang telah menerima utang dari pihak kreditur sebagai pihak yang berpiutang dan barang jaminan telah diserahkan secara hukum berdasarkan alas hak oleh debitur sebagai pihak yangberhutang kepada kreditur sebagai pihak yang berpiutang.Kesempurnaan jaminan ini didasarkan pada al-Qur’an surat al baqarahayat 283 yang menentukan “farihanun maqbudhah” yang artinya “makahendaklah ada barang yang dipegang”.Artinya barang jaminan itu berada dalam kekuasaan orang yang memberikan utang.Tentu saja penyerahan barang dari orangyang berutang kepada orang yang memberikan utang itu sesuai dengan barang jaminannya. Oleh karena itu jika jaminan berupa tanah, maka tidak
mungkin tanah itu diberikan secara fisik,tetapi dapat berupa alat bukti hak(sertifikat). Demikian juga jika jaminan itu sepeda motor, maka yang diserahkan dapat berupa alat bukti kepemilikannya(BPKB).Seperti yang telah dipaparkan didalam pembahasan dasar falsafah mudharabah di muka, bahwa mudharabaha dalah kerjasama. Yaitu gabungan antara Kedudukan, Fungsi, dan Problematika modal dan keahlian usaha yang dikerjasamakan. Oleh karena kerjasama
di sini bersifat langsung, maka kedudukan modal dan keahlian usaha adalah sama dan sederajat. Maka pelaku usaha mempunyai kedudukan yang sama dengan pemilik modal. Oleh karena dalam kedudukan yang sama maka ahli hokum Islam klasik menentukan tidak diperbolehkannya pemilik modal memintaj aminan kepada pelaku usaha. Sebab pemilik usaha yang mensyaratkan adanya jaminan didalam mudharabah menempatkan pelaku usaha tidak sama dan sederajat dengan pemilik modal. Keahlian usaha tidak ditempatkan pada kedudukan yang sama dan sederajat dengan modal. Modal dianggap lebih tinggi kedudukannya dan peranannya di dalam mudharabah.Realitas dalam dunia perbankan menunjukkan bahwa jaminan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari perjanjian antara bank dan nasabah pengguna dana. Meskipun secara teoritis dalam perbankan konvensional dimungkinkan adanya pinjaman tanpa jaminan, namun dalam realitas tidak dapat dilakukan, sehingga jaminan merupakan persyaratan bagi nasabah pengguna dana perbankan konvensional. Realitas ini dapat dipahami:
1. Dalam perbankan konvensional hubungan bank dan nasabah pengguna dana adalah hubungan pinjam meminjam atau utang piutang;
2. Untuk mengurangi resiko hilangnya dana yang telah dikeluarkan bank;
3. Sebagai motifasi pengguna dana untuk bertanggung jawab terhadap penggunaan dana yang bukan miliknya sendiri.Dalam Islam jaminan adalah diperbolehkan berdasarkan al-Qur’an dan Hadis Namun pembolehan itu adalah dalam utang piutang. Sebab dalam utang piutang atau pinjam meminjam , kedudukan antara yang meminjamkan dan yang meminjam adalah sebagai kreditur dan debitur. Kedudukannya tidak sejajar atau tidak sederajat. Ketidak sejajaran dan ketidak sederajatannya inilah yang menjadi alasan diperbolehkannya jaminan di dalam al-Qur’an. Utang piutang atau pinjam meminjam bukan merupakan kerjasama, maka jaminan adalah dibolehkan. Oleh karena mudharabah bukan utang piutang atau bukan pinjam meminjam, maka para ahli hukum Islam tidak membolehkan jaminan. Namun dalam realitas perbankan syari’ah yang mengunakan instrumen mudharabah dalam memberikan pembiayaan kepada pelaku usaha, dipersyaratkan adanya jaminan. Maka secara hukum, jaminan bukan merupakan bagian dari perjanjian mudharabah. Jaminan berada di luar perjanjian mudharabah. Untuk mengetahui adanya realitas jaminan dalam perjanjian pembiayaan mudharabah secara lebih utuh diperlukan penelitian.
Rukun Mudharabah
Sedangkan rukun dalam mudharabah berdasarkan Jumhur Ulama ada 3 yaitu dua orang yang melakukan akad (al-aqidani),modal ( ma’qud alaih), dan shighat (ijab dan qabul).ulama syafi’iyah lebih memerinci lagi menjadi lima rukun,yaitu modal,pekerja,laba,shighat,dan dua orang yang berakad.[1]
Syarat sah Mudharabah
Syarat Aqidani
Disyaratkan bagi orang yang melakukan akad,yakni pemilik modal dan pengusaha adalah ahli dalam mewakilkan atau menjadi wakil.
Syarat Modal
a. Modal harus berupa uang,seperti dinar,dirham,dan sejenisnya yaitu segala sesuatu yang memungkinkan dalam perkongsian.[2]
b. Modal harus diketahui dengan jelas dan memiliki ukuran
c. Modal harus ada dan bukan berupa utang bukan berarti harus ada di tempat akad.
d. Modal harus diberikan kepada pengusaha
3. Syarat Laba
a. Laba harus memiliki ukuran
Ulama Malikiyah membolehkan pengusaha mensyaratkan semua laba untuknya.[3]
b. Laba harus berupa bagian yang umum (Masyhur)
Pembagian keuntungan di dalam pembiayaan mudharabah memiliki berbagai macam kode etik yaitu:
1. Keuntungan berdasarkan kedua belah pihak ,tapi kerugian berasal dari pemilik modal
2. Keuntungan dijadikan sebagai cadangan modal
3. Pengelola tidak boleh mengambil keuntungan sebelum masa pembagian
4. Hak mendapatkan keuntungan tidak akan diperoleh salah satu pihak sebelum dilakukan perhitungan akhir terhadap usaha tersebut.
Kalangan ahli fikih Hanafiyah[4] dan Malikiyah [5] membolehkan kalau terjadi kerugian harus ditutupi dengan keuntungan yang telah dibagikan.
Kembali kepada pokok permasalahan, pada gadai dalam mudharabah kedudukan-kedudukan lembaga penjamin memiliki dua filosofi yaitu untuk mengurangi spekulasi bank syariah atas resiko ketidakpastian keuntungan atau kerugian pengusaha dalam mengelola dana bank syariah,dan yang terakhir bank syariah memiliki fungsi sebagai lembaga yang berperan dalam meningkatkan kegiatan ekonomisesuai dengan kemaslahatan umat.
Lembaga-lembga penjamin harus juga memiliki berbagai macam criteria,seperti:
1. Memiliki kompetensi dalam mengembangkan perbankan syariah
2. Memiliki komitmen pengelola sector rill
3. memiliki keterkaitan dengan pihak bank syariah supaya tidak terjebak sebagai lembaga broker.
Mengenai keberadaan lembaga penjamin dalam produk mudharabah adalah:
1. Lembaga penjamin dalam paraktek mudharabah
Pengusaha mengajukan pembiayaan kepada bank syariah lalu bank melakukan peninjauan studi kelayakan setelah itu lembaga penjamin memberikan rekomendasi kepada bank syariah mengenai kelayakan pembiayaan yang diajukan oleh pihak penguaha.bila layak, bank syariah memberikan dana yang sesuai dengan yang diajukan dan yang telah direkomendasikan lembaga penjamin,setelah usahanya jalan lembaga penjamin akan melakukan survey lapangan misalnya seminggu sekali atau sebulan sekali,dengan begitu bank syariah mendapatkan laporan mengenai prospek dan jalannya perkembangan usaha nasabah selama menggunakan dana bank.
2. Lembaga penjamin dan kombinasi produk
Pengkombinasian prinsip bagi hasil dengan prinsip lain memiliki tujuan supaya:
a. Produk bagi hasil memiliki daya tarik bagi pihak bank ataupun nasabah
b. Mengurangi ketidakpastian resikoyang dihadapi bank syariah dalam mengeluarkan dana
c. Menunjukan bahwa bank syariah akomodatif dengan masalah-masalah yang berkembang di masyarakat
Adapun mengenai produk bank syariah yang bias diakomodasikan ada empat yaitu:
1. Produk al-Istishna wa al-Mudharabah Muqayyadah
Produk tersebut merupakan kombinasi dari produk al-istishna dengan al-mudharabah muqayyadah.pertama pengusaha mengajukan pembiayaan jenis ini pada bank syariah,lalu bank syariah melalui rekomendasi lembaga penjamin membeli barang-barang produksi yang dipesan pengusaha kapada produsen,selanjutnya bank memberikan barang pada pengusaha dengan pelunasan yang menyicil dengan perinsip mudharabah
2. Produk al-ijarah al-muntahia bi-tamlik wa al-mudharabah muqayyadah (IJMM)
produk ini merupakan kombinasi dari al-ijarah al-muntahia bi-tamlik dan al-mudharabah muqayyadah.pengusaha mengajukan pembiayaan jenis ini pada bank syariah,keudian dengan rekomendasi lembaga penjamin menghubungi supplier guna memenuhi barang produksi yang akan disewakan pada pengusaha,setelah itu bank memberikan barang tersebut pada pengusaha,cara membayar sewa dengan cara mengangsur dengan prinsip bagi hasil
3. Produk al-hiwalah wa al-mudharabah muqayyadah
Produk ini kombinasi anatara al-hiwalah dan al-mudharabah muqayyadah, melalui lembaga penjamin, bank syariah melakukan studi kelayakan dari pemindahan utang tersebut (hiwalah),bila lembaga penjamin merekomendasikan tidak bermasalah maka pembiayaan ini akan diproses oleh bank syariah dan pelunasan dengan cara mengangsur dengan perinsip bagi hasil.
4. Produk al-rahn wa al-mudharabah muqayyadah
Produk ini merupakan kombinasi antara produk al-rahn dan al-mudharabah muqayyadah.nasabah ingin mendapatkan pembiayaan jenis ini lalu pengusaha menjamin barangnya kepada bank untukk mendapatkan dana guna membeli barang produktif,selanjutnya lembaga penjamin melakukan studi kelayakan atas usaha pengusaha,bila rekomendasi lembaga penjamin tersebut menyatakan bahwa pengusaha layak mendapat dana maka bank mencairkan dana,dan pelunasan dengan cara mengangsur dengan perinsip bagi hasil.
Kesimpulan Solusi dan saran
Jadi di dalam pempaparan makalah yang telah saya tulis bahwa jaminan dalam mudharabah harus ada sesuai pula dengan fatwa DSN MUI nomer 07/DSN-MUI/IV/2000 dijelaskan bahwa pada perinsipnya dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan,namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan maka bank dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga.dan jaminan tersebut hanya dapat dicairkan bila mudharib terbukti melakukan pelanggaran/penympangan ,lalai,dan curang.dengan demikian jaminan disini tidak berfungsi sebagai pengganti pengembalian modal yang disalurkan pada nasabah untuk usaha,tetapi jaminan tersebut posisinya sebagai ganti rugi kalau benar-benar terjadi kelalaian kecurangan dan pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha/nasabah,dan bank dinyatakan rugi karena faktor diatas,baru bank dapat mengeksekusi jaminan nasabah.apabila nilai jaminan itu lebih maka sisa dari hasil eksekusi dapat dikembalikan kepada nasabah/ pengusaha tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Syafei,Rachmat, Fiqih Muamalah, Bandung,Pustaka Setia,2006.
Ash-Shawi,Shalah & Abdullah al-Mushlih,Fikih Ekonomi Keuangan Islam,Jakarta,Darul Haq,2008.
[1] Muhammad Asy-Syarbini,Op.Cit.,juz II.hlm.310
[2] Wahbah Al-juhaili, Al-Fiqh Al-islami wa Adillatuh, juz IV, hlm . 844
[3] Ibn Rusyd, Bidayah Al-Mujtahid wa Nihayah Al-Muqtashid, juz II,hlm.335
[4] Lihat al-Mughni oleh Ibnu Qudamah,5/178-179.
[5] Al-Muhadzdzab oleh Abu Ishaq Asy-Syairazi,1/387.
Tuesday, February 17, 2009
jaminan mudharabah
NAMA : M. SYAFIQ UMAM
KELAS : PS/3/D
NIM : 107046101813
TUGAS : FIQIH MUAMALAH
AKAD JAMINAN DALAM MUDHARABAH
Mudharabah adalah akad (transaksi) antara dua pihak. Salah satu pihak menyerahkan harta (modal) kepada yang lain agar diperdagangkan, dengan pembagian keuntungan di antara keduanya sesuai dengan kesepakatan. Sehingga mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua pihak atau lebih. Dalam hal ini, pemilik modal (shahib al mal atau investor) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan.
Bentuk ini menegaskan kerjasama dengan kontribusi 100% modal dari shahib al mal yaitu pihak bank dan keahlian (pengelola) dari mudharib yaitu dari pelaksana usaha.kegiatan mudharabah dan jaminannya erat sekaali dilakukan dan menjadi hal yang cukup penting di perbankan syariah,walaupun kerap kali mudharabah tidak dijadikan hal-hal pembiayaan yang bersifat pokok di perbankan,dan yang menjadi kegiatan usaha pokok di perbankan syariah adalah pembiayaan berupa murabahah yaitu jual – beli dan bank mendapatkan margin dari kegiatan jual beli tersebut.
Fungsi pokok bank adalah sebagai pihak financial intermediary yaitu pihak yang menjadi perantara antara nasabah sebagai lembaga yang bertugas untuk menyalurkan dana dan memfounding dana dari masyarakat yang mempunyai kelebihan dana.dan tugas yang disebutkan sebelumnya diakui dalam ajaran islam,selain itu pula dalam bank syariah (Islamic bank) menanamkan atau memegang teguh perinsip untuk menegakan kedailan,kejujuran,gharar,maysir,israf,dan moral hazard yang telah dilarang oleh syariah.didalam bank syariah terdapat pembiayaan seperti mudharabah,pembiayaan tersebut meerupakan pembiayaan yang dianjurkan di dalam syariah karena dari pembiayaan mudharabah dapat menyebabkan sektor rill terdukung dan juga kestabilan ekonomi pun akan terjadi tetapi bank syariah kurang berminat terhadap produk pembiayaan mudharabah hal ini disebabkan karena:
1. Sumber dana bank yang sebagian jangka pendek kurang dapat digunakan untuk membiayai bagi hasil yang biasanya jangka panjang
2. Pengusaha cenderung kurang berminat menggunakan bagi hasil karena lebih memiolih bunga yang memiliki tingkat keuntungan pasti
3. Kebanyakan yang memilih modal bagi hasil adalah mereka yang berbisnis dengan resiko tinggi
4. Untuk meyakinkan bank bahwa usahanya akan memberikan untung tinggi,pengusaha terdorong untuk membuat proyeksi bisnis yang upper
5. Banyak pengusaha yang memiliki dua pembukuan,dimana pembukuan yang diberikan kepada bank tingkat keuntungan lebih rendah
Dari poin – poin yang disebutkan diatas menjadikan bank sangat berhati-hati dalam menawarkan pembiayaan mudharabah.keadaan tersebut menjadikan bank syariah dalam menjalankan operasi lebih berorientasi pada bisnis,kurang memperhatikan kemaslahatan umat. Keadaan ini tidak lepas dari posisi pembiayaan bank dalam produk mudharabah dalam kontrak perkatek hokum ekonomi Indonesia yang berhubungan dengan produk bank syariah.Bank syariah kurang mendapat jaminan dari hokum yang ada,jika terdapat kecurangan dari pihak pengusaha dalam menggunakan dana. Keadaan ini berlaku sampai saat ini sehingga bank syariah mengeluarkan dana didasarkan atas dasar kepercayaan ,dimana bank dapat dipercaya bila didukung atas kelengkapan administrasi dari pengusaha.oleh karena itu masyarakat yang menggunakan perinsip bagi hasil memiliki status orang yang dipercaya oleh bank syariah untuk memutar uang di sector rill.namun dengan kepercayaan ini,tidak berarti bank syariah membiarkan pengusaha menjalankanusahanya sendiri sebab bank syariah memiliki fungsi kemaslahatan.jadi bank syariah memiliki peluang untuk mengendalikan usaha nasabah untuk komit terhadap kesepakatan penggunaan dana.tetapi dalam perakteknya bank syariah tidak memiliki kemampuan untuk mendampingi pengusaha sepenuhnya.inilah yang menjadikan bank kurang bias memprediksikan bahkan cenderung bersepekuasi atas perkembangan usaha yang dilakukan pengusaha,apalagi nanti pada saat penyampaian laporan keuangan bank tidak memiliki control penuh melakukan visitasi dalam laporan kegiatn tresebut.
berbeda dengan murabahah,di dalam murabahah bank hanya sebagai pelaku penjual saja dan menjual nya kepada nasabah yang telah pasti mendapatkan keuntungannya,sedangkan di dalam mudharabah keuntungan yang di dapat oleh bank menjadi belum pasti,karena pelaku usaha yang menjalankan usahanya bisa untung dan bisa saja rugi selain itu bias saja si nasabah melakukan kecurangan,sehingga pihak bank pun membuat peraturan berupa jaminan (rahn) yang bertujuan untuk mengantisipasi resiko apabila nasabah tidak dapat memenuhi kewajiban sebagaimana dimuat dalam akad karena kelalaian ataupun kecurangan yan disebabkan karena moral hazard si pengusaha.dan jaminan (rahn) hanya dapat di eksekusi apabila terbukti melakukan pelanggaran yang telah disepakati didalam akad.senada dengan fatwa DSN MUI nomer 07/DSN-MUI/IV/2000 dijelaskan bahwa pada perinsipnya dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan,namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan maka bank dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Penyimpangan yang dilakukan bisa berupa membuat laporan keuangan yang tidak sesuai dengan kenyataan seperti keuntungan 200$ malah dilaporkan menjadi50$,oleh karena itu bank syariah dapat memninimalisir risiko kerugian akibat dari pembiayaan yang bermasalah dengan cara jaminan misalnya,karena dana bank yang diberikan kepada mudharib meripakan dana yang berasal dari nasabah lain yang mempunyai kelebihan dana,oleh karena itu bank harus bersikap amanah dan bertanggung jawab serta berperinsip kehati-hatian dalam penyaluran dana atuapun dalam pemberian keridit,karena apabila hal tersebut tidak dipegang oleh bank manaka bank akan menjadi kekurangan kepercayaan dari masyarakat sehingga likuiditas bank pun menjadi tidak baik juga,sehingga jaminan pada bank syariah merupakan langkah yang tepat karena dalam kondisi pebisnis atau usaha yang masi kurang tingkat kepercayaan pada mudharib maka bank syariah apabila tidak memberlakukan jaminan maka posisi bank menjadi tidak pasti,walaupun pada perinsip paling utama pelaksanaan akad mudharabah adalah kepercayaan,tapi karena jaminan itu amat sangat diperlukan juga agar pihak bank tidak menjadi korban penipuan selain itu pula jaminan tidak digunakan untuk kegiatan yang bertujuan untuk menzholimi namun diposisikan pada pengganti kerugian,selain itu manfaat yang dapat diambil oleh perbankan syariah berkaitan dengan jaminan adalah:
1.Menjaga kemungkinan nasabah untuk lalai dan main-main dengan fasilitas yang diberikan oleh bank
2. Memberikan keamanan bagi segenap penabung dan pemegang deposito bahwa dananya tidak akan hilang begitu saja jika nasabah peminjam ingkar janji karena suatu asset atau barang (marhun) yang dipegang oleh bank syariah
3.Jika rahn ditetapkan dalam mekanisme pegadaian,maka sudah barang tentu akan membantu saudara-saudara kita yang kesulitan dana terutama di daerah-daerah
4. Bank menerima biaya konkrit yang harus dibayar oleh nasabah untuk pemeliharaan dankeamanan asset tersebut.jika penahanan asset berdasarkan fidusia maka nasabah juga harus membayar biaya asuransi yang besarnya sesuai dengan yang berlaku secara umum.
Resiko yang mungkin terdapat pada rahn apabila diterapkan sebagai produk adalah adanya resiko penurunan nilai asset yang ditahan atau rusak.bagaimanapun juga masih sedikitnya produk-produk perbankan syariah yang beredar dan dikenal oleh masyarakat Indonesia,sehingga produk rahn ini merupakan salah satu alternatife produk baru yang dapat dikeluarkan.
Dasar-Dasar Efektifitas Kerjasama Mudharabah
A. Dasar Kepercayaan/Dasar Moralitas
Dari latar belakang sejarahmudharabah yang telah sedikitdipaparkan di atas menunjukkanbahwa kemunculannya ditopang olehadanya unsur kepercayaan di antarapemilik modal dan pelaku usaha.Seorang pemilik modal yangtujuannya mencari keuntungan, tidakmungkin memberikan uangnyasebagai modal untuk usaha yangkekuasaan mengelolanya di tanganpelaku usaha, jika tidakadaunsursaling percaya. Sebab pemilik modaltidak diperbolehkan ikut di dalampengelolaan. Pengelolaan suatuusaha bisnis ada padakekuasaanpelaku usaha.Seorang pemilik modal yang ikutmengelola atau menguasaipengelolaan suatu bisnis yang
dilakukan oleh pelaku usaha, makaini tidak dapat disebut mudharabah,meskipun pelaku usaha adalahsangat profesional. Hal ini disebabkan karena dasar mudharabah adalahgabungan antara pemilik modal disatu pihak dan pelaku usaha di pihak
lain. Jika pemilik modal ikut danmenguasai pengelolaan maka terjadipercampuran yang akan sulit dalammengatur hak dan kewajiban masingmasingpihak dalam mudharabah.
B. Pemberian Syarat-Syarat dalam Mudharabah
Di dalam mudharabah, seorang pemilik modal dapat memberikan persyaratan-persyaratan tertentuagar dana yang dikeluarkan menjadiefektif dan efisien. Efektif dalam pengertian tujuan dikeluarkannyadana untuk suatu kegiatan bisnis dapat tercapai yaitu menghasilkan keuntungan. Efisien dalam pengertian sesuai dengan prinsip ekonomi bisnismodal yang dikeluarkan dapat menghasilkan keuntungan semaksimal mungkin.Pemberian syarat-syarat tertentuoleh pemilik modal dapat berupa
keharusan digunakannya dana untuk sektor ekonomi bisnis tertentu. Atau untuk suatu sektor ekonomi bisnis tertentu. Atau untuk suatu sector ekonomi tertentu di wilayah tertentu atau persyaratan mengenai jangka waktu usaha atau persyaratan lain
yang dapat disepakati bersama.Persyaratan-persyaratan tersebut dapat mempunyai makna secara positif; (1) sebagai bagian yang diperbolehkan dalam kerjasama mudharabah yang secara tidak langsung sebagai usaha untuk ikut memikirkan bisnis yang dilakuka noleh pelaku usaha; (2) sebagai bagianyang secara tidak langsung sebagai kontrol dalam bisnis yang dilakukan oleh pelaku usaha; (3) secara tidak langsung sebagai dorongan yang secara psikologis akan dapat memberikan semangat kerja sesuai dengan kesepakatan mudharabah.
C Profesionalitas Pelaku Usaha
Di atas telah dipaparkan bahwa mudharabah merupakan wadah bagi bersatunya modal dan keahlian. Oleh karena itu keahlian atau profesionalitas merupakan hal yang sangat penting di dalam mudharabah. Maka pemilik modal yang tidak mengetahui Kedudukan, Fungsi, dan Problematika profesionalitas pelaku usaha akan mempunyai resiko yang besar terhadap dana yang dikeluarkan.Pelaku usaha yang profesionalitasnya dalam bidang batikakan beresiko tinggi jika dibiayai oleh pemilik modal untuk melakukan bisnis jeans misalnya. Dengan demikian untuk mengurangi resiko kerugian, pemilik modal harus mengetahui profesionalitas pelaku usaha. Sektor ekonomi tertentu yang sesuai dengan profesionalitas pelaku usaha. Sektor ekonomi tertentu yang sesuai dengan profesionalitas inilah yang dapat dipersyaratkan oleh pemilik modal di dalam membiayai bisnis pelaku usaha, sehingga dapat memberikan motivasi kerja sesuai dengan profesionalitasnya.
D. Untung dan Rugi di Dalam Mudharabah
Dalam dunia ekonomi,keuntungan merupakan tujuan setiap aktivitas bisnis. Semua pihak yang terkait di dalamnya selalu berorientasi pada keuntungan.Prinsip ekonomi mengatakan bahwa dengan segala modal minimal bertujuan untuk memperoleh keuntungan maksimal. Namun dalam realitas dunia bisnis kadang terjadi sebaliknya. Yaitu terjadi kerugian. Ini berarti bahwa untung atau rugi adalah realitas dunia ekonomi. Namun kerugian bukanlah keinginan. Setiap perilaku bisnis pasti tidak menginginkan kerugian, tetapi selalu menginginkan keuntungan.Oleh karena itu setiap aktivitas bisnis selalu menginginkan keuntungan, maka selalu berusaha untuk menghindari kerugian. Dalam menghindari kerugian, bisa jadi seseorang melakukan perbuatan yang merugikan orang lain. Atau bahkan untuk menambah keuntungan,seseorang kadang merugikan orang lain. Namun demikian setiap aktivitas bisnis selalu mempunyai teka-teki untung rugi.Bisa jadi untung dan bisa jadi rugi.Maka persoalannya adalah jangan sampai terjadi seseorang yang berkecimpung di dalam dunia bisnis tidak mau rugi dengan cara merugikan pihak lain.Bisa jadi seseorang dalam melakukan aktivitas bisnis selalu berusaha sedemikian rupa berbuat sesuatu agar bisnis yang akan dilakukan tidak menderita kerugian.Jika ini dilakukan dalam batas-bataswajar yang diperbolehkan oleh hukum, tidaklah menjadi persoalan. Namun jika seseorang melakukan perjanjian bisnis dengan pihak lain dan menempatkan pihak lain dalam kedudukan yang tidak seimbang,maka keadaannya tidak menjadi wajar dan akan merugikan orang lain. Ketidak seimbangan kedudukan diantara pihak-pihak dalam suatu perjanjian berpotensi menimbulkan eksploitasi.Dalam keadaan yang demikian,hukum mengambil peranan untuk mengatur hak dan kewajiban antara pihak-pihak yang terkait di dalamnya, agar keuntungan yang menjadi tujuan setiap aktivitas ekonomi dapat berjalan tanpa melanggar hak orang lain. Setiap aktivitas ekonomi yang bertujuan untuk mencari keuntungan harus tidak menimbulkan kerugian pihak lain.Oleh kerjasama mudharabah selalu berdasarkan prinsip mencari keuntungan, maka keuntungan merupakan persoalan yang harus secara tegas ditentukan cara-cara pembagiannya. Maka secara hukum,perjanjian mudharabah harus mengatur persoalan keuntungan.Sebaliknya, tidak pernah ada keinginan untuk menderita kerugian Kedudukan, Fungsi, dan Problematika dalam mudharabah. Maka para ilmuwan hukum Islam klasik tidak mengharuskan adanya pengaturan kerugian kerugian dalam perjanjian mudharabah. Namun sesuatu yang tidak diinginkan kadang-kadang terjadi dalam kenyataan. Jika ternyata bisnis yang dibiayai oleh pemilik modal, menderita kerugian,maka kerugian yang bersifat finansial,yaitu berkurangnya modal, maka harus menjadi tanggung jawab pemilik modal. Pelaku usaha tidak dapat dibebani kerugian finansial.Pelaku usaha hanya dapat menanggung kerugian waktu, tenaga dan keahliannya.Namun demikian, jika kerugian yang diderita pelaku usaha adalah akibat kesalahannya, atau karena keteledorannya, atau karena melanggar perjanjiannya, maka tetap menjadi tanggung jawab pelaku usaha. Pemilik modal tidak dapat dibebani kerugian yang demikian ini.
Dasar Hukum Jaminan di Dalam Hukum Islam
Dalam hukum Islam, jaminan diistilahkan dengan ar-rahn. Dasar pijakanar-Rahn di dalam hukum Islam adalah al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 283, yangartinya “..Dan jika kamu dalam perjalanan(dalam bermuamalah tidak secara tunai),sedang kamu tidak mendapatkan seorang penulis, maka hendaklah ada jaminanyang dipegang.Di dalam Hadis riwayat Bukhari dan Muslim diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW membeli makanan dari seorang Yahudi dengan menjadikan baju besinya sebagai barang jaminan.Menurut para ilmuwan hukum Islam,jaminan yang diberikan Rasulullah tersebut adalah peristiwa pertama tentang jaminan di dalam Islam. Artinya Rasul memperkenalkan jaminan ini untuk dijadikan sumber hukum Islam.
Pengertian Jaminan dalam Hukum Islam
Jaminan dalam bahasa Arab adalahar-Rahn. Secara epistemologis,kata ar-Rahn mempunyai pengertian tetap atau kekal atau jaminan. Para ilmuwan hukumyang menganut aliran Maliki mendefinisikan ar-Rahn sebagai Harta yang dijadikan pemiliknya sebagai jaminan utang yang bersifat mengikat.Menurut para ilmuwan hukum Islam aliran Hanafi, ar-Rahn adalah menjadikan sesuatu (barang) sebagi jaminan terhadap hak (piutang) yang mungkin dijadikan pembayar hak (piutang) itu, baik seluruhnya maupun sebagiannya.Sedangkan para ilmuwan hukum Islam aliran Syafii mengartikan ar-Rahn sebagai menjadikan materi (barang)sebagai jaminan utang, yang dapat dijadikan pembayar utang, apabila orang yang berutang tidak dapat membayar utangnya itu.
Syarat-Syarat Sahnya Jaminan
Untuh sahnya suatu jaminan,mayoritas ilmuwan hukum Islammemberikan ketentuan sebagai berikut:
a. Harus ada pemberi jaminan (ar-Rahn)
b. Harus ada yang menerima jaminan yaitu yang memberikan utang (almurtahin).
c. Harus cakap berbuat hukum. Artinyadapat menanggung hak dan kewajiban. Menurut Imam Hanafi,anak kecil (mumayiz) dapat melakukan transaksi ar-Rahn denganpersetujuan walinya.
d. Harus ada ijab dan qabul.Untuk sahnya jaminan harus ada:
1. Persetujuan antara yang memberikan jaminan dan yang menerima jaminana tau orangyang memberikan utang.Persetujuan itu mencakup hal-hal yang dapat memperlancar hubungan Kedudukan, Fungsi, dan Problematika utang piutang antara kreditur dan debitur. Oleh karena itu persyaratan persyaratan yang bertentangan atau yang menghambat tujuan adanya jaminan adalah tidak diperbolehkan,yang menjadikan tidak sahnya jaminan.
2. Harus ada utang piutang. Jaminana dalah untuk menjamin suatu utang.Oleh karena itu tidak ada jaminan tanpa utang piutang. Untuk adanya jaminan maka dipersyaratkan adanya utang piutang. Dengan demikian jaminan merupakan perjanjian tambahan yang dalam literatur hukum berat disebut dengan perjanjian asessoir. Dalam hokum Islam adanya utang ini diperyaratkan:
a. bahwa utang merupakan kewajiban debitur yang harus dilunasi kepada kreditur;
b. bahwa utang tersebut boleh dilunasi dengan jaminan, jika ternyata kemudian debitur ingkar janji;
c. bahwa utang yang dijamin itu harus jelas dan tertentu. Artinya dalam jumlah yang jelas dan utang tertentu.
d. Harus ada harta yang dijadikan jaminan Harta yang dijadikan jaminan itu harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a1. Barang yang dijadikan jaminan dapatdijual;
b1. Nilai barang jaminan adalah seimbang dengan utang;
c1. Barang jaminan harus bernilai hartadan dapat dimanfaatkan dalampengertian mempunyai manfaat.Maka minuman ganja misalnya, tidakdapat dijadikan jaminan karena tidakmempunyai manfaat, meskipunmempunyai nilai harta;
d. Barang jaminan adalah jelas dantertentu wujud dan jenisnya;
e. Barang jaminan adalam milik sah orang yang berutang;
f. Barang jaminan tidak terkait denganhak orang lain;
g. Barang jaminan itu merupakan barangyang utuh dan tidak bertebaran dalamberbagai tempat yang menyilitkan;
h. Barang jaminan dapat diserahkansecara materi, atau secara alas hakatau pemanfaatannya.Dalam uraian di atas telah disinggungbahwa jaminan bukan merupakanperjanjian pokok. Jaminan bukan merupakan perjanjian yang berdiri sendiri.Jaminan merupakan perjanjian tambahan yang terjadi karena adanya perjanjian pokok, yaitu utang piutang. Jaminanbukan merupakan perjanjian pokok,sehingga perjanjian jaminan tidak dapatberdiri sendiri. Oleh karena itu para ilmuwan hukum Islam menentukan bahwa jaminan (ar-Rahn) baru dianggap sempurna jika pihak debitur sebagai orang yang berhutang telah menerima utang dari pihak kreditur sebagai pihak yang berpiutang dan barang jaminan telah diserahkan secara hukum berdasarkan alas hak oleh debitur sebagai pihak yangberhutang kepada kreditur sebagai pihak yang berpiutang.Kesempurnaan jaminan ini didasarkan pada al-Qur’an surat al baqarahayat 283 yang menentukan “farihanun maqbudhah” yang artinya “makahendaklah ada barang yang dipegang”.Artinya barang jaminan itu berada dalam kekuasaan orang yang memberikan utang.Tentu saja penyerahan barang dari orangyang berutang kepada orang yang memberikan utang itu sesuai dengan barang jaminannya. Oleh karena itu jika jaminan berupa tanah, maka tidak
mungkin tanah itu diberikan secara fisik,tetapi dapat berupa alat bukti hak(sertifikat). Demikian juga jika jaminan itu sepeda motor, maka yang diserahkan dapat berupa alat bukti kepemilikannya(BPKB).Seperti yang telah dipaparkan didalam pembahasan dasar falsafah mudharabah di muka, bahwa mudharabaha dalah kerjasama. Yaitu gabungan antara Kedudukan, Fungsi, dan Problematika modal dan keahlian usaha yang dikerjasamakan. Oleh karena kerjasama
di sini bersifat langsung, maka kedudukan modal dan keahlian usaha adalah sama dan sederajat. Maka pelaku usaha mempunyai kedudukan yang sama dengan pemilik modal. Oleh karena dalam kedudukan yang sama maka ahli hokum Islam klasik menentukan tidak diperbolehkannya pemilik modal memintaj aminan kepada pelaku usaha. Sebab pemilik usaha yang mensyaratkan adanya jaminan didalam mudharabah menempatkan pelaku usaha tidak sama dan sederajat dengan pemilik modal. Keahlian usaha tidak ditempatkan pada kedudukan yang sama dan sederajat dengan modal. Modal dianggap lebih tinggi kedudukannya dan peranannya di dalam mudharabah.Realitas dalam dunia perbankan menunjukkan bahwa jaminan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari perjanjian antara bank dan nasabah pengguna dana. Meskipun secara teoritis dalam perbankan konvensional dimungkinkan adanya pinjaman tanpa jaminan, namun dalam realitas tidak dapat dilakukan, sehingga jaminan merupakan persyaratan bagi nasabah pengguna dana perbankan konvensional. Realitas ini dapat dipahami:
1. Dalam perbankan konvensional hubungan bank dan nasabah pengguna dana adalah hubungan pinjam meminjam atau utang piutang;
2. Untuk mengurangi resiko hilangnya dana yang telah dikeluarkan bank;
3. Sebagai motifasi pengguna dana untuk bertanggung jawab terhadap penggunaan dana yang bukan miliknya sendiri.Dalam Islam jaminan adalah diperbolehkan berdasarkan al-Qur’an dan Hadis Namun pembolehan itu adalah dalam utang piutang. Sebab dalam utang piutang atau pinjam meminjam , kedudukan antara yang meminjamkan dan yang meminjam adalah sebagai kreditur dan debitur. Kedudukannya tidak sejajar atau tidak sederajat. Ketidak sejajaran dan ketidak sederajatannya inilah yang menjadi alasan diperbolehkannya jaminan di dalam al-Qur’an. Utang piutang atau pinjam meminjam bukan merupakan kerjasama, maka jaminan adalah dibolehkan. Oleh karena mudharabah bukan utang piutang atau bukan pinjam meminjam, maka para ahli hukum Islam tidak membolehkan jaminan. Namun dalam realitas perbankan syari’ah yang mengunakan instrumen mudharabah dalam memberikan pembiayaan kepada pelaku usaha, dipersyaratkan adanya jaminan. Maka secara hukum, jaminan bukan merupakan bagian dari perjanjian mudharabah. Jaminan berada di luar perjanjian mudharabah. Untuk mengetahui adanya realitas jaminan dalam perjanjian pembiayaan mudharabah secara lebih utuh diperlukan penelitian.
Rukun Mudharabah
Sedangkan rukun dalam mudharabah berdasarkan Jumhur Ulama ada 3 yaitu dua orang yang melakukan akad (al-aqidani),modal ( ma’qud alaih), dan shighat (ijab dan qabul).ulama syafi’iyah lebih memerinci lagi menjadi lima rukun,yaitu modal,pekerja,laba,shighat,dan dua orang yang berakad.[1]
Syarat sah Mudharabah
Syarat Aqidani
Disyaratkan bagi orang yang melakukan akad,yakni pemilik modal dan pengusaha adalah ahli dalam mewakilkan atau menjadi wakil.
Syarat Modal
a. Modal harus berupa uang,seperti dinar,dirham,dan sejenisnya yaitu segala sesuatu yang memungkinkan dalam perkongsian.[2]
b. Modal harus diketahui dengan jelas dan memiliki ukuran
c. Modal harus ada dan bukan berupa utang bukan berarti harus ada di tempat akad.
d. Modal harus diberikan kepada pengusaha
3. Syarat Laba
a. Laba harus memiliki ukuran
Ulama Malikiyah membolehkan pengusaha mensyaratkan semua laba untuknya.[3]
b. Laba harus berupa bagian yang umum (Masyhur)
Pembagian keuntungan di dalam pembiayaan mudharabah memiliki berbagai macam kode etik yaitu:
1. Keuntungan berdasarkan kedua belah pihak ,tapi kerugian berasal dari pemilik modal
2. Keuntungan dijadikan sebagai cadangan modal
3. Pengelola tidak boleh mengambil keuntungan sebelum masa pembagian
4. Hak mendapatkan keuntungan tidak akan diperoleh salah satu pihak sebelum dilakukan perhitungan akhir terhadap usaha tersebut.
Kalangan ahli fikih Hanafiyah[4] dan Malikiyah [5] membolehkan kalau terjadi kerugian harus ditutupi dengan keuntungan yang telah dibagikan.
Kembali kepada pokok permasalahan, pada gadai dalam mudharabah kedudukan-kedudukan lembaga penjamin memiliki dua filosofi yaitu untuk mengurangi spekulasi bank syariah atas resiko ketidakpastian keuntungan atau kerugian pengusaha dalam mengelola dana bank syariah,dan yang terakhir bank syariah memiliki fungsi sebagai lembaga yang berperan dalam meningkatkan kegiatan ekonomisesuai dengan kemaslahatan umat.
Lembaga-lembga penjamin harus juga memiliki berbagai macam criteria,seperti:
1. Memiliki kompetensi dalam mengembangkan perbankan syariah
2. Memiliki komitmen pengelola sector rill
3. memiliki keterkaitan dengan pihak bank syariah supaya tidak terjebak sebagai lembaga broker.
Mengenai keberadaan lembaga penjamin dalam produk mudharabah adalah:
1. Lembaga penjamin dalam paraktek mudharabah
Pengusaha mengajukan pembiayaan kepada bank syariah lalu bank melakukan peninjauan studi kelayakan setelah itu lembaga penjamin memberikan rekomendasi kepada bank syariah mengenai kelayakan pembiayaan yang diajukan oleh pihak penguaha.bila layak, bank syariah memberikan dana yang sesuai dengan yang diajukan dan yang telah direkomendasikan lembaga penjamin,setelah usahanya jalan lembaga penjamin akan melakukan survey lapangan misalnya seminggu sekali atau sebulan sekali,dengan begitu bank syariah mendapatkan laporan mengenai prospek dan jalannya perkembangan usaha nasabah selama menggunakan dana bank.
2. Lembaga penjamin dan kombinasi produk
Pengkombinasian prinsip bagi hasil dengan prinsip lain memiliki tujuan supaya:
a. Produk bagi hasil memiliki daya tarik bagi pihak bank ataupun nasabah
b. Mengurangi ketidakpastian resikoyang dihadapi bank syariah dalam mengeluarkan dana
c. Menunjukan bahwa bank syariah akomodatif dengan masalah-masalah yang berkembang di masyarakat
Adapun mengenai produk bank syariah yang bias diakomodasikan ada empat yaitu:
1. Produk al-Istishna wa al-Mudharabah Muqayyadah
Produk tersebut merupakan kombinasi dari produk al-istishna dengan al-mudharabah muqayyadah.pertama pengusaha mengajukan pembiayaan jenis ini pada bank syariah,lalu bank syariah melalui rekomendasi lembaga penjamin membeli barang-barang produksi yang dipesan pengusaha kapada produsen,selanjutnya bank memberikan barang pada pengusaha dengan pelunasan yang menyicil dengan perinsip mudharabah
2. Produk al-ijarah al-muntahia bi-tamlik wa al-mudharabah muqayyadah (IJMM)
produk ini merupakan kombinasi dari al-ijarah al-muntahia bi-tamlik dan al-mudharabah muqayyadah.pengusaha mengajukan pembiayaan jenis ini pada bank syariah,keudian dengan rekomendasi lembaga penjamin menghubungi supplier guna memenuhi barang produksi yang akan disewakan pada pengusaha,setelah itu bank memberikan barang tersebut pada pengusaha,cara membayar sewa dengan cara mengangsur dengan prinsip bagi hasil
3. Produk al-hiwalah wa al-mudharabah muqayyadah
Produk ini kombinasi anatara al-hiwalah dan al-mudharabah muqayyadah, melalui lembaga penjamin, bank syariah melakukan studi kelayakan dari pemindahan utang tersebut (hiwalah),bila lembaga penjamin merekomendasikan tidak bermasalah maka pembiayaan ini akan diproses oleh bank syariah dan pelunasan dengan cara mengangsur dengan perinsip bagi hasil.
4. Produk al-rahn wa al-mudharabah muqayyadah
Produk ini merupakan kombinasi antara produk al-rahn dan al-mudharabah muqayyadah.nasabah ingin mendapatkan pembiayaan jenis ini lalu pengusaha menjamin barangnya kepada bank untukk mendapatkan dana guna membeli barang produktif,selanjutnya lembaga penjamin melakukan studi kelayakan atas usaha pengusaha,bila rekomendasi lembaga penjamin tersebut menyatakan bahwa pengusaha layak mendapat dana maka bank mencairkan dana,dan pelunasan dengan cara mengangsur dengan perinsip bagi hasil.
Kesimpulan Solusi dan saran
Jadi di dalam pempaparan makalah yang telah saya tulis bahwa jaminan dalam mudharabah harus ada sesuai pula dengan fatwa DSN MUI nomer 07/DSN-MUI/IV/2000 dijelaskan bahwa pada perinsipnya dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan,namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan maka bank dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga.dan jaminan tersebut hanya dapat dicairkan bila mudharib terbukti melakukan pelanggaran/penympangan ,lalai,dan curang.dengan demikian jaminan disini tidak berfungsi sebagai pengganti pengembalian modal yang disalurkan pada nasabah untuk usaha,tetapi jaminan tersebut posisinya sebagai ganti rugi kalau benar-benar terjadi kelalaian kecurangan dan pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha/nasabah,dan bank dinyatakan rugi karena faktor diatas,baru bank dapat mengeksekusi jaminan nasabah.apabila nilai jaminan itu lebih maka sisa dari hasil eksekusi dapat dikembalikan kepada nasabah/ pengusaha tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Syafei,Rachmat, Fiqih Muamalah, Bandung,Pustaka Setia,2006.
Ash-Shawi,Shalah & Abdullah al-Mushlih,Fikih Ekonomi Keuangan Islam,Jakarta,Darul Haq,2008.
[1] Muhammad Asy-Syarbini,Op.Cit.,juz II.hlm.310
[2] Wahbah Al-juhaili, Al-Fiqh Al-islami wa Adillatuh, juz IV, hlm . 844
[3] Ibn Rusyd, Bidayah Al-Mujtahid wa Nihayah Al-Muqtashid, juz II,hlm.335
[4] Lihat al-Mughni oleh Ibnu Qudamah,5/178-179.
[5] Al-Muhadzdzab oleh Abu Ishaq Asy-Syairazi,1/387.
KELAS : PS/3/D
NIM : 107046101813
TUGAS : FIQIH MUAMALAH
AKAD JAMINAN DALAM MUDHARABAH
Mudharabah adalah akad (transaksi) antara dua pihak. Salah satu pihak menyerahkan harta (modal) kepada yang lain agar diperdagangkan, dengan pembagian keuntungan di antara keduanya sesuai dengan kesepakatan. Sehingga mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua pihak atau lebih. Dalam hal ini, pemilik modal (shahib al mal atau investor) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan.
Bentuk ini menegaskan kerjasama dengan kontribusi 100% modal dari shahib al mal yaitu pihak bank dan keahlian (pengelola) dari mudharib yaitu dari pelaksana usaha.kegiatan mudharabah dan jaminannya erat sekaali dilakukan dan menjadi hal yang cukup penting di perbankan syariah,walaupun kerap kali mudharabah tidak dijadikan hal-hal pembiayaan yang bersifat pokok di perbankan,dan yang menjadi kegiatan usaha pokok di perbankan syariah adalah pembiayaan berupa murabahah yaitu jual – beli dan bank mendapatkan margin dari kegiatan jual beli tersebut.
Fungsi pokok bank adalah sebagai pihak financial intermediary yaitu pihak yang menjadi perantara antara nasabah sebagai lembaga yang bertugas untuk menyalurkan dana dan memfounding dana dari masyarakat yang mempunyai kelebihan dana.dan tugas yang disebutkan sebelumnya diakui dalam ajaran islam,selain itu pula dalam bank syariah (Islamic bank) menanamkan atau memegang teguh perinsip untuk menegakan kedailan,kejujuran,gharar,maysir,israf,dan moral hazard yang telah dilarang oleh syariah.didalam bank syariah terdapat pembiayaan seperti mudharabah,pembiayaan tersebut meerupakan pembiayaan yang dianjurkan di dalam syariah karena dari pembiayaan mudharabah dapat menyebabkan sektor rill terdukung dan juga kestabilan ekonomi pun akan terjadi tetapi bank syariah kurang berminat terhadap produk pembiayaan mudharabah hal ini disebabkan karena:
1. Sumber dana bank yang sebagian jangka pendek kurang dapat digunakan untuk membiayai bagi hasil yang biasanya jangka panjang
2. Pengusaha cenderung kurang berminat menggunakan bagi hasil karena lebih memiolih bunga yang memiliki tingkat keuntungan pasti
3. Kebanyakan yang memilih modal bagi hasil adalah mereka yang berbisnis dengan resiko tinggi
4. Untuk meyakinkan bank bahwa usahanya akan memberikan untung tinggi,pengusaha terdorong untuk membuat proyeksi bisnis yang upper
5. Banyak pengusaha yang memiliki dua pembukuan,dimana pembukuan yang diberikan kepada bank tingkat keuntungan lebih rendah
Dari poin – poin yang disebutkan diatas menjadikan bank sangat berhati-hati dalam menawarkan pembiayaan mudharabah.keadaan tersebut menjadikan bank syariah dalam menjalankan operasi lebih berorientasi pada bisnis,kurang memperhatikan kemaslahatan umat. Keadaan ini tidak lepas dari posisi pembiayaan bank dalam produk mudharabah dalam kontrak perkatek hokum ekonomi Indonesia yang berhubungan dengan produk bank syariah.Bank syariah kurang mendapat jaminan dari hokum yang ada,jika terdapat kecurangan dari pihak pengusaha dalam menggunakan dana. Keadaan ini berlaku sampai saat ini sehingga bank syariah mengeluarkan dana didasarkan atas dasar kepercayaan ,dimana bank dapat dipercaya bila didukung atas kelengkapan administrasi dari pengusaha.oleh karena itu masyarakat yang menggunakan perinsip bagi hasil memiliki status orang yang dipercaya oleh bank syariah untuk memutar uang di sector rill.namun dengan kepercayaan ini,tidak berarti bank syariah membiarkan pengusaha menjalankanusahanya sendiri sebab bank syariah memiliki fungsi kemaslahatan.jadi bank syariah memiliki peluang untuk mengendalikan usaha nasabah untuk komit terhadap kesepakatan penggunaan dana.tetapi dalam perakteknya bank syariah tidak memiliki kemampuan untuk mendampingi pengusaha sepenuhnya.inilah yang menjadikan bank kurang bias memprediksikan bahkan cenderung bersepekuasi atas perkembangan usaha yang dilakukan pengusaha,apalagi nanti pada saat penyampaian laporan keuangan bank tidak memiliki control penuh melakukan visitasi dalam laporan kegiatn tresebut.
berbeda dengan murabahah,di dalam murabahah bank hanya sebagai pelaku penjual saja dan menjual nya kepada nasabah yang telah pasti mendapatkan keuntungannya,sedangkan di dalam mudharabah keuntungan yang di dapat oleh bank menjadi belum pasti,karena pelaku usaha yang menjalankan usahanya bisa untung dan bisa saja rugi selain itu bias saja si nasabah melakukan kecurangan,sehingga pihak bank pun membuat peraturan berupa jaminan (rahn) yang bertujuan untuk mengantisipasi resiko apabila nasabah tidak dapat memenuhi kewajiban sebagaimana dimuat dalam akad karena kelalaian ataupun kecurangan yan disebabkan karena moral hazard si pengusaha.dan jaminan (rahn) hanya dapat di eksekusi apabila terbukti melakukan pelanggaran yang telah disepakati didalam akad.senada dengan fatwa DSN MUI nomer 07/DSN-MUI/IV/2000 dijelaskan bahwa pada perinsipnya dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan,namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan maka bank dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Penyimpangan yang dilakukan bisa berupa membuat laporan keuangan yang tidak sesuai dengan kenyataan seperti keuntungan 200$ malah dilaporkan menjadi50$,oleh karena itu bank syariah dapat memninimalisir risiko kerugian akibat dari pembiayaan yang bermasalah dengan cara jaminan misalnya,karena dana bank yang diberikan kepada mudharib meripakan dana yang berasal dari nasabah lain yang mempunyai kelebihan dana,oleh karena itu bank harus bersikap amanah dan bertanggung jawab serta berperinsip kehati-hatian dalam penyaluran dana atuapun dalam pemberian keridit,karena apabila hal tersebut tidak dipegang oleh bank manaka bank akan menjadi kekurangan kepercayaan dari masyarakat sehingga likuiditas bank pun menjadi tidak baik juga,sehingga jaminan pada bank syariah merupakan langkah yang tepat karena dalam kondisi pebisnis atau usaha yang masi kurang tingkat kepercayaan pada mudharib maka bank syariah apabila tidak memberlakukan jaminan maka posisi bank menjadi tidak pasti,walaupun pada perinsip paling utama pelaksanaan akad mudharabah adalah kepercayaan,tapi karena jaminan itu amat sangat diperlukan juga agar pihak bank tidak menjadi korban penipuan selain itu pula jaminan tidak digunakan untuk kegiatan yang bertujuan untuk menzholimi namun diposisikan pada pengganti kerugian,selain itu manfaat yang dapat diambil oleh perbankan syariah berkaitan dengan jaminan adalah:
1.Menjaga kemungkinan nasabah untuk lalai dan main-main dengan fasilitas yang diberikan oleh bank
2. Memberikan keamanan bagi segenap penabung dan pemegang deposito bahwa dananya tidak akan hilang begitu saja jika nasabah peminjam ingkar janji karena suatu asset atau barang (marhun) yang dipegang oleh bank syariah
3.Jika rahn ditetapkan dalam mekanisme pegadaian,maka sudah barang tentu akan membantu saudara-saudara kita yang kesulitan dana terutama di daerah-daerah
4. Bank menerima biaya konkrit yang harus dibayar oleh nasabah untuk pemeliharaan dankeamanan asset tersebut.jika penahanan asset berdasarkan fidusia maka nasabah juga harus membayar biaya asuransi yang besarnya sesuai dengan yang berlaku secara umum.
Resiko yang mungkin terdapat pada rahn apabila diterapkan sebagai produk adalah adanya resiko penurunan nilai asset yang ditahan atau rusak.bagaimanapun juga masih sedikitnya produk-produk perbankan syariah yang beredar dan dikenal oleh masyarakat Indonesia,sehingga produk rahn ini merupakan salah satu alternatife produk baru yang dapat dikeluarkan.
Dasar-Dasar Efektifitas Kerjasama Mudharabah
A. Dasar Kepercayaan/Dasar Moralitas
Dari latar belakang sejarahmudharabah yang telah sedikitdipaparkan di atas menunjukkanbahwa kemunculannya ditopang olehadanya unsur kepercayaan di antarapemilik modal dan pelaku usaha.Seorang pemilik modal yangtujuannya mencari keuntungan, tidakmungkin memberikan uangnyasebagai modal untuk usaha yangkekuasaan mengelolanya di tanganpelaku usaha, jika tidakadaunsursaling percaya. Sebab pemilik modaltidak diperbolehkan ikut di dalampengelolaan. Pengelolaan suatuusaha bisnis ada padakekuasaanpelaku usaha.Seorang pemilik modal yang ikutmengelola atau menguasaipengelolaan suatu bisnis yang
dilakukan oleh pelaku usaha, makaini tidak dapat disebut mudharabah,meskipun pelaku usaha adalahsangat profesional. Hal ini disebabkan karena dasar mudharabah adalahgabungan antara pemilik modal disatu pihak dan pelaku usaha di pihak
lain. Jika pemilik modal ikut danmenguasai pengelolaan maka terjadipercampuran yang akan sulit dalammengatur hak dan kewajiban masingmasingpihak dalam mudharabah.
B. Pemberian Syarat-Syarat dalam Mudharabah
Di dalam mudharabah, seorang pemilik modal dapat memberikan persyaratan-persyaratan tertentuagar dana yang dikeluarkan menjadiefektif dan efisien. Efektif dalam pengertian tujuan dikeluarkannyadana untuk suatu kegiatan bisnis dapat tercapai yaitu menghasilkan keuntungan. Efisien dalam pengertian sesuai dengan prinsip ekonomi bisnismodal yang dikeluarkan dapat menghasilkan keuntungan semaksimal mungkin.Pemberian syarat-syarat tertentuoleh pemilik modal dapat berupa
keharusan digunakannya dana untuk sektor ekonomi bisnis tertentu. Atau untuk suatu sektor ekonomi bisnis tertentu. Atau untuk suatu sector ekonomi tertentu di wilayah tertentu atau persyaratan mengenai jangka waktu usaha atau persyaratan lain
yang dapat disepakati bersama.Persyaratan-persyaratan tersebut dapat mempunyai makna secara positif; (1) sebagai bagian yang diperbolehkan dalam kerjasama mudharabah yang secara tidak langsung sebagai usaha untuk ikut memikirkan bisnis yang dilakuka noleh pelaku usaha; (2) sebagai bagianyang secara tidak langsung sebagai kontrol dalam bisnis yang dilakukan oleh pelaku usaha; (3) secara tidak langsung sebagai dorongan yang secara psikologis akan dapat memberikan semangat kerja sesuai dengan kesepakatan mudharabah.
C Profesionalitas Pelaku Usaha
Di atas telah dipaparkan bahwa mudharabah merupakan wadah bagi bersatunya modal dan keahlian. Oleh karena itu keahlian atau profesionalitas merupakan hal yang sangat penting di dalam mudharabah. Maka pemilik modal yang tidak mengetahui Kedudukan, Fungsi, dan Problematika profesionalitas pelaku usaha akan mempunyai resiko yang besar terhadap dana yang dikeluarkan.Pelaku usaha yang profesionalitasnya dalam bidang batikakan beresiko tinggi jika dibiayai oleh pemilik modal untuk melakukan bisnis jeans misalnya. Dengan demikian untuk mengurangi resiko kerugian, pemilik modal harus mengetahui profesionalitas pelaku usaha. Sektor ekonomi tertentu yang sesuai dengan profesionalitas pelaku usaha. Sektor ekonomi tertentu yang sesuai dengan profesionalitas inilah yang dapat dipersyaratkan oleh pemilik modal di dalam membiayai bisnis pelaku usaha, sehingga dapat memberikan motivasi kerja sesuai dengan profesionalitasnya.
D. Untung dan Rugi di Dalam Mudharabah
Dalam dunia ekonomi,keuntungan merupakan tujuan setiap aktivitas bisnis. Semua pihak yang terkait di dalamnya selalu berorientasi pada keuntungan.Prinsip ekonomi mengatakan bahwa dengan segala modal minimal bertujuan untuk memperoleh keuntungan maksimal. Namun dalam realitas dunia bisnis kadang terjadi sebaliknya. Yaitu terjadi kerugian. Ini berarti bahwa untung atau rugi adalah realitas dunia ekonomi. Namun kerugian bukanlah keinginan. Setiap perilaku bisnis pasti tidak menginginkan kerugian, tetapi selalu menginginkan keuntungan.Oleh karena itu setiap aktivitas bisnis selalu menginginkan keuntungan, maka selalu berusaha untuk menghindari kerugian. Dalam menghindari kerugian, bisa jadi seseorang melakukan perbuatan yang merugikan orang lain. Atau bahkan untuk menambah keuntungan,seseorang kadang merugikan orang lain. Namun demikian setiap aktivitas bisnis selalu mempunyai teka-teki untung rugi.Bisa jadi untung dan bisa jadi rugi.Maka persoalannya adalah jangan sampai terjadi seseorang yang berkecimpung di dalam dunia bisnis tidak mau rugi dengan cara merugikan pihak lain.Bisa jadi seseorang dalam melakukan aktivitas bisnis selalu berusaha sedemikian rupa berbuat sesuatu agar bisnis yang akan dilakukan tidak menderita kerugian.Jika ini dilakukan dalam batas-bataswajar yang diperbolehkan oleh hukum, tidaklah menjadi persoalan. Namun jika seseorang melakukan perjanjian bisnis dengan pihak lain dan menempatkan pihak lain dalam kedudukan yang tidak seimbang,maka keadaannya tidak menjadi wajar dan akan merugikan orang lain. Ketidak seimbangan kedudukan diantara pihak-pihak dalam suatu perjanjian berpotensi menimbulkan eksploitasi.Dalam keadaan yang demikian,hukum mengambil peranan untuk mengatur hak dan kewajiban antara pihak-pihak yang terkait di dalamnya, agar keuntungan yang menjadi tujuan setiap aktivitas ekonomi dapat berjalan tanpa melanggar hak orang lain. Setiap aktivitas ekonomi yang bertujuan untuk mencari keuntungan harus tidak menimbulkan kerugian pihak lain.Oleh kerjasama mudharabah selalu berdasarkan prinsip mencari keuntungan, maka keuntungan merupakan persoalan yang harus secara tegas ditentukan cara-cara pembagiannya. Maka secara hukum,perjanjian mudharabah harus mengatur persoalan keuntungan.Sebaliknya, tidak pernah ada keinginan untuk menderita kerugian Kedudukan, Fungsi, dan Problematika dalam mudharabah. Maka para ilmuwan hukum Islam klasik tidak mengharuskan adanya pengaturan kerugian kerugian dalam perjanjian mudharabah. Namun sesuatu yang tidak diinginkan kadang-kadang terjadi dalam kenyataan. Jika ternyata bisnis yang dibiayai oleh pemilik modal, menderita kerugian,maka kerugian yang bersifat finansial,yaitu berkurangnya modal, maka harus menjadi tanggung jawab pemilik modal. Pelaku usaha tidak dapat dibebani kerugian finansial.Pelaku usaha hanya dapat menanggung kerugian waktu, tenaga dan keahliannya.Namun demikian, jika kerugian yang diderita pelaku usaha adalah akibat kesalahannya, atau karena keteledorannya, atau karena melanggar perjanjiannya, maka tetap menjadi tanggung jawab pelaku usaha. Pemilik modal tidak dapat dibebani kerugian yang demikian ini.
Dasar Hukum Jaminan di Dalam Hukum Islam
Dalam hukum Islam, jaminan diistilahkan dengan ar-rahn. Dasar pijakanar-Rahn di dalam hukum Islam adalah al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 283, yangartinya “..Dan jika kamu dalam perjalanan(dalam bermuamalah tidak secara tunai),sedang kamu tidak mendapatkan seorang penulis, maka hendaklah ada jaminanyang dipegang.Di dalam Hadis riwayat Bukhari dan Muslim diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW membeli makanan dari seorang Yahudi dengan menjadikan baju besinya sebagai barang jaminan.Menurut para ilmuwan hukum Islam,jaminan yang diberikan Rasulullah tersebut adalah peristiwa pertama tentang jaminan di dalam Islam. Artinya Rasul memperkenalkan jaminan ini untuk dijadikan sumber hukum Islam.
Pengertian Jaminan dalam Hukum Islam
Jaminan dalam bahasa Arab adalahar-Rahn. Secara epistemologis,kata ar-Rahn mempunyai pengertian tetap atau kekal atau jaminan. Para ilmuwan hukumyang menganut aliran Maliki mendefinisikan ar-Rahn sebagai Harta yang dijadikan pemiliknya sebagai jaminan utang yang bersifat mengikat.Menurut para ilmuwan hukum Islam aliran Hanafi, ar-Rahn adalah menjadikan sesuatu (barang) sebagi jaminan terhadap hak (piutang) yang mungkin dijadikan pembayar hak (piutang) itu, baik seluruhnya maupun sebagiannya.Sedangkan para ilmuwan hukum Islam aliran Syafii mengartikan ar-Rahn sebagai menjadikan materi (barang)sebagai jaminan utang, yang dapat dijadikan pembayar utang, apabila orang yang berutang tidak dapat membayar utangnya itu.
Syarat-Syarat Sahnya Jaminan
Untuh sahnya suatu jaminan,mayoritas ilmuwan hukum Islammemberikan ketentuan sebagai berikut:
a. Harus ada pemberi jaminan (ar-Rahn)
b. Harus ada yang menerima jaminan yaitu yang memberikan utang (almurtahin).
c. Harus cakap berbuat hukum. Artinyadapat menanggung hak dan kewajiban. Menurut Imam Hanafi,anak kecil (mumayiz) dapat melakukan transaksi ar-Rahn denganpersetujuan walinya.
d. Harus ada ijab dan qabul.Untuk sahnya jaminan harus ada:
1. Persetujuan antara yang memberikan jaminan dan yang menerima jaminana tau orangyang memberikan utang.Persetujuan itu mencakup hal-hal yang dapat memperlancar hubungan Kedudukan, Fungsi, dan Problematika utang piutang antara kreditur dan debitur. Oleh karena itu persyaratan persyaratan yang bertentangan atau yang menghambat tujuan adanya jaminan adalah tidak diperbolehkan,yang menjadikan tidak sahnya jaminan.
2. Harus ada utang piutang. Jaminana dalah untuk menjamin suatu utang.Oleh karena itu tidak ada jaminan tanpa utang piutang. Untuk adanya jaminan maka dipersyaratkan adanya utang piutang. Dengan demikian jaminan merupakan perjanjian tambahan yang dalam literatur hukum berat disebut dengan perjanjian asessoir. Dalam hokum Islam adanya utang ini diperyaratkan:
a. bahwa utang merupakan kewajiban debitur yang harus dilunasi kepada kreditur;
b. bahwa utang tersebut boleh dilunasi dengan jaminan, jika ternyata kemudian debitur ingkar janji;
c. bahwa utang yang dijamin itu harus jelas dan tertentu. Artinya dalam jumlah yang jelas dan utang tertentu.
d. Harus ada harta yang dijadikan jaminan Harta yang dijadikan jaminan itu harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a1. Barang yang dijadikan jaminan dapatdijual;
b1. Nilai barang jaminan adalah seimbang dengan utang;
c1. Barang jaminan harus bernilai hartadan dapat dimanfaatkan dalampengertian mempunyai manfaat.Maka minuman ganja misalnya, tidakdapat dijadikan jaminan karena tidakmempunyai manfaat, meskipunmempunyai nilai harta;
d. Barang jaminan adalah jelas dantertentu wujud dan jenisnya;
e. Barang jaminan adalam milik sah orang yang berutang;
f. Barang jaminan tidak terkait denganhak orang lain;
g. Barang jaminan itu merupakan barangyang utuh dan tidak bertebaran dalamberbagai tempat yang menyilitkan;
h. Barang jaminan dapat diserahkansecara materi, atau secara alas hakatau pemanfaatannya.Dalam uraian di atas telah disinggungbahwa jaminan bukan merupakanperjanjian pokok. Jaminan bukan merupakan perjanjian yang berdiri sendiri.Jaminan merupakan perjanjian tambahan yang terjadi karena adanya perjanjian pokok, yaitu utang piutang. Jaminanbukan merupakan perjanjian pokok,sehingga perjanjian jaminan tidak dapatberdiri sendiri. Oleh karena itu para ilmuwan hukum Islam menentukan bahwa jaminan (ar-Rahn) baru dianggap sempurna jika pihak debitur sebagai orang yang berhutang telah menerima utang dari pihak kreditur sebagai pihak yang berpiutang dan barang jaminan telah diserahkan secara hukum berdasarkan alas hak oleh debitur sebagai pihak yangberhutang kepada kreditur sebagai pihak yang berpiutang.Kesempurnaan jaminan ini didasarkan pada al-Qur’an surat al baqarahayat 283 yang menentukan “farihanun maqbudhah” yang artinya “makahendaklah ada barang yang dipegang”.Artinya barang jaminan itu berada dalam kekuasaan orang yang memberikan utang.Tentu saja penyerahan barang dari orangyang berutang kepada orang yang memberikan utang itu sesuai dengan barang jaminannya. Oleh karena itu jika jaminan berupa tanah, maka tidak
mungkin tanah itu diberikan secara fisik,tetapi dapat berupa alat bukti hak(sertifikat). Demikian juga jika jaminan itu sepeda motor, maka yang diserahkan dapat berupa alat bukti kepemilikannya(BPKB).Seperti yang telah dipaparkan didalam pembahasan dasar falsafah mudharabah di muka, bahwa mudharabaha dalah kerjasama. Yaitu gabungan antara Kedudukan, Fungsi, dan Problematika modal dan keahlian usaha yang dikerjasamakan. Oleh karena kerjasama
di sini bersifat langsung, maka kedudukan modal dan keahlian usaha adalah sama dan sederajat. Maka pelaku usaha mempunyai kedudukan yang sama dengan pemilik modal. Oleh karena dalam kedudukan yang sama maka ahli hokum Islam klasik menentukan tidak diperbolehkannya pemilik modal memintaj aminan kepada pelaku usaha. Sebab pemilik usaha yang mensyaratkan adanya jaminan didalam mudharabah menempatkan pelaku usaha tidak sama dan sederajat dengan pemilik modal. Keahlian usaha tidak ditempatkan pada kedudukan yang sama dan sederajat dengan modal. Modal dianggap lebih tinggi kedudukannya dan peranannya di dalam mudharabah.Realitas dalam dunia perbankan menunjukkan bahwa jaminan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari perjanjian antara bank dan nasabah pengguna dana. Meskipun secara teoritis dalam perbankan konvensional dimungkinkan adanya pinjaman tanpa jaminan, namun dalam realitas tidak dapat dilakukan, sehingga jaminan merupakan persyaratan bagi nasabah pengguna dana perbankan konvensional. Realitas ini dapat dipahami:
1. Dalam perbankan konvensional hubungan bank dan nasabah pengguna dana adalah hubungan pinjam meminjam atau utang piutang;
2. Untuk mengurangi resiko hilangnya dana yang telah dikeluarkan bank;
3. Sebagai motifasi pengguna dana untuk bertanggung jawab terhadap penggunaan dana yang bukan miliknya sendiri.Dalam Islam jaminan adalah diperbolehkan berdasarkan al-Qur’an dan Hadis Namun pembolehan itu adalah dalam utang piutang. Sebab dalam utang piutang atau pinjam meminjam , kedudukan antara yang meminjamkan dan yang meminjam adalah sebagai kreditur dan debitur. Kedudukannya tidak sejajar atau tidak sederajat. Ketidak sejajaran dan ketidak sederajatannya inilah yang menjadi alasan diperbolehkannya jaminan di dalam al-Qur’an. Utang piutang atau pinjam meminjam bukan merupakan kerjasama, maka jaminan adalah dibolehkan. Oleh karena mudharabah bukan utang piutang atau bukan pinjam meminjam, maka para ahli hukum Islam tidak membolehkan jaminan. Namun dalam realitas perbankan syari’ah yang mengunakan instrumen mudharabah dalam memberikan pembiayaan kepada pelaku usaha, dipersyaratkan adanya jaminan. Maka secara hukum, jaminan bukan merupakan bagian dari perjanjian mudharabah. Jaminan berada di luar perjanjian mudharabah. Untuk mengetahui adanya realitas jaminan dalam perjanjian pembiayaan mudharabah secara lebih utuh diperlukan penelitian.
Rukun Mudharabah
Sedangkan rukun dalam mudharabah berdasarkan Jumhur Ulama ada 3 yaitu dua orang yang melakukan akad (al-aqidani),modal ( ma’qud alaih), dan shighat (ijab dan qabul).ulama syafi’iyah lebih memerinci lagi menjadi lima rukun,yaitu modal,pekerja,laba,shighat,dan dua orang yang berakad.[1]
Syarat sah Mudharabah
Syarat Aqidani
Disyaratkan bagi orang yang melakukan akad,yakni pemilik modal dan pengusaha adalah ahli dalam mewakilkan atau menjadi wakil.
Syarat Modal
a. Modal harus berupa uang,seperti dinar,dirham,dan sejenisnya yaitu segala sesuatu yang memungkinkan dalam perkongsian.[2]
b. Modal harus diketahui dengan jelas dan memiliki ukuran
c. Modal harus ada dan bukan berupa utang bukan berarti harus ada di tempat akad.
d. Modal harus diberikan kepada pengusaha
3. Syarat Laba
a. Laba harus memiliki ukuran
Ulama Malikiyah membolehkan pengusaha mensyaratkan semua laba untuknya.[3]
b. Laba harus berupa bagian yang umum (Masyhur)
Pembagian keuntungan di dalam pembiayaan mudharabah memiliki berbagai macam kode etik yaitu:
1. Keuntungan berdasarkan kedua belah pihak ,tapi kerugian berasal dari pemilik modal
2. Keuntungan dijadikan sebagai cadangan modal
3. Pengelola tidak boleh mengambil keuntungan sebelum masa pembagian
4. Hak mendapatkan keuntungan tidak akan diperoleh salah satu pihak sebelum dilakukan perhitungan akhir terhadap usaha tersebut.
Kalangan ahli fikih Hanafiyah[4] dan Malikiyah [5] membolehkan kalau terjadi kerugian harus ditutupi dengan keuntungan yang telah dibagikan.
Kembali kepada pokok permasalahan, pada gadai dalam mudharabah kedudukan-kedudukan lembaga penjamin memiliki dua filosofi yaitu untuk mengurangi spekulasi bank syariah atas resiko ketidakpastian keuntungan atau kerugian pengusaha dalam mengelola dana bank syariah,dan yang terakhir bank syariah memiliki fungsi sebagai lembaga yang berperan dalam meningkatkan kegiatan ekonomisesuai dengan kemaslahatan umat.
Lembaga-lembga penjamin harus juga memiliki berbagai macam criteria,seperti:
1. Memiliki kompetensi dalam mengembangkan perbankan syariah
2. Memiliki komitmen pengelola sector rill
3. memiliki keterkaitan dengan pihak bank syariah supaya tidak terjebak sebagai lembaga broker.
Mengenai keberadaan lembaga penjamin dalam produk mudharabah adalah:
1. Lembaga penjamin dalam paraktek mudharabah
Pengusaha mengajukan pembiayaan kepada bank syariah lalu bank melakukan peninjauan studi kelayakan setelah itu lembaga penjamin memberikan rekomendasi kepada bank syariah mengenai kelayakan pembiayaan yang diajukan oleh pihak penguaha.bila layak, bank syariah memberikan dana yang sesuai dengan yang diajukan dan yang telah direkomendasikan lembaga penjamin,setelah usahanya jalan lembaga penjamin akan melakukan survey lapangan misalnya seminggu sekali atau sebulan sekali,dengan begitu bank syariah mendapatkan laporan mengenai prospek dan jalannya perkembangan usaha nasabah selama menggunakan dana bank.
2. Lembaga penjamin dan kombinasi produk
Pengkombinasian prinsip bagi hasil dengan prinsip lain memiliki tujuan supaya:
a. Produk bagi hasil memiliki daya tarik bagi pihak bank ataupun nasabah
b. Mengurangi ketidakpastian resikoyang dihadapi bank syariah dalam mengeluarkan dana
c. Menunjukan bahwa bank syariah akomodatif dengan masalah-masalah yang berkembang di masyarakat
Adapun mengenai produk bank syariah yang bias diakomodasikan ada empat yaitu:
1. Produk al-Istishna wa al-Mudharabah Muqayyadah
Produk tersebut merupakan kombinasi dari produk al-istishna dengan al-mudharabah muqayyadah.pertama pengusaha mengajukan pembiayaan jenis ini pada bank syariah,lalu bank syariah melalui rekomendasi lembaga penjamin membeli barang-barang produksi yang dipesan pengusaha kapada produsen,selanjutnya bank memberikan barang pada pengusaha dengan pelunasan yang menyicil dengan perinsip mudharabah
2. Produk al-ijarah al-muntahia bi-tamlik wa al-mudharabah muqayyadah (IJMM)
produk ini merupakan kombinasi dari al-ijarah al-muntahia bi-tamlik dan al-mudharabah muqayyadah.pengusaha mengajukan pembiayaan jenis ini pada bank syariah,keudian dengan rekomendasi lembaga penjamin menghubungi supplier guna memenuhi barang produksi yang akan disewakan pada pengusaha,setelah itu bank memberikan barang tersebut pada pengusaha,cara membayar sewa dengan cara mengangsur dengan prinsip bagi hasil
3. Produk al-hiwalah wa al-mudharabah muqayyadah
Produk ini kombinasi anatara al-hiwalah dan al-mudharabah muqayyadah, melalui lembaga penjamin, bank syariah melakukan studi kelayakan dari pemindahan utang tersebut (hiwalah),bila lembaga penjamin merekomendasikan tidak bermasalah maka pembiayaan ini akan diproses oleh bank syariah dan pelunasan dengan cara mengangsur dengan perinsip bagi hasil.
4. Produk al-rahn wa al-mudharabah muqayyadah
Produk ini merupakan kombinasi antara produk al-rahn dan al-mudharabah muqayyadah.nasabah ingin mendapatkan pembiayaan jenis ini lalu pengusaha menjamin barangnya kepada bank untukk mendapatkan dana guna membeli barang produktif,selanjutnya lembaga penjamin melakukan studi kelayakan atas usaha pengusaha,bila rekomendasi lembaga penjamin tersebut menyatakan bahwa pengusaha layak mendapat dana maka bank mencairkan dana,dan pelunasan dengan cara mengangsur dengan perinsip bagi hasil.
Kesimpulan Solusi dan saran
Jadi di dalam pempaparan makalah yang telah saya tulis bahwa jaminan dalam mudharabah harus ada sesuai pula dengan fatwa DSN MUI nomer 07/DSN-MUI/IV/2000 dijelaskan bahwa pada perinsipnya dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan,namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan maka bank dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga.dan jaminan tersebut hanya dapat dicairkan bila mudharib terbukti melakukan pelanggaran/penympangan ,lalai,dan curang.dengan demikian jaminan disini tidak berfungsi sebagai pengganti pengembalian modal yang disalurkan pada nasabah untuk usaha,tetapi jaminan tersebut posisinya sebagai ganti rugi kalau benar-benar terjadi kelalaian kecurangan dan pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha/nasabah,dan bank dinyatakan rugi karena faktor diatas,baru bank dapat mengeksekusi jaminan nasabah.apabila nilai jaminan itu lebih maka sisa dari hasil eksekusi dapat dikembalikan kepada nasabah/ pengusaha tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Syafei,Rachmat, Fiqih Muamalah, Bandung,Pustaka Setia,2006.
Ash-Shawi,Shalah & Abdullah al-Mushlih,Fikih Ekonomi Keuangan Islam,Jakarta,Darul Haq,2008.
[1] Muhammad Asy-Syarbini,Op.Cit.,juz II.hlm.310
[2] Wahbah Al-juhaili, Al-Fiqh Al-islami wa Adillatuh, juz IV, hlm . 844
[3] Ibn Rusyd, Bidayah Al-Mujtahid wa Nihayah Al-Muqtashid, juz II,hlm.335
[4] Lihat al-Mughni oleh Ibnu Qudamah,5/178-179.
[5] Al-Muhadzdzab oleh Abu Ishaq Asy-Syairazi,1/387.
jaminan mudharabah
NAMA : M. SYAFIQ UMAM
KELAS : PS/3/D
NIM : 107046101813
TUGAS : FIQIH MUAMALAH
AKAD JAMINAN DALAM MUDHARABAH
Mudharabah adalah akad (transaksi) antara dua pihak. Salah satu pihak menyerahkan harta (modal) kepada yang lain agar diperdagangkan, dengan pembagian keuntungan di antara keduanya sesuai dengan kesepakatan. Sehingga mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua pihak atau lebih. Dalam hal ini, pemilik modal (shahib al mal atau investor) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan.
Bentuk ini menegaskan kerjasama dengan kontribusi 100% modal dari shahib al mal yaitu pihak bank dan keahlian (pengelola) dari mudharib yaitu dari pelaksana usaha.kegiatan mudharabah dan jaminannya erat sekaali dilakukan dan menjadi hal yang cukup penting di perbankan syariah,walaupun kerap kali mudharabah tidak dijadikan hal-hal pembiayaan yang bersifat pokok di perbankan,dan yang menjadi kegiatan usaha pokok di perbankan syariah adalah pembiayaan berupa murabahah yaitu jual – beli dan bank mendapatkan margin dari kegiatan jual beli tersebut.
Fungsi pokok bank adalah sebagai pihak financial intermediary yaitu pihak yang menjadi perantara antara nasabah sebagai lembaga yang bertugas untuk menyalurkan dana dan memfounding dana dari masyarakat yang mempunyai kelebihan dana.dan tugas yang disebutkan sebelumnya diakui dalam ajaran islam,selain itu pula dalam bank syariah (Islamic bank) menanamkan atau memegang teguh perinsip untuk menegakan kedailan,kejujuran,gharar,maysir,israf,dan moral hazard yang telah dilarang oleh syariah.didalam bank syariah terdapat pembiayaan seperti mudharabah,pembiayaan tersebut meerupakan pembiayaan yang dianjurkan di dalam syariah karena dari pembiayaan mudharabah dapat menyebabkan sektor rill terdukung dan juga kestabilan ekonomi pun akan terjadi tetapi bank syariah kurang berminat terhadap produk pembiayaan mudharabah hal ini disebabkan karena:
1. Sumber dana bank yang sebagian jangka pendek kurang dapat digunakan untuk membiayai bagi hasil yang biasanya jangka panjang
2. Pengusaha cenderung kurang berminat menggunakan bagi hasil karena lebih memiolih bunga yang memiliki tingkat keuntungan pasti
3. Kebanyakan yang memilih modal bagi hasil adalah mereka yang berbisnis dengan resiko tinggi
4. Untuk meyakinkan bank bahwa usahanya akan memberikan untung tinggi,pengusaha terdorong untuk membuat proyeksi bisnis yang upper
5. Banyak pengusaha yang memiliki dua pembukuan,dimana pembukuan yang diberikan kepada bank tingkat keuntungan lebih rendah
Dari poin – poin yang disebutkan diatas menjadikan bank sangat berhati-hati dalam menawarkan pembiayaan mudharabah.keadaan tersebut menjadikan bank syariah dalam menjalankan operasi lebih berorientasi pada bisnis,kurang memperhatikan kemaslahatan umat. Keadaan ini tidak lepas dari posisi pembiayaan bank dalam produk mudharabah dalam kontrak perkatek hokum ekonomi Indonesia yang berhubungan dengan produk bank syariah.Bank syariah kurang mendapat jaminan dari hokum yang ada,jika terdapat kecurangan dari pihak pengusaha dalam menggunakan dana. Keadaan ini berlaku sampai saat ini sehingga bank syariah mengeluarkan dana didasarkan atas dasar kepercayaan ,dimana bank dapat dipercaya bila didukung atas kelengkapan administrasi dari pengusaha.oleh karena itu masyarakat yang menggunakan perinsip bagi hasil memiliki status orang yang dipercaya oleh bank syariah untuk memutar uang di sector rill.namun dengan kepercayaan ini,tidak berarti bank syariah membiarkan pengusaha menjalankanusahanya sendiri sebab bank syariah memiliki fungsi kemaslahatan.jadi bank syariah memiliki peluang untuk mengendalikan usaha nasabah untuk komit terhadap kesepakatan penggunaan dana.tetapi dalam perakteknya bank syariah tidak memiliki kemampuan untuk mendampingi pengusaha sepenuhnya.inilah yang menjadikan bank kurang bias memprediksikan bahkan cenderung bersepekuasi atas perkembangan usaha yang dilakukan pengusaha,apalagi nanti pada saat penyampaian laporan keuangan bank tidak memiliki control penuh melakukan visitasi dalam laporan kegiatn tresebut.
berbeda dengan murabahah,di dalam murabahah bank hanya sebagai pelaku penjual saja dan menjual nya kepada nasabah yang telah pasti mendapatkan keuntungannya,sedangkan di dalam mudharabah keuntungan yang di dapat oleh bank menjadi belum pasti,karena pelaku usaha yang menjalankan usahanya bisa untung dan bisa saja rugi selain itu bias saja si nasabah melakukan kecurangan,sehingga pihak bank pun membuat peraturan berupa jaminan (rahn) yang bertujuan untuk mengantisipasi resiko apabila nasabah tidak dapat memenuhi kewajiban sebagaimana dimuat dalam akad karena kelalaian ataupun kecurangan yan disebabkan karena moral hazard si pengusaha.dan jaminan (rahn) hanya dapat di eksekusi apabila terbukti melakukan pelanggaran yang telah disepakati didalam akad.senada dengan fatwa DSN MUI nomer 07/DSN-MUI/IV/2000 dijelaskan bahwa pada perinsipnya dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan,namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan maka bank dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Penyimpangan yang dilakukan bisa berupa membuat laporan keuangan yang tidak sesuai dengan kenyataan seperti keuntungan 200$ malah dilaporkan menjadi50$,oleh karena itu bank syariah dapat memninimalisir risiko kerugian akibat dari pembiayaan yang bermasalah dengan cara jaminan misalnya,karena dana bank yang diberikan kepada mudharib meripakan dana yang berasal dari nasabah lain yang mempunyai kelebihan dana,oleh karena itu bank harus bersikap amanah dan bertanggung jawab serta berperinsip kehati-hatian dalam penyaluran dana atuapun dalam pemberian keridit,karena apabila hal tersebut tidak dipegang oleh bank manaka bank akan menjadi kekurangan kepercayaan dari masyarakat sehingga likuiditas bank pun menjadi tidak baik juga,sehingga jaminan pada bank syariah merupakan langkah yang tepat karena dalam kondisi pebisnis atau usaha yang masi kurang tingkat kepercayaan pada mudharib maka bank syariah apabila tidak memberlakukan jaminan maka posisi bank menjadi tidak pasti,walaupun pada perinsip paling utama pelaksanaan akad mudharabah adalah kepercayaan,tapi karena jaminan itu amat sangat diperlukan juga agar pihak bank tidak menjadi korban penipuan selain itu pula jaminan tidak digunakan untuk kegiatan yang bertujuan untuk menzholimi namun diposisikan pada pengganti kerugian,selain itu manfaat yang dapat diambil oleh perbankan syariah berkaitan dengan jaminan adalah:
1.Menjaga kemungkinan nasabah untuk lalai dan main-main dengan fasilitas yang diberikan oleh bank
2. Memberikan keamanan bagi segenap penabung dan pemegang deposito bahwa dananya tidak akan hilang begitu saja jika nasabah peminjam ingkar janji karena suatu asset atau barang (marhun) yang dipegang oleh bank syariah
3.Jika rahn ditetapkan dalam mekanisme pegadaian,maka sudah barang tentu akan membantu saudara-saudara kita yang kesulitan dana terutama di daerah-daerah
4. Bank menerima biaya konkrit yang harus dibayar oleh nasabah untuk pemeliharaan dankeamanan asset tersebut.jika penahanan asset berdasarkan fidusia maka nasabah juga harus membayar biaya asuransi yang besarnya sesuai dengan yang berlaku secara umum.
Resiko yang mungkin terdapat pada rahn apabila diterapkan sebagai produk adalah adanya resiko penurunan nilai asset yang ditahan atau rusak.bagaimanapun juga masih sedikitnya produk-produk perbankan syariah yang beredar dan dikenal oleh masyarakat Indonesia,sehingga produk rahn ini merupakan salah satu alternatife produk baru yang dapat dikeluarkan.
Dasar-Dasar Efektifitas Kerjasama Mudharabah
A. Dasar Kepercayaan/Dasar Moralitas
Dari latar belakang sejarahmudharabah yang telah sedikitdipaparkan di atas menunjukkanbahwa kemunculannya ditopang olehadanya unsur kepercayaan di antarapemilik modal dan pelaku usaha.Seorang pemilik modal yangtujuannya mencari keuntungan, tidakmungkin memberikan uangnyasebagai modal untuk usaha yangkekuasaan mengelolanya di tanganpelaku usaha, jika tidakadaunsursaling percaya. Sebab pemilik modaltidak diperbolehkan ikut di dalampengelolaan. Pengelolaan suatuusaha bisnis ada padakekuasaanpelaku usaha.Seorang pemilik modal yang ikutmengelola atau menguasaipengelolaan suatu bisnis yang
dilakukan oleh pelaku usaha, makaini tidak dapat disebut mudharabah,meskipun pelaku usaha adalahsangat profesional. Hal ini disebabkan karena dasar mudharabah adalahgabungan antara pemilik modal disatu pihak dan pelaku usaha di pihak
lain. Jika pemilik modal ikut danmenguasai pengelolaan maka terjadipercampuran yang akan sulit dalammengatur hak dan kewajiban masingmasingpihak dalam mudharabah.
B. Pemberian Syarat-Syarat dalam Mudharabah
Di dalam mudharabah, seorang pemilik modal dapat memberikan persyaratan-persyaratan tertentuagar dana yang dikeluarkan menjadiefektif dan efisien. Efektif dalam pengertian tujuan dikeluarkannyadana untuk suatu kegiatan bisnis dapat tercapai yaitu menghasilkan keuntungan. Efisien dalam pengertian sesuai dengan prinsip ekonomi bisnismodal yang dikeluarkan dapat menghasilkan keuntungan semaksimal mungkin.Pemberian syarat-syarat tertentuoleh pemilik modal dapat berupa
keharusan digunakannya dana untuk sektor ekonomi bisnis tertentu. Atau untuk suatu sektor ekonomi bisnis tertentu. Atau untuk suatu sector ekonomi tertentu di wilayah tertentu atau persyaratan mengenai jangka waktu usaha atau persyaratan lain
yang dapat disepakati bersama.Persyaratan-persyaratan tersebut dapat mempunyai makna secara positif; (1) sebagai bagian yang diperbolehkan dalam kerjasama mudharabah yang secara tidak langsung sebagai usaha untuk ikut memikirkan bisnis yang dilakuka noleh pelaku usaha; (2) sebagai bagianyang secara tidak langsung sebagai kontrol dalam bisnis yang dilakukan oleh pelaku usaha; (3) secara tidak langsung sebagai dorongan yang secara psikologis akan dapat memberikan semangat kerja sesuai dengan kesepakatan mudharabah.
C Profesionalitas Pelaku Usaha
Di atas telah dipaparkan bahwa mudharabah merupakan wadah bagi bersatunya modal dan keahlian. Oleh karena itu keahlian atau profesionalitas merupakan hal yang sangat penting di dalam mudharabah. Maka pemilik modal yang tidak mengetahui Kedudukan, Fungsi, dan Problematika profesionalitas pelaku usaha akan mempunyai resiko yang besar terhadap dana yang dikeluarkan.Pelaku usaha yang profesionalitasnya dalam bidang batikakan beresiko tinggi jika dibiayai oleh pemilik modal untuk melakukan bisnis jeans misalnya. Dengan demikian untuk mengurangi resiko kerugian, pemilik modal harus mengetahui profesionalitas pelaku usaha. Sektor ekonomi tertentu yang sesuai dengan profesionalitas pelaku usaha. Sektor ekonomi tertentu yang sesuai dengan profesionalitas inilah yang dapat dipersyaratkan oleh pemilik modal di dalam membiayai bisnis pelaku usaha, sehingga dapat memberikan motivasi kerja sesuai dengan profesionalitasnya.
D. Untung dan Rugi di Dalam Mudharabah
Dalam dunia ekonomi,keuntungan merupakan tujuan setiap aktivitas bisnis. Semua pihak yang terkait di dalamnya selalu berorientasi pada keuntungan.Prinsip ekonomi mengatakan bahwa dengan segala modal minimal bertujuan untuk memperoleh keuntungan maksimal. Namun dalam realitas dunia bisnis kadang terjadi sebaliknya. Yaitu terjadi kerugian. Ini berarti bahwa untung atau rugi adalah realitas dunia ekonomi. Namun kerugian bukanlah keinginan. Setiap perilaku bisnis pasti tidak menginginkan kerugian, tetapi selalu menginginkan keuntungan.Oleh karena itu setiap aktivitas bisnis selalu menginginkan keuntungan, maka selalu berusaha untuk menghindari kerugian. Dalam menghindari kerugian, bisa jadi seseorang melakukan perbuatan yang merugikan orang lain. Atau bahkan untuk menambah keuntungan,seseorang kadang merugikan orang lain. Namun demikian setiap aktivitas bisnis selalu mempunyai teka-teki untung rugi.Bisa jadi untung dan bisa jadi rugi.Maka persoalannya adalah jangan sampai terjadi seseorang yang berkecimpung di dalam dunia bisnis tidak mau rugi dengan cara merugikan pihak lain.Bisa jadi seseorang dalam melakukan aktivitas bisnis selalu berusaha sedemikian rupa berbuat sesuatu agar bisnis yang akan dilakukan tidak menderita kerugian.Jika ini dilakukan dalam batas-bataswajar yang diperbolehkan oleh hukum, tidaklah menjadi persoalan. Namun jika seseorang melakukan perjanjian bisnis dengan pihak lain dan menempatkan pihak lain dalam kedudukan yang tidak seimbang,maka keadaannya tidak menjadi wajar dan akan merugikan orang lain. Ketidak seimbangan kedudukan diantara pihak-pihak dalam suatu perjanjian berpotensi menimbulkan eksploitasi.Dalam keadaan yang demikian,hukum mengambil peranan untuk mengatur hak dan kewajiban antara pihak-pihak yang terkait di dalamnya, agar keuntungan yang menjadi tujuan setiap aktivitas ekonomi dapat berjalan tanpa melanggar hak orang lain. Setiap aktivitas ekonomi yang bertujuan untuk mencari keuntungan harus tidak menimbulkan kerugian pihak lain.Oleh kerjasama mudharabah selalu berdasarkan prinsip mencari keuntungan, maka keuntungan merupakan persoalan yang harus secara tegas ditentukan cara-cara pembagiannya. Maka secara hukum,perjanjian mudharabah harus mengatur persoalan keuntungan.Sebaliknya, tidak pernah ada keinginan untuk menderita kerugian Kedudukan, Fungsi, dan Problematika dalam mudharabah. Maka para ilmuwan hukum Islam klasik tidak mengharuskan adanya pengaturan kerugian kerugian dalam perjanjian mudharabah. Namun sesuatu yang tidak diinginkan kadang-kadang terjadi dalam kenyataan. Jika ternyata bisnis yang dibiayai oleh pemilik modal, menderita kerugian,maka kerugian yang bersifat finansial,yaitu berkurangnya modal, maka harus menjadi tanggung jawab pemilik modal. Pelaku usaha tidak dapat dibebani kerugian finansial.Pelaku usaha hanya dapat menanggung kerugian waktu, tenaga dan keahliannya.Namun demikian, jika kerugian yang diderita pelaku usaha adalah akibat kesalahannya, atau karena keteledorannya, atau karena melanggar perjanjiannya, maka tetap menjadi tanggung jawab pelaku usaha. Pemilik modal tidak dapat dibebani kerugian yang demikian ini.
Dasar Hukum Jaminan di Dalam Hukum Islam
Dalam hukum Islam, jaminan diistilahkan dengan ar-rahn. Dasar pijakanar-Rahn di dalam hukum Islam adalah al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 283, yangartinya “..Dan jika kamu dalam perjalanan(dalam bermuamalah tidak secara tunai),sedang kamu tidak mendapatkan seorang penulis, maka hendaklah ada jaminanyang dipegang.Di dalam Hadis riwayat Bukhari dan Muslim diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW membeli makanan dari seorang Yahudi dengan menjadikan baju besinya sebagai barang jaminan.Menurut para ilmuwan hukum Islam,jaminan yang diberikan Rasulullah tersebut adalah peristiwa pertama tentang jaminan di dalam Islam. Artinya Rasul memperkenalkan jaminan ini untuk dijadikan sumber hukum Islam.
Pengertian Jaminan dalam Hukum Islam
Jaminan dalam bahasa Arab adalahar-Rahn. Secara epistemologis,kata ar-Rahn mempunyai pengertian tetap atau kekal atau jaminan. Para ilmuwan hukumyang menganut aliran Maliki mendefinisikan ar-Rahn sebagai Harta yang dijadikan pemiliknya sebagai jaminan utang yang bersifat mengikat.Menurut para ilmuwan hukum Islam aliran Hanafi, ar-Rahn adalah menjadikan sesuatu (barang) sebagi jaminan terhadap hak (piutang) yang mungkin dijadikan pembayar hak (piutang) itu, baik seluruhnya maupun sebagiannya.Sedangkan para ilmuwan hukum Islam aliran Syafii mengartikan ar-Rahn sebagai menjadikan materi (barang)sebagai jaminan utang, yang dapat dijadikan pembayar utang, apabila orang yang berutang tidak dapat membayar utangnya itu.
Syarat-Syarat Sahnya Jaminan
Untuh sahnya suatu jaminan,mayoritas ilmuwan hukum Islammemberikan ketentuan sebagai berikut:
a. Harus ada pemberi jaminan (ar-Rahn)
b. Harus ada yang menerima jaminan yaitu yang memberikan utang (almurtahin).
c. Harus cakap berbuat hukum. Artinyadapat menanggung hak dan kewajiban. Menurut Imam Hanafi,anak kecil (mumayiz) dapat melakukan transaksi ar-Rahn denganpersetujuan walinya.
d. Harus ada ijab dan qabul.Untuk sahnya jaminan harus ada:
1. Persetujuan antara yang memberikan jaminan dan yang menerima jaminana tau orangyang memberikan utang.Persetujuan itu mencakup hal-hal yang dapat memperlancar hubungan Kedudukan, Fungsi, dan Problematika utang piutang antara kreditur dan debitur. Oleh karena itu persyaratan persyaratan yang bertentangan atau yang menghambat tujuan adanya jaminan adalah tidak diperbolehkan,yang menjadikan tidak sahnya jaminan.
2. Harus ada utang piutang. Jaminana dalah untuk menjamin suatu utang.Oleh karena itu tidak ada jaminan tanpa utang piutang. Untuk adanya jaminan maka dipersyaratkan adanya utang piutang. Dengan demikian jaminan merupakan perjanjian tambahan yang dalam literatur hukum berat disebut dengan perjanjian asessoir. Dalam hokum Islam adanya utang ini diperyaratkan:
a. bahwa utang merupakan kewajiban debitur yang harus dilunasi kepada kreditur;
b. bahwa utang tersebut boleh dilunasi dengan jaminan, jika ternyata kemudian debitur ingkar janji;
c. bahwa utang yang dijamin itu harus jelas dan tertentu. Artinya dalam jumlah yang jelas dan utang tertentu.
d. Harus ada harta yang dijadikan jaminan Harta yang dijadikan jaminan itu harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a1. Barang yang dijadikan jaminan dapatdijual;
b1. Nilai barang jaminan adalah seimbang dengan utang;
c1. Barang jaminan harus bernilai hartadan dapat dimanfaatkan dalampengertian mempunyai manfaat.Maka minuman ganja misalnya, tidakdapat dijadikan jaminan karena tidakmempunyai manfaat, meskipunmempunyai nilai harta;
d. Barang jaminan adalah jelas dantertentu wujud dan jenisnya;
e. Barang jaminan adalam milik sah orang yang berutang;
f. Barang jaminan tidak terkait denganhak orang lain;
g. Barang jaminan itu merupakan barangyang utuh dan tidak bertebaran dalamberbagai tempat yang menyilitkan;
h. Barang jaminan dapat diserahkansecara materi, atau secara alas hakatau pemanfaatannya.Dalam uraian di atas telah disinggungbahwa jaminan bukan merupakanperjanjian pokok. Jaminan bukan merupakan perjanjian yang berdiri sendiri.Jaminan merupakan perjanjian tambahan yang terjadi karena adanya perjanjian pokok, yaitu utang piutang. Jaminanbukan merupakan perjanjian pokok,sehingga perjanjian jaminan tidak dapatberdiri sendiri. Oleh karena itu para ilmuwan hukum Islam menentukan bahwa jaminan (ar-Rahn) baru dianggap sempurna jika pihak debitur sebagai orang yang berhutang telah menerima utang dari pihak kreditur sebagai pihak yang berpiutang dan barang jaminan telah diserahkan secara hukum berdasarkan alas hak oleh debitur sebagai pihak yangberhutang kepada kreditur sebagai pihak yang berpiutang.Kesempurnaan jaminan ini didasarkan pada al-Qur’an surat al baqarahayat 283 yang menentukan “farihanun maqbudhah” yang artinya “makahendaklah ada barang yang dipegang”.Artinya barang jaminan itu berada dalam kekuasaan orang yang memberikan utang.Tentu saja penyerahan barang dari orangyang berutang kepada orang yang memberikan utang itu sesuai dengan barang jaminannya. Oleh karena itu jika jaminan berupa tanah, maka tidak
mungkin tanah itu diberikan secara fisik,tetapi dapat berupa alat bukti hak(sertifikat). Demikian juga jika jaminan itu sepeda motor, maka yang diserahkan dapat berupa alat bukti kepemilikannya(BPKB).Seperti yang telah dipaparkan didalam pembahasan dasar falsafah mudharabah di muka, bahwa mudharabaha dalah kerjasama. Yaitu gabungan antara Kedudukan, Fungsi, dan Problematika modal dan keahlian usaha yang dikerjasamakan. Oleh karena kerjasama
di sini bersifat langsung, maka kedudukan modal dan keahlian usaha adalah sama dan sederajat. Maka pelaku usaha mempunyai kedudukan yang sama dengan pemilik modal. Oleh karena dalam kedudukan yang sama maka ahli hokum Islam klasik menentukan tidak diperbolehkannya pemilik modal memintaj aminan kepada pelaku usaha. Sebab pemilik usaha yang mensyaratkan adanya jaminan didalam mudharabah menempatkan pelaku usaha tidak sama dan sederajat dengan pemilik modal. Keahlian usaha tidak ditempatkan pada kedudukan yang sama dan sederajat dengan modal. Modal dianggap lebih tinggi kedudukannya dan peranannya di dalam mudharabah.Realitas dalam dunia perbankan menunjukkan bahwa jaminan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari perjanjian antara bank dan nasabah pengguna dana. Meskipun secara teoritis dalam perbankan konvensional dimungkinkan adanya pinjaman tanpa jaminan, namun dalam realitas tidak dapat dilakukan, sehingga jaminan merupakan persyaratan bagi nasabah pengguna dana perbankan konvensional. Realitas ini dapat dipahami:
1. Dalam perbankan konvensional hubungan bank dan nasabah pengguna dana adalah hubungan pinjam meminjam atau utang piutang;
2. Untuk mengurangi resiko hilangnya dana yang telah dikeluarkan bank;
3. Sebagai motifasi pengguna dana untuk bertanggung jawab terhadap penggunaan dana yang bukan miliknya sendiri.Dalam Islam jaminan adalah diperbolehkan berdasarkan al-Qur’an dan Hadis Namun pembolehan itu adalah dalam utang piutang. Sebab dalam utang piutang atau pinjam meminjam , kedudukan antara yang meminjamkan dan yang meminjam adalah sebagai kreditur dan debitur. Kedudukannya tidak sejajar atau tidak sederajat. Ketidak sejajaran dan ketidak sederajatannya inilah yang menjadi alasan diperbolehkannya jaminan di dalam al-Qur’an. Utang piutang atau pinjam meminjam bukan merupakan kerjasama, maka jaminan adalah dibolehkan. Oleh karena mudharabah bukan utang piutang atau bukan pinjam meminjam, maka para ahli hukum Islam tidak membolehkan jaminan. Namun dalam realitas perbankan syari’ah yang mengunakan instrumen mudharabah dalam memberikan pembiayaan kepada pelaku usaha, dipersyaratkan adanya jaminan. Maka secara hukum, jaminan bukan merupakan bagian dari perjanjian mudharabah. Jaminan berada di luar perjanjian mudharabah. Untuk mengetahui adanya realitas jaminan dalam perjanjian pembiayaan mudharabah secara lebih utuh diperlukan penelitian.
Rukun Mudharabah
Sedangkan rukun dalam mudharabah berdasarkan Jumhur Ulama ada 3 yaitu dua orang yang melakukan akad (al-aqidani),modal ( ma’qud alaih), dan shighat (ijab dan qabul).ulama syafi’iyah lebih memerinci lagi menjadi lima rukun,yaitu modal,pekerja,laba,shighat,dan dua orang yang berakad.[1]
Syarat sah Mudharabah
Syarat Aqidani
Disyaratkan bagi orang yang melakukan akad,yakni pemilik modal dan pengusaha adalah ahli dalam mewakilkan atau menjadi wakil.
Syarat Modal
a. Modal harus berupa uang,seperti dinar,dirham,dan sejenisnya yaitu segala sesuatu yang memungkinkan dalam perkongsian.[2]
b. Modal harus diketahui dengan jelas dan memiliki ukuran
c. Modal harus ada dan bukan berupa utang bukan berarti harus ada di tempat akad.
d. Modal harus diberikan kepada pengusaha
3. Syarat Laba
a. Laba harus memiliki ukuran
Ulama Malikiyah membolehkan pengusaha mensyaratkan semua laba untuknya.[3]
b. Laba harus berupa bagian yang umum (Masyhur)
Pembagian keuntungan di dalam pembiayaan mudharabah memiliki berbagai macam kode etik yaitu:
1. Keuntungan berdasarkan kedua belah pihak ,tapi kerugian berasal dari pemilik modal
2. Keuntungan dijadikan sebagai cadangan modal
3. Pengelola tidak boleh mengambil keuntungan sebelum masa pembagian
4. Hak mendapatkan keuntungan tidak akan diperoleh salah satu pihak sebelum dilakukan perhitungan akhir terhadap usaha tersebut.
Kalangan ahli fikih Hanafiyah[4] dan Malikiyah [5] membolehkan kalau terjadi kerugian harus ditutupi dengan keuntungan yang telah dibagikan.
Kembali kepada pokok permasalahan, pada gadai dalam mudharabah kedudukan-kedudukan lembaga penjamin memiliki dua filosofi yaitu untuk mengurangi spekulasi bank syariah atas resiko ketidakpastian keuntungan atau kerugian pengusaha dalam mengelola dana bank syariah,dan yang terakhir bank syariah memiliki fungsi sebagai lembaga yang berperan dalam meningkatkan kegiatan ekonomisesuai dengan kemaslahatan umat.
Lembaga-lembga penjamin harus juga memiliki berbagai macam criteria,seperti:
1. Memiliki kompetensi dalam mengembangkan perbankan syariah
2. Memiliki komitmen pengelola sector rill
3. memiliki keterkaitan dengan pihak bank syariah supaya tidak terjebak sebagai lembaga broker.
Mengenai keberadaan lembaga penjamin dalam produk mudharabah adalah:
1. Lembaga penjamin dalam paraktek mudharabah
Pengusaha mengajukan pembiayaan kepada bank syariah lalu bank melakukan peninjauan studi kelayakan setelah itu lembaga penjamin memberikan rekomendasi kepada bank syariah mengenai kelayakan pembiayaan yang diajukan oleh pihak penguaha.bila layak, bank syariah memberikan dana yang sesuai dengan yang diajukan dan yang telah direkomendasikan lembaga penjamin,setelah usahanya jalan lembaga penjamin akan melakukan survey lapangan misalnya seminggu sekali atau sebulan sekali,dengan begitu bank syariah mendapatkan laporan mengenai prospek dan jalannya perkembangan usaha nasabah selama menggunakan dana bank.
2. Lembaga penjamin dan kombinasi produk
Pengkombinasian prinsip bagi hasil dengan prinsip lain memiliki tujuan supaya:
a. Produk bagi hasil memiliki daya tarik bagi pihak bank ataupun nasabah
b. Mengurangi ketidakpastian resikoyang dihadapi bank syariah dalam mengeluarkan dana
c. Menunjukan bahwa bank syariah akomodatif dengan masalah-masalah yang berkembang di masyarakat
Adapun mengenai produk bank syariah yang bias diakomodasikan ada empat yaitu:
1. Produk al-Istishna wa al-Mudharabah Muqayyadah
Produk tersebut merupakan kombinasi dari produk al-istishna dengan al-mudharabah muqayyadah.pertama pengusaha mengajukan pembiayaan jenis ini pada bank syariah,lalu bank syariah melalui rekomendasi lembaga penjamin membeli barang-barang produksi yang dipesan pengusaha kapada produsen,selanjutnya bank memberikan barang pada pengusaha dengan pelunasan yang menyicil dengan perinsip mudharabah
2. Produk al-ijarah al-muntahia bi-tamlik wa al-mudharabah muqayyadah (IJMM)
produk ini merupakan kombinasi dari al-ijarah al-muntahia bi-tamlik dan al-mudharabah muqayyadah.pengusaha mengajukan pembiayaan jenis ini pada bank syariah,keudian dengan rekomendasi lembaga penjamin menghubungi supplier guna memenuhi barang produksi yang akan disewakan pada pengusaha,setelah itu bank memberikan barang tersebut pada pengusaha,cara membayar sewa dengan cara mengangsur dengan prinsip bagi hasil
3. Produk al-hiwalah wa al-mudharabah muqayyadah
Produk ini kombinasi anatara al-hiwalah dan al-mudharabah muqayyadah, melalui lembaga penjamin, bank syariah melakukan studi kelayakan dari pemindahan utang tersebut (hiwalah),bila lembaga penjamin merekomendasikan tidak bermasalah maka pembiayaan ini akan diproses oleh bank syariah dan pelunasan dengan cara mengangsur dengan perinsip bagi hasil.
4. Produk al-rahn wa al-mudharabah muqayyadah
Produk ini merupakan kombinasi antara produk al-rahn dan al-mudharabah muqayyadah.nasabah ingin mendapatkan pembiayaan jenis ini lalu pengusaha menjamin barangnya kepada bank untukk mendapatkan dana guna membeli barang produktif,selanjutnya lembaga penjamin melakukan studi kelayakan atas usaha pengusaha,bila rekomendasi lembaga penjamin tersebut menyatakan bahwa pengusaha layak mendapat dana maka bank mencairkan dana,dan pelunasan dengan cara mengangsur dengan perinsip bagi hasil.
Kesimpulan Solusi dan saran
Jadi di dalam pempaparan makalah yang telah saya tulis bahwa jaminan dalam mudharabah harus ada sesuai pula dengan fatwa DSN MUI nomer 07/DSN-MUI/IV/2000 dijelaskan bahwa pada perinsipnya dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan,namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan maka bank dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga.dan jaminan tersebut hanya dapat dicairkan bila mudharib terbukti melakukan pelanggaran/penympangan ,lalai,dan curang.dengan demikian jaminan disini tidak berfungsi sebagai pengganti pengembalian modal yang disalurkan pada nasabah untuk usaha,tetapi jaminan tersebut posisinya sebagai ganti rugi kalau benar-benar terjadi kelalaian kecurangan dan pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha/nasabah,dan bank dinyatakan rugi karena faktor diatas,baru bank dapat mengeksekusi jaminan nasabah.apabila nilai jaminan itu lebih maka sisa dari hasil eksekusi dapat dikembalikan kepada nasabah/ pengusaha tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Syafei,Rachmat, Fiqih Muamalah, Bandung,Pustaka Setia,2006.
Ash-Shawi,Shalah & Abdullah al-Mushlih,Fikih Ekonomi Keuangan Islam,Jakarta,Darul Haq,2008.
[1] Muhammad Asy-Syarbini,Op.Cit.,juz II.hlm.310
[2] Wahbah Al-juhaili, Al-Fiqh Al-islami wa Adillatuh, juz IV, hlm . 844
[3] Ibn Rusyd, Bidayah Al-Mujtahid wa Nihayah Al-Muqtashid, juz II,hlm.335
[4] Lihat al-Mughni oleh Ibnu Qudamah,5/178-179.
[5] Al-Muhadzdzab oleh Abu Ishaq Asy-Syairazi,1/387.
KELAS : PS/3/D
NIM : 107046101813
TUGAS : FIQIH MUAMALAH
AKAD JAMINAN DALAM MUDHARABAH
Mudharabah adalah akad (transaksi) antara dua pihak. Salah satu pihak menyerahkan harta (modal) kepada yang lain agar diperdagangkan, dengan pembagian keuntungan di antara keduanya sesuai dengan kesepakatan. Sehingga mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua pihak atau lebih. Dalam hal ini, pemilik modal (shahib al mal atau investor) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan.
Bentuk ini menegaskan kerjasama dengan kontribusi 100% modal dari shahib al mal yaitu pihak bank dan keahlian (pengelola) dari mudharib yaitu dari pelaksana usaha.kegiatan mudharabah dan jaminannya erat sekaali dilakukan dan menjadi hal yang cukup penting di perbankan syariah,walaupun kerap kali mudharabah tidak dijadikan hal-hal pembiayaan yang bersifat pokok di perbankan,dan yang menjadi kegiatan usaha pokok di perbankan syariah adalah pembiayaan berupa murabahah yaitu jual – beli dan bank mendapatkan margin dari kegiatan jual beli tersebut.
Fungsi pokok bank adalah sebagai pihak financial intermediary yaitu pihak yang menjadi perantara antara nasabah sebagai lembaga yang bertugas untuk menyalurkan dana dan memfounding dana dari masyarakat yang mempunyai kelebihan dana.dan tugas yang disebutkan sebelumnya diakui dalam ajaran islam,selain itu pula dalam bank syariah (Islamic bank) menanamkan atau memegang teguh perinsip untuk menegakan kedailan,kejujuran,gharar,maysir,israf,dan moral hazard yang telah dilarang oleh syariah.didalam bank syariah terdapat pembiayaan seperti mudharabah,pembiayaan tersebut meerupakan pembiayaan yang dianjurkan di dalam syariah karena dari pembiayaan mudharabah dapat menyebabkan sektor rill terdukung dan juga kestabilan ekonomi pun akan terjadi tetapi bank syariah kurang berminat terhadap produk pembiayaan mudharabah hal ini disebabkan karena:
1. Sumber dana bank yang sebagian jangka pendek kurang dapat digunakan untuk membiayai bagi hasil yang biasanya jangka panjang
2. Pengusaha cenderung kurang berminat menggunakan bagi hasil karena lebih memiolih bunga yang memiliki tingkat keuntungan pasti
3. Kebanyakan yang memilih modal bagi hasil adalah mereka yang berbisnis dengan resiko tinggi
4. Untuk meyakinkan bank bahwa usahanya akan memberikan untung tinggi,pengusaha terdorong untuk membuat proyeksi bisnis yang upper
5. Banyak pengusaha yang memiliki dua pembukuan,dimana pembukuan yang diberikan kepada bank tingkat keuntungan lebih rendah
Dari poin – poin yang disebutkan diatas menjadikan bank sangat berhati-hati dalam menawarkan pembiayaan mudharabah.keadaan tersebut menjadikan bank syariah dalam menjalankan operasi lebih berorientasi pada bisnis,kurang memperhatikan kemaslahatan umat. Keadaan ini tidak lepas dari posisi pembiayaan bank dalam produk mudharabah dalam kontrak perkatek hokum ekonomi Indonesia yang berhubungan dengan produk bank syariah.Bank syariah kurang mendapat jaminan dari hokum yang ada,jika terdapat kecurangan dari pihak pengusaha dalam menggunakan dana. Keadaan ini berlaku sampai saat ini sehingga bank syariah mengeluarkan dana didasarkan atas dasar kepercayaan ,dimana bank dapat dipercaya bila didukung atas kelengkapan administrasi dari pengusaha.oleh karena itu masyarakat yang menggunakan perinsip bagi hasil memiliki status orang yang dipercaya oleh bank syariah untuk memutar uang di sector rill.namun dengan kepercayaan ini,tidak berarti bank syariah membiarkan pengusaha menjalankanusahanya sendiri sebab bank syariah memiliki fungsi kemaslahatan.jadi bank syariah memiliki peluang untuk mengendalikan usaha nasabah untuk komit terhadap kesepakatan penggunaan dana.tetapi dalam perakteknya bank syariah tidak memiliki kemampuan untuk mendampingi pengusaha sepenuhnya.inilah yang menjadikan bank kurang bias memprediksikan bahkan cenderung bersepekuasi atas perkembangan usaha yang dilakukan pengusaha,apalagi nanti pada saat penyampaian laporan keuangan bank tidak memiliki control penuh melakukan visitasi dalam laporan kegiatn tresebut.
berbeda dengan murabahah,di dalam murabahah bank hanya sebagai pelaku penjual saja dan menjual nya kepada nasabah yang telah pasti mendapatkan keuntungannya,sedangkan di dalam mudharabah keuntungan yang di dapat oleh bank menjadi belum pasti,karena pelaku usaha yang menjalankan usahanya bisa untung dan bisa saja rugi selain itu bias saja si nasabah melakukan kecurangan,sehingga pihak bank pun membuat peraturan berupa jaminan (rahn) yang bertujuan untuk mengantisipasi resiko apabila nasabah tidak dapat memenuhi kewajiban sebagaimana dimuat dalam akad karena kelalaian ataupun kecurangan yan disebabkan karena moral hazard si pengusaha.dan jaminan (rahn) hanya dapat di eksekusi apabila terbukti melakukan pelanggaran yang telah disepakati didalam akad.senada dengan fatwa DSN MUI nomer 07/DSN-MUI/IV/2000 dijelaskan bahwa pada perinsipnya dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan,namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan maka bank dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Penyimpangan yang dilakukan bisa berupa membuat laporan keuangan yang tidak sesuai dengan kenyataan seperti keuntungan 200$ malah dilaporkan menjadi50$,oleh karena itu bank syariah dapat memninimalisir risiko kerugian akibat dari pembiayaan yang bermasalah dengan cara jaminan misalnya,karena dana bank yang diberikan kepada mudharib meripakan dana yang berasal dari nasabah lain yang mempunyai kelebihan dana,oleh karena itu bank harus bersikap amanah dan bertanggung jawab serta berperinsip kehati-hatian dalam penyaluran dana atuapun dalam pemberian keridit,karena apabila hal tersebut tidak dipegang oleh bank manaka bank akan menjadi kekurangan kepercayaan dari masyarakat sehingga likuiditas bank pun menjadi tidak baik juga,sehingga jaminan pada bank syariah merupakan langkah yang tepat karena dalam kondisi pebisnis atau usaha yang masi kurang tingkat kepercayaan pada mudharib maka bank syariah apabila tidak memberlakukan jaminan maka posisi bank menjadi tidak pasti,walaupun pada perinsip paling utama pelaksanaan akad mudharabah adalah kepercayaan,tapi karena jaminan itu amat sangat diperlukan juga agar pihak bank tidak menjadi korban penipuan selain itu pula jaminan tidak digunakan untuk kegiatan yang bertujuan untuk menzholimi namun diposisikan pada pengganti kerugian,selain itu manfaat yang dapat diambil oleh perbankan syariah berkaitan dengan jaminan adalah:
1.Menjaga kemungkinan nasabah untuk lalai dan main-main dengan fasilitas yang diberikan oleh bank
2. Memberikan keamanan bagi segenap penabung dan pemegang deposito bahwa dananya tidak akan hilang begitu saja jika nasabah peminjam ingkar janji karena suatu asset atau barang (marhun) yang dipegang oleh bank syariah
3.Jika rahn ditetapkan dalam mekanisme pegadaian,maka sudah barang tentu akan membantu saudara-saudara kita yang kesulitan dana terutama di daerah-daerah
4. Bank menerima biaya konkrit yang harus dibayar oleh nasabah untuk pemeliharaan dankeamanan asset tersebut.jika penahanan asset berdasarkan fidusia maka nasabah juga harus membayar biaya asuransi yang besarnya sesuai dengan yang berlaku secara umum.
Resiko yang mungkin terdapat pada rahn apabila diterapkan sebagai produk adalah adanya resiko penurunan nilai asset yang ditahan atau rusak.bagaimanapun juga masih sedikitnya produk-produk perbankan syariah yang beredar dan dikenal oleh masyarakat Indonesia,sehingga produk rahn ini merupakan salah satu alternatife produk baru yang dapat dikeluarkan.
Dasar-Dasar Efektifitas Kerjasama Mudharabah
A. Dasar Kepercayaan/Dasar Moralitas
Dari latar belakang sejarahmudharabah yang telah sedikitdipaparkan di atas menunjukkanbahwa kemunculannya ditopang olehadanya unsur kepercayaan di antarapemilik modal dan pelaku usaha.Seorang pemilik modal yangtujuannya mencari keuntungan, tidakmungkin memberikan uangnyasebagai modal untuk usaha yangkekuasaan mengelolanya di tanganpelaku usaha, jika tidakadaunsursaling percaya. Sebab pemilik modaltidak diperbolehkan ikut di dalampengelolaan. Pengelolaan suatuusaha bisnis ada padakekuasaanpelaku usaha.Seorang pemilik modal yang ikutmengelola atau menguasaipengelolaan suatu bisnis yang
dilakukan oleh pelaku usaha, makaini tidak dapat disebut mudharabah,meskipun pelaku usaha adalahsangat profesional. Hal ini disebabkan karena dasar mudharabah adalahgabungan antara pemilik modal disatu pihak dan pelaku usaha di pihak
lain. Jika pemilik modal ikut danmenguasai pengelolaan maka terjadipercampuran yang akan sulit dalammengatur hak dan kewajiban masingmasingpihak dalam mudharabah.
B. Pemberian Syarat-Syarat dalam Mudharabah
Di dalam mudharabah, seorang pemilik modal dapat memberikan persyaratan-persyaratan tertentuagar dana yang dikeluarkan menjadiefektif dan efisien. Efektif dalam pengertian tujuan dikeluarkannyadana untuk suatu kegiatan bisnis dapat tercapai yaitu menghasilkan keuntungan. Efisien dalam pengertian sesuai dengan prinsip ekonomi bisnismodal yang dikeluarkan dapat menghasilkan keuntungan semaksimal mungkin.Pemberian syarat-syarat tertentuoleh pemilik modal dapat berupa
keharusan digunakannya dana untuk sektor ekonomi bisnis tertentu. Atau untuk suatu sektor ekonomi bisnis tertentu. Atau untuk suatu sector ekonomi tertentu di wilayah tertentu atau persyaratan mengenai jangka waktu usaha atau persyaratan lain
yang dapat disepakati bersama.Persyaratan-persyaratan tersebut dapat mempunyai makna secara positif; (1) sebagai bagian yang diperbolehkan dalam kerjasama mudharabah yang secara tidak langsung sebagai usaha untuk ikut memikirkan bisnis yang dilakuka noleh pelaku usaha; (2) sebagai bagianyang secara tidak langsung sebagai kontrol dalam bisnis yang dilakukan oleh pelaku usaha; (3) secara tidak langsung sebagai dorongan yang secara psikologis akan dapat memberikan semangat kerja sesuai dengan kesepakatan mudharabah.
C Profesionalitas Pelaku Usaha
Di atas telah dipaparkan bahwa mudharabah merupakan wadah bagi bersatunya modal dan keahlian. Oleh karena itu keahlian atau profesionalitas merupakan hal yang sangat penting di dalam mudharabah. Maka pemilik modal yang tidak mengetahui Kedudukan, Fungsi, dan Problematika profesionalitas pelaku usaha akan mempunyai resiko yang besar terhadap dana yang dikeluarkan.Pelaku usaha yang profesionalitasnya dalam bidang batikakan beresiko tinggi jika dibiayai oleh pemilik modal untuk melakukan bisnis jeans misalnya. Dengan demikian untuk mengurangi resiko kerugian, pemilik modal harus mengetahui profesionalitas pelaku usaha. Sektor ekonomi tertentu yang sesuai dengan profesionalitas pelaku usaha. Sektor ekonomi tertentu yang sesuai dengan profesionalitas inilah yang dapat dipersyaratkan oleh pemilik modal di dalam membiayai bisnis pelaku usaha, sehingga dapat memberikan motivasi kerja sesuai dengan profesionalitasnya.
D. Untung dan Rugi di Dalam Mudharabah
Dalam dunia ekonomi,keuntungan merupakan tujuan setiap aktivitas bisnis. Semua pihak yang terkait di dalamnya selalu berorientasi pada keuntungan.Prinsip ekonomi mengatakan bahwa dengan segala modal minimal bertujuan untuk memperoleh keuntungan maksimal. Namun dalam realitas dunia bisnis kadang terjadi sebaliknya. Yaitu terjadi kerugian. Ini berarti bahwa untung atau rugi adalah realitas dunia ekonomi. Namun kerugian bukanlah keinginan. Setiap perilaku bisnis pasti tidak menginginkan kerugian, tetapi selalu menginginkan keuntungan.Oleh karena itu setiap aktivitas bisnis selalu menginginkan keuntungan, maka selalu berusaha untuk menghindari kerugian. Dalam menghindari kerugian, bisa jadi seseorang melakukan perbuatan yang merugikan orang lain. Atau bahkan untuk menambah keuntungan,seseorang kadang merugikan orang lain. Namun demikian setiap aktivitas bisnis selalu mempunyai teka-teki untung rugi.Bisa jadi untung dan bisa jadi rugi.Maka persoalannya adalah jangan sampai terjadi seseorang yang berkecimpung di dalam dunia bisnis tidak mau rugi dengan cara merugikan pihak lain.Bisa jadi seseorang dalam melakukan aktivitas bisnis selalu berusaha sedemikian rupa berbuat sesuatu agar bisnis yang akan dilakukan tidak menderita kerugian.Jika ini dilakukan dalam batas-bataswajar yang diperbolehkan oleh hukum, tidaklah menjadi persoalan. Namun jika seseorang melakukan perjanjian bisnis dengan pihak lain dan menempatkan pihak lain dalam kedudukan yang tidak seimbang,maka keadaannya tidak menjadi wajar dan akan merugikan orang lain. Ketidak seimbangan kedudukan diantara pihak-pihak dalam suatu perjanjian berpotensi menimbulkan eksploitasi.Dalam keadaan yang demikian,hukum mengambil peranan untuk mengatur hak dan kewajiban antara pihak-pihak yang terkait di dalamnya, agar keuntungan yang menjadi tujuan setiap aktivitas ekonomi dapat berjalan tanpa melanggar hak orang lain. Setiap aktivitas ekonomi yang bertujuan untuk mencari keuntungan harus tidak menimbulkan kerugian pihak lain.Oleh kerjasama mudharabah selalu berdasarkan prinsip mencari keuntungan, maka keuntungan merupakan persoalan yang harus secara tegas ditentukan cara-cara pembagiannya. Maka secara hukum,perjanjian mudharabah harus mengatur persoalan keuntungan.Sebaliknya, tidak pernah ada keinginan untuk menderita kerugian Kedudukan, Fungsi, dan Problematika dalam mudharabah. Maka para ilmuwan hukum Islam klasik tidak mengharuskan adanya pengaturan kerugian kerugian dalam perjanjian mudharabah. Namun sesuatu yang tidak diinginkan kadang-kadang terjadi dalam kenyataan. Jika ternyata bisnis yang dibiayai oleh pemilik modal, menderita kerugian,maka kerugian yang bersifat finansial,yaitu berkurangnya modal, maka harus menjadi tanggung jawab pemilik modal. Pelaku usaha tidak dapat dibebani kerugian finansial.Pelaku usaha hanya dapat menanggung kerugian waktu, tenaga dan keahliannya.Namun demikian, jika kerugian yang diderita pelaku usaha adalah akibat kesalahannya, atau karena keteledorannya, atau karena melanggar perjanjiannya, maka tetap menjadi tanggung jawab pelaku usaha. Pemilik modal tidak dapat dibebani kerugian yang demikian ini.
Dasar Hukum Jaminan di Dalam Hukum Islam
Dalam hukum Islam, jaminan diistilahkan dengan ar-rahn. Dasar pijakanar-Rahn di dalam hukum Islam adalah al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 283, yangartinya “..Dan jika kamu dalam perjalanan(dalam bermuamalah tidak secara tunai),sedang kamu tidak mendapatkan seorang penulis, maka hendaklah ada jaminanyang dipegang.Di dalam Hadis riwayat Bukhari dan Muslim diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW membeli makanan dari seorang Yahudi dengan menjadikan baju besinya sebagai barang jaminan.Menurut para ilmuwan hukum Islam,jaminan yang diberikan Rasulullah tersebut adalah peristiwa pertama tentang jaminan di dalam Islam. Artinya Rasul memperkenalkan jaminan ini untuk dijadikan sumber hukum Islam.
Pengertian Jaminan dalam Hukum Islam
Jaminan dalam bahasa Arab adalahar-Rahn. Secara epistemologis,kata ar-Rahn mempunyai pengertian tetap atau kekal atau jaminan. Para ilmuwan hukumyang menganut aliran Maliki mendefinisikan ar-Rahn sebagai Harta yang dijadikan pemiliknya sebagai jaminan utang yang bersifat mengikat.Menurut para ilmuwan hukum Islam aliran Hanafi, ar-Rahn adalah menjadikan sesuatu (barang) sebagi jaminan terhadap hak (piutang) yang mungkin dijadikan pembayar hak (piutang) itu, baik seluruhnya maupun sebagiannya.Sedangkan para ilmuwan hukum Islam aliran Syafii mengartikan ar-Rahn sebagai menjadikan materi (barang)sebagai jaminan utang, yang dapat dijadikan pembayar utang, apabila orang yang berutang tidak dapat membayar utangnya itu.
Syarat-Syarat Sahnya Jaminan
Untuh sahnya suatu jaminan,mayoritas ilmuwan hukum Islammemberikan ketentuan sebagai berikut:
a. Harus ada pemberi jaminan (ar-Rahn)
b. Harus ada yang menerima jaminan yaitu yang memberikan utang (almurtahin).
c. Harus cakap berbuat hukum. Artinyadapat menanggung hak dan kewajiban. Menurut Imam Hanafi,anak kecil (mumayiz) dapat melakukan transaksi ar-Rahn denganpersetujuan walinya.
d. Harus ada ijab dan qabul.Untuk sahnya jaminan harus ada:
1. Persetujuan antara yang memberikan jaminan dan yang menerima jaminana tau orangyang memberikan utang.Persetujuan itu mencakup hal-hal yang dapat memperlancar hubungan Kedudukan, Fungsi, dan Problematika utang piutang antara kreditur dan debitur. Oleh karena itu persyaratan persyaratan yang bertentangan atau yang menghambat tujuan adanya jaminan adalah tidak diperbolehkan,yang menjadikan tidak sahnya jaminan.
2. Harus ada utang piutang. Jaminana dalah untuk menjamin suatu utang.Oleh karena itu tidak ada jaminan tanpa utang piutang. Untuk adanya jaminan maka dipersyaratkan adanya utang piutang. Dengan demikian jaminan merupakan perjanjian tambahan yang dalam literatur hukum berat disebut dengan perjanjian asessoir. Dalam hokum Islam adanya utang ini diperyaratkan:
a. bahwa utang merupakan kewajiban debitur yang harus dilunasi kepada kreditur;
b. bahwa utang tersebut boleh dilunasi dengan jaminan, jika ternyata kemudian debitur ingkar janji;
c. bahwa utang yang dijamin itu harus jelas dan tertentu. Artinya dalam jumlah yang jelas dan utang tertentu.
d. Harus ada harta yang dijadikan jaminan Harta yang dijadikan jaminan itu harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a1. Barang yang dijadikan jaminan dapatdijual;
b1. Nilai barang jaminan adalah seimbang dengan utang;
c1. Barang jaminan harus bernilai hartadan dapat dimanfaatkan dalampengertian mempunyai manfaat.Maka minuman ganja misalnya, tidakdapat dijadikan jaminan karena tidakmempunyai manfaat, meskipunmempunyai nilai harta;
d. Barang jaminan adalah jelas dantertentu wujud dan jenisnya;
e. Barang jaminan adalam milik sah orang yang berutang;
f. Barang jaminan tidak terkait denganhak orang lain;
g. Barang jaminan itu merupakan barangyang utuh dan tidak bertebaran dalamberbagai tempat yang menyilitkan;
h. Barang jaminan dapat diserahkansecara materi, atau secara alas hakatau pemanfaatannya.Dalam uraian di atas telah disinggungbahwa jaminan bukan merupakanperjanjian pokok. Jaminan bukan merupakan perjanjian yang berdiri sendiri.Jaminan merupakan perjanjian tambahan yang terjadi karena adanya perjanjian pokok, yaitu utang piutang. Jaminanbukan merupakan perjanjian pokok,sehingga perjanjian jaminan tidak dapatberdiri sendiri. Oleh karena itu para ilmuwan hukum Islam menentukan bahwa jaminan (ar-Rahn) baru dianggap sempurna jika pihak debitur sebagai orang yang berhutang telah menerima utang dari pihak kreditur sebagai pihak yang berpiutang dan barang jaminan telah diserahkan secara hukum berdasarkan alas hak oleh debitur sebagai pihak yangberhutang kepada kreditur sebagai pihak yang berpiutang.Kesempurnaan jaminan ini didasarkan pada al-Qur’an surat al baqarahayat 283 yang menentukan “farihanun maqbudhah” yang artinya “makahendaklah ada barang yang dipegang”.Artinya barang jaminan itu berada dalam kekuasaan orang yang memberikan utang.Tentu saja penyerahan barang dari orangyang berutang kepada orang yang memberikan utang itu sesuai dengan barang jaminannya. Oleh karena itu jika jaminan berupa tanah, maka tidak
mungkin tanah itu diberikan secara fisik,tetapi dapat berupa alat bukti hak(sertifikat). Demikian juga jika jaminan itu sepeda motor, maka yang diserahkan dapat berupa alat bukti kepemilikannya(BPKB).Seperti yang telah dipaparkan didalam pembahasan dasar falsafah mudharabah di muka, bahwa mudharabaha dalah kerjasama. Yaitu gabungan antara Kedudukan, Fungsi, dan Problematika modal dan keahlian usaha yang dikerjasamakan. Oleh karena kerjasama
di sini bersifat langsung, maka kedudukan modal dan keahlian usaha adalah sama dan sederajat. Maka pelaku usaha mempunyai kedudukan yang sama dengan pemilik modal. Oleh karena dalam kedudukan yang sama maka ahli hokum Islam klasik menentukan tidak diperbolehkannya pemilik modal memintaj aminan kepada pelaku usaha. Sebab pemilik usaha yang mensyaratkan adanya jaminan didalam mudharabah menempatkan pelaku usaha tidak sama dan sederajat dengan pemilik modal. Keahlian usaha tidak ditempatkan pada kedudukan yang sama dan sederajat dengan modal. Modal dianggap lebih tinggi kedudukannya dan peranannya di dalam mudharabah.Realitas dalam dunia perbankan menunjukkan bahwa jaminan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari perjanjian antara bank dan nasabah pengguna dana. Meskipun secara teoritis dalam perbankan konvensional dimungkinkan adanya pinjaman tanpa jaminan, namun dalam realitas tidak dapat dilakukan, sehingga jaminan merupakan persyaratan bagi nasabah pengguna dana perbankan konvensional. Realitas ini dapat dipahami:
1. Dalam perbankan konvensional hubungan bank dan nasabah pengguna dana adalah hubungan pinjam meminjam atau utang piutang;
2. Untuk mengurangi resiko hilangnya dana yang telah dikeluarkan bank;
3. Sebagai motifasi pengguna dana untuk bertanggung jawab terhadap penggunaan dana yang bukan miliknya sendiri.Dalam Islam jaminan adalah diperbolehkan berdasarkan al-Qur’an dan Hadis Namun pembolehan itu adalah dalam utang piutang. Sebab dalam utang piutang atau pinjam meminjam , kedudukan antara yang meminjamkan dan yang meminjam adalah sebagai kreditur dan debitur. Kedudukannya tidak sejajar atau tidak sederajat. Ketidak sejajaran dan ketidak sederajatannya inilah yang menjadi alasan diperbolehkannya jaminan di dalam al-Qur’an. Utang piutang atau pinjam meminjam bukan merupakan kerjasama, maka jaminan adalah dibolehkan. Oleh karena mudharabah bukan utang piutang atau bukan pinjam meminjam, maka para ahli hukum Islam tidak membolehkan jaminan. Namun dalam realitas perbankan syari’ah yang mengunakan instrumen mudharabah dalam memberikan pembiayaan kepada pelaku usaha, dipersyaratkan adanya jaminan. Maka secara hukum, jaminan bukan merupakan bagian dari perjanjian mudharabah. Jaminan berada di luar perjanjian mudharabah. Untuk mengetahui adanya realitas jaminan dalam perjanjian pembiayaan mudharabah secara lebih utuh diperlukan penelitian.
Rukun Mudharabah
Sedangkan rukun dalam mudharabah berdasarkan Jumhur Ulama ada 3 yaitu dua orang yang melakukan akad (al-aqidani),modal ( ma’qud alaih), dan shighat (ijab dan qabul).ulama syafi’iyah lebih memerinci lagi menjadi lima rukun,yaitu modal,pekerja,laba,shighat,dan dua orang yang berakad.[1]
Syarat sah Mudharabah
Syarat Aqidani
Disyaratkan bagi orang yang melakukan akad,yakni pemilik modal dan pengusaha adalah ahli dalam mewakilkan atau menjadi wakil.
Syarat Modal
a. Modal harus berupa uang,seperti dinar,dirham,dan sejenisnya yaitu segala sesuatu yang memungkinkan dalam perkongsian.[2]
b. Modal harus diketahui dengan jelas dan memiliki ukuran
c. Modal harus ada dan bukan berupa utang bukan berarti harus ada di tempat akad.
d. Modal harus diberikan kepada pengusaha
3. Syarat Laba
a. Laba harus memiliki ukuran
Ulama Malikiyah membolehkan pengusaha mensyaratkan semua laba untuknya.[3]
b. Laba harus berupa bagian yang umum (Masyhur)
Pembagian keuntungan di dalam pembiayaan mudharabah memiliki berbagai macam kode etik yaitu:
1. Keuntungan berdasarkan kedua belah pihak ,tapi kerugian berasal dari pemilik modal
2. Keuntungan dijadikan sebagai cadangan modal
3. Pengelola tidak boleh mengambil keuntungan sebelum masa pembagian
4. Hak mendapatkan keuntungan tidak akan diperoleh salah satu pihak sebelum dilakukan perhitungan akhir terhadap usaha tersebut.
Kalangan ahli fikih Hanafiyah[4] dan Malikiyah [5] membolehkan kalau terjadi kerugian harus ditutupi dengan keuntungan yang telah dibagikan.
Kembali kepada pokok permasalahan, pada gadai dalam mudharabah kedudukan-kedudukan lembaga penjamin memiliki dua filosofi yaitu untuk mengurangi spekulasi bank syariah atas resiko ketidakpastian keuntungan atau kerugian pengusaha dalam mengelola dana bank syariah,dan yang terakhir bank syariah memiliki fungsi sebagai lembaga yang berperan dalam meningkatkan kegiatan ekonomisesuai dengan kemaslahatan umat.
Lembaga-lembga penjamin harus juga memiliki berbagai macam criteria,seperti:
1. Memiliki kompetensi dalam mengembangkan perbankan syariah
2. Memiliki komitmen pengelola sector rill
3. memiliki keterkaitan dengan pihak bank syariah supaya tidak terjebak sebagai lembaga broker.
Mengenai keberadaan lembaga penjamin dalam produk mudharabah adalah:
1. Lembaga penjamin dalam paraktek mudharabah
Pengusaha mengajukan pembiayaan kepada bank syariah lalu bank melakukan peninjauan studi kelayakan setelah itu lembaga penjamin memberikan rekomendasi kepada bank syariah mengenai kelayakan pembiayaan yang diajukan oleh pihak penguaha.bila layak, bank syariah memberikan dana yang sesuai dengan yang diajukan dan yang telah direkomendasikan lembaga penjamin,setelah usahanya jalan lembaga penjamin akan melakukan survey lapangan misalnya seminggu sekali atau sebulan sekali,dengan begitu bank syariah mendapatkan laporan mengenai prospek dan jalannya perkembangan usaha nasabah selama menggunakan dana bank.
2. Lembaga penjamin dan kombinasi produk
Pengkombinasian prinsip bagi hasil dengan prinsip lain memiliki tujuan supaya:
a. Produk bagi hasil memiliki daya tarik bagi pihak bank ataupun nasabah
b. Mengurangi ketidakpastian resikoyang dihadapi bank syariah dalam mengeluarkan dana
c. Menunjukan bahwa bank syariah akomodatif dengan masalah-masalah yang berkembang di masyarakat
Adapun mengenai produk bank syariah yang bias diakomodasikan ada empat yaitu:
1. Produk al-Istishna wa al-Mudharabah Muqayyadah
Produk tersebut merupakan kombinasi dari produk al-istishna dengan al-mudharabah muqayyadah.pertama pengusaha mengajukan pembiayaan jenis ini pada bank syariah,lalu bank syariah melalui rekomendasi lembaga penjamin membeli barang-barang produksi yang dipesan pengusaha kapada produsen,selanjutnya bank memberikan barang pada pengusaha dengan pelunasan yang menyicil dengan perinsip mudharabah
2. Produk al-ijarah al-muntahia bi-tamlik wa al-mudharabah muqayyadah (IJMM)
produk ini merupakan kombinasi dari al-ijarah al-muntahia bi-tamlik dan al-mudharabah muqayyadah.pengusaha mengajukan pembiayaan jenis ini pada bank syariah,keudian dengan rekomendasi lembaga penjamin menghubungi supplier guna memenuhi barang produksi yang akan disewakan pada pengusaha,setelah itu bank memberikan barang tersebut pada pengusaha,cara membayar sewa dengan cara mengangsur dengan prinsip bagi hasil
3. Produk al-hiwalah wa al-mudharabah muqayyadah
Produk ini kombinasi anatara al-hiwalah dan al-mudharabah muqayyadah, melalui lembaga penjamin, bank syariah melakukan studi kelayakan dari pemindahan utang tersebut (hiwalah),bila lembaga penjamin merekomendasikan tidak bermasalah maka pembiayaan ini akan diproses oleh bank syariah dan pelunasan dengan cara mengangsur dengan perinsip bagi hasil.
4. Produk al-rahn wa al-mudharabah muqayyadah
Produk ini merupakan kombinasi antara produk al-rahn dan al-mudharabah muqayyadah.nasabah ingin mendapatkan pembiayaan jenis ini lalu pengusaha menjamin barangnya kepada bank untukk mendapatkan dana guna membeli barang produktif,selanjutnya lembaga penjamin melakukan studi kelayakan atas usaha pengusaha,bila rekomendasi lembaga penjamin tersebut menyatakan bahwa pengusaha layak mendapat dana maka bank mencairkan dana,dan pelunasan dengan cara mengangsur dengan perinsip bagi hasil.
Kesimpulan Solusi dan saran
Jadi di dalam pempaparan makalah yang telah saya tulis bahwa jaminan dalam mudharabah harus ada sesuai pula dengan fatwa DSN MUI nomer 07/DSN-MUI/IV/2000 dijelaskan bahwa pada perinsipnya dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan,namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan maka bank dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga.dan jaminan tersebut hanya dapat dicairkan bila mudharib terbukti melakukan pelanggaran/penympangan ,lalai,dan curang.dengan demikian jaminan disini tidak berfungsi sebagai pengganti pengembalian modal yang disalurkan pada nasabah untuk usaha,tetapi jaminan tersebut posisinya sebagai ganti rugi kalau benar-benar terjadi kelalaian kecurangan dan pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha/nasabah,dan bank dinyatakan rugi karena faktor diatas,baru bank dapat mengeksekusi jaminan nasabah.apabila nilai jaminan itu lebih maka sisa dari hasil eksekusi dapat dikembalikan kepada nasabah/ pengusaha tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Syafei,Rachmat, Fiqih Muamalah, Bandung,Pustaka Setia,2006.
Ash-Shawi,Shalah & Abdullah al-Mushlih,Fikih Ekonomi Keuangan Islam,Jakarta,Darul Haq,2008.
[1] Muhammad Asy-Syarbini,Op.Cit.,juz II.hlm.310
[2] Wahbah Al-juhaili, Al-Fiqh Al-islami wa Adillatuh, juz IV, hlm . 844
[3] Ibn Rusyd, Bidayah Al-Mujtahid wa Nihayah Al-Muqtashid, juz II,hlm.335
[4] Lihat al-Mughni oleh Ibnu Qudamah,5/178-179.
[5] Al-Muhadzdzab oleh Abu Ishaq Asy-Syairazi,1/387.
pegadaian syariah
NAMA : M. SYAFIQ UMAM
KELAS : PS/3/D
NIM : 107046101813
AQAD DALAM GADAI SYARIAH
Pengertian
Pegadaian syariah adalah suatu produk jasa gadai yang berlandaskan pada prinsip-prinsip syariah, dimana nasabah dibebani terhadap biaya administrasi dan biaya dalam jasa simpan dan pemeliharaan barang jaminan.
Sedangkan perngertian pegadaian menurut pasal 1150 KUH perdata adalah suatu hak yang diperoleh seaseorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yanmg diserahkan kepadanya oleh seseorang yang berhutang atau oleh orang lain atas namanya dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang yang berpiutang lainnya, dengan pengecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya-biaya mena harus didahulukan.
Sedangkan pengertian menurut hokum adat gadai adalah menyerahkan tanah untuk menerima pembayaran sejumlah uang secara tunai, dengan ketentuan si penjual (pegadai) tetap berhak atas pengembalian tanahnya dengan jalan menebus kembali.
Landasan hukum pegadaian syariah
1. Al-Qur’an
bÎr óOçFZä. 4n?tã 9xÿy öNs9ur (#rßÉfs? $Y6Ï?%x. Ö`»ydÌsù ×pÊqç7ø)¨B ( ÷bÎ*sù z`ÏBr& Nä3àÒ÷èt/ $VÒ÷èt/ Ïjxsãù=sù Ï©!$# z`ÏJè?øt$# ¼çmtFuZ»tBr& È,Guø9ur ©!$# ¼çm/u 3 wur (#qßJçGõ3s? noy»yg¤±9$# 4 `tBur $ygôJçGò6t ÿ¼çm¯RÎ*sù ÖNÏO#uä ¼çmç6ù=s% 3 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÒOÎ=tæ ÇËÑÌÈ
Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. dan barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan
2. .Hadits
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ مَشَى إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِخُبْزِ شَعِيرٍ وَإِهَالَةٍ سَنِخَةٍ وَلَقَدْ رَهَنَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دِرْعًا لَهُ بِالْمَدِينَةِ عِنْدَ يَهُودِيٍّ وَأَخَذَ مِنْهُ شَعِيرًا لِأَهْلِهِ
“ dari annas ia berkata, Nabi saw pernah menggadaikan sebuah baju besi kepada seorang yahudi di Madinah dan Nabi mengambil gandum dari si Yahudi untuk keluarganya. (HR Ahmad, Bukhari, Nasa’I dan Ibnu Majah)”.
“ Dari Abu hurairah ra, Rasulullah saw bersabda: “ Apabila ada ternak digadaikan, maka punggungnya boleh dinaiki oleh orang yang menerima gadai, karena ia telah mengeluarkan biaya. Apabila ternak itu digadaikan, maka air susunya yang deras boleh diminum oleh orang yang menerima gadai, karena ia telah mengeluarkan biaya. Kepada orang yang naik atau minum, maka ia harus mengeluarkan biaya perawatannya”.
“ Dari Abu Hurairah ra. Bahwasanya Rasulullah saw.bersabda: “ Barang yang digadaikan itu tidak boleh ditutup dari pemilik yang menggadaikannya. Baginya adalah keuntungan tanggung jawabnya ialah bila ada kerugian”.
Rukun dan Syarat Transaksi Gadai
Secara umum syarat syah dan rukun dalam menjalankan transaksi gadai adalah sebagai berikut :
1. Rukun Gadai
- Ada Ijab dan qabul (shigat)
- Terdapat orang yang berakad adalah yang menggadaikan (rahin) dan yang menerima gadai (murtahin)
- Ada jaminan (marhun) berupa barang / harta
- Utang (marhun bih)
2. Syarat Syah Gadai
a. Shigat
.Menurut ulama hanafiyah,syarat dalam rahn tidak boleh memakai syarat,atau dikaitkan dengan sesuatu,jika memakai syarat maka syarat batal,dan rahn tetap sah,sedangkan menurut ulama syafi’iyah terbagi menjadi 3yaitu,Syarat yang shahih seperti mensyaratkan murtahin cepat membayar agar barang tidak disita,mensyaratkan sesuatu yang tidak bermanfaat,dan yang terakhir yaitu syarat yang fasid yaitu mensyartkan sesuatu yang merugikan murtahin,sedang ulama Hanabilah dan malikiah membagi duua,yatu syarat yang shahih dan fasid.
b. Orang yang berakad.
Menurut ulama orang yang melakukakan akad harus memenuhi kriteria al-ahliyah.menurut ulama syafi’iyah adalah orang yang telah sah melakuan jual-beli seperti mumayyiz dan berakal,tetapi mumayyiz disini tidak di syaratkan untuk baligh,dengan demikian anak kecil yang sudah mumayyiz dan orang bodoh yang sudah izin dengan walinya boleh melakukan rahn. Tetapi menurut sebagian besar ulama dan yang paling kuat adalah Pihak yang berakad harus memiliki kecakapan dalam melakukan tindakan hukum, berakal sehat, sudah baligh serta mampu melaksanakan akad.
c. Barang yang dijadikan pinjaman
1. Harus berupa barang / harta yang nilainya seimbang dengan utang serta dapat dijual. Rasul bersabda: “Setiap barang yang diperjualbelikan boleh dijadikan barang gadai.”[1]
2. Dapat dimanfaatkan serta memiliki nilai
3. Harus spesifik dan jelas
4. Dimiliki oleh orang yang menggadaikan secara syah
5. Tidak tersebar dalam beberapa tempat dan dalam kondisi utuh
d. Utang (marhun bih)
1. Wajib dikembalikan kepada murtahin (yang menerima gadai)
2. Dapat dimanfaatkan
3. Jumlahnya dapat dihitung
Hak dan Kewajiban Pihak yang Berakad
Hak dan kewajiban Murtahin (penerima Gadai)
1. Pemegang gadai berhak menjual marhun apabila rahin tidak memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo
2. Pemegang gadai berhak mendapatkan penggantian biaya yang telah dikeluarkan
3. Selama pinjaman belum dilunasi, pemegang gadai berhak menahan barang gadai yang diserahkan padanya.
Kewajiban penerima gadai (murtahin) adalah:
1. Penerima gadai bertanggung jawab atas hilang atau merosotnya barang gadai, apabila hal itu disebabkan oleh kelalaian.
2. Penerima gadai tidak boleh menggunakan barang gadai untuk kepentingan sendiri.
3. penerima gadai wajib memberitahukan kepada pemberi gadai sebelum diadakan pelelangan barang gadai.
Hak dan kewajiban Rahin ( pemberi gadai)
Hak pemberi gadai:
1. Pemberi gadai berhak mendapatkan kembali barang gadai, setelah ia melunasi pinjaman.
2. Pemberi gadai berhak menuntut ganti rugi dari kerusakan dan hilangnya barang gadai,apabila disengaja.
3. Pemberi gadai berhak menerima sisa hasil penjualan barang gadai setelah dikurangi biaya pinjaman dan biaya-biaya lainnya.
4. Pemberi gadai berhak meminta kembali barang gadai apabila penerima gadai diketahui menyalahgunakan barang gadai.
Kewajiban pemberi gadai
1. Pemberi gadai wajib melunasi pinjaman yang telah diterimanya dalam tenggang waktu yang ditentukan,termasuk biaya-biaya yang telah ditentukan
2. Pemberi gadai rela barangnya dijual,jika dia tidak sanggup melunasinya.
Akad Perjanjian Transaksi Gadai
1. Akad Qard al- Hasan
Akad yang dilakukan pada nasabah yang ingin menggadaikan barangnya untuk tujuan konsumtif.dan nasabah dikenakan biaya upah kepada pegadaian karena telah menjaga barangnya
Ketentuan untuk biaya administrasi pada pinjaman dengan cara:.
1. Harus dinyatakan dalam nominal, bukan persentase
2. Sifatnya harus jelas
Mekanisme palaksanaan aqad qard al- hasan
1. Barang gadai (marhun) berupa barang yang tidak dapat dimanfaatkan, kecuali dengan menjualnya dan berupa barang bergerk saja,seperti emas, barang elektro,mobil.
2. Tidak ada pembagian bagi hasil,karena aqadnya bersifat social.
2.Aqad Mudharabah
Aqad mudharabah adalah akad yang dilakukan oleh nasabah yang menggadaikan jaminannya untuk menambah modal usaha atau pembiayaan yang bersifat produktif.dengan akad ini , nasabah (rahin) akan memberikan bagi hasil berdasarkan keuntungan yang didapat nasabah kepada penggadaian (marhun) sesuai dengan kesepakatan.
Ketentuan aqad mudharabah:
1.jenis barang dapat dimanfaatkan,baik barang bergerak maupun tidak.
2. Keuntungan yang dibagikan kepada pemilik barang gadai adalah keuntungan setelah dikurangi biaya pengelolaan.
3. Aqad Ba’i Muqayyadah
Aqad Ba’i Muqayyadah adalah aqad yang dilakukan apabila nasabah(rahin) ingin menggadaikan barangnya untuk keperlian produktip. Murtahin mendapatkan keuntungan dari penjualan barang yang diberikan kepada rahin.
4. Aqad Ijarah
Aqad ijarah adalah akad yang objeknya adalah penukaran manfaat untuk masa tertentu,yaitu pemilikan manfaat dengan imbalan, sama dengan menjual manfaat..jadi pegadainan mejual manfaat lewat menyewakan tempatnya kepada nasabah(save deposit box)
Namun Pada dasarnya Pegadaian Syariah berjalan atas dua akad transaksi syariah, yaitu :
a. Akad Rahn. Rahn yang dimaksud adalah menahan harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya.
b. Akad Ijarah. Yaitu akad pemindahan hak guna atas barang dan atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barangnya sendiri.
Hukum Pemanfaatan Barang Gadai
1. Pendapat Ulama Syafi’iyah
Orang yang mempunyai hak atas manfaat barang gadai (marhun) adalah rahin yaitu yang memberikan /menyerahkan barang gadaiwalaupun barang gadai (marhun) itu di pegang oleh murtahin (orang yang menerima gadai).jadi barng gadai yang diberikan oleh rahin hanya sebagai jamainan atau kepercayaan atas penerima gadai (murtahin),sedangkan kepemilikan tetap berada pada rahin.dan murtahin boleh memnfaatkan asal izin dahulu kepada rahin.
2. Pendapat Ulama Malikiyah
Murtahin dapat memanfaatkan barang gadai,dengan beberapa syarat seperti:
Hutang karena jual beli,bukan karena mengutangkan
Murtahin mensyaratkan bahwa manfaat marhun adalah dia
Jangka waktu pengambilan manfaat atas barang telah ditentukan batasnya.
Jadi menurut ulama malikiyah murtahin dapat memanfaatkan barang tersebut asalkan sesuai dengan syarat di atas.dan barang tetap kepemilikannya pada rahin.murtahin dapat memanfaatkannya aslkan dapat izin dari rahin.
3. Pendapat Ulama Hanabilah
Menurut ulama hanabilah syarat bagi murtahin untuk mengambil manfaat barang gadai yang bukan berupa hewan adalah:
A. Adanya izin dari pemilik barang
B. Adanya gadai bukan sebab menghutangkan
Jadi kalau yang digadaikannya hewan, maka dapat dimanfaatkan asalkan pemanfaatnya sesuai dengan biaya yang dia keluarkan,dan apabila berlebih pemanfaatanya maka masuk riba.kalo selain dari hewan maka berlaku dari 2 syarat di atas.jadi murtahin dapat menggunakan rah nasal izin rahin.
4. Pendapat Ulama Hanafiyah
barang rahn tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin,dia hanya menguasai dan tidak boleh memanfaatkan.sebagian ada yang menyatakan boleh untuk memanfaatkanya asal dengan izin,dan ada juga yang mengatakan tidak boleh walu sudah izin dan manfaatnya tetap riba
Penambahan rahn
Ulama fiqih sepakat bahwa tambahan yang ada pada borg/rahn adalah milik rahin, sebab dia adalah pemilik aslinya.
1. Ulama hanfiyah[2] berpendapat bahwa tambahan yang terjadi pada borg yang termasuk rahn,baik yang berkaitan dengan rahn,seperti buah,susu,,dan lain-lain atau yang terpisah,seperti anak hewan.adalah tambahan yang tidak berkaitan dengan rahn,seperti upah adalah milik rahin.
2.Ulama Mailikiyah[3] berpendapat bahwa termasuk pada rahn adalah sesuatu yang dihasilkannya, berkaitan dan tidak terpisah,seperti lemak,atau yang berpisah, tetapi berkaitan ,seperti anak,dan lain-lain
3.Menurut ulama Syafi’iyah[4] segala tambahan dari rahn, baik yang dilahirkan dari borg atau bukan, berkaitan dengan borg atau bukan,semuanya termasuk rahn. Dengan demikian, hukuman untuk benda-benda tersebut adalah sebagaimana atas hokum rahn itu sendiri.
Sejarah Singkat Pegadaian
Gadai merupakan suatu hak yang dapat diperoleh kreditur sebagai barang yang bergerak yang dapat dijadikan sebagai jaminan dalam pelunasan atas hutangnya. Sedangkan pegadaian merupakan “trademark” suatu lembaga keuangan milik pemerintah dalam kegiatannya untuk menjalankan suatu kegiatan usaha dengan perinsip gadai.
Bisnis gadai di ibdonesia pertama kali sejak Gubernur jendral VOC Van Imhoff mendirikan Bank Van Leening.meskipun demikian gadai di Indonesia sudah mengakar,pertama kali lembaga gadai didirikan oleh pemerintah Sukabumi,Jawa Barat dengan nama pegadaian,pada tanggal 1 April 1901 dengan Wolf Von Westerode sebagai kepala pegadaian Negeri pertama, dengan misi untuk membantu masyarakat dari jeratan lintah darat melalui uang pinjaman dengan hokum gadai. Sesuai dengan perkembangan Zaman maka pegadaian sudah beberapa kali berubah statusnya menjadi perusahaan jawatan(1901),Perusahaan di bawah IBW (1928),perusahaan Negara (1906), dan kembali ke Perjan di tahun 1969.Baru di tahun 1990 dengan lahirnya PP10/1990 tanggal 10 April 1990,sampai dengan terbitnya PP 103 tahun 2000,Pegadaian tersebut bersetatus sebagai Perusahaan Umum (PERUM) dan merupakan salah satu dari BUMN dalam lingkungan Departemen Keuangan RI
sampai sekarang.
Lahirnya Pegadaian Syariah
Terbitnya PP/10 tanggal 1 April 1990 dapat dikatakan menjadi tonggak awal kebangkitan Pegadaian, satu hal yang perlu dicermati bahwa PP10 menegaskan misi yang harus diemban oleh Pegadaian untuk mencegah praktik riba, misi ini tidak berubah hingga terbitnya PP103/2000 yang dijadikan sebagai landasan kegiatan usaha Perum Pegadaian sampai sekarang. Banyak pihak berpendapat bahwa operasionalisasi Pegadaian pra Fatwa MUI tanggal 16 Desember 2003 tentang Bunga Bank, telah sesuai dengan konsep syariah meskipun harus diakui belakangan bahwa terdapat beberapa aspek yang menepis anggapan itu. Berkat Rahmat Allah SWT dan setelah melalui kajian panjang, akhirnya disusunlah suatu konsep pendirian unit Layanan Gadai Syariah sebagai langkah awal pembentukan divisi khusus yang menangani kegiatan usaha syariah.
Konsep operasi Pegadaian syariah mengacu pada sistem administrasi modern yaitu azas rasionalitas, efisiensi dan efektifitas yang diselaraskan dengan nilai Islam. Fungsi operasi Pegadaian Syariah itu sendiri dijalankan oleh kantor-kantor Cabang Pegadaian Syariah/ Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) sebagai satu unit organisasi di bawah binaan Divisi Usaha Lain Perum Pegadaian. ULGS ini merupakan unit bisnis mandiri yang secara struktural terpisah pengelolaannya dari usaha gadai konvensional. Pegadaian Syariah pertama kali berdiri di Jakarta dengan nama Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) Cabang Dewi Sartika di bulan Januari tahun 2003. Menyusul kemudian pendirian ULGS di Surabaya, Makasar, Semarang, Surakarta, dan Yogyakarta di tahun yang sama hingga September 2003. Masih di tahun yang sama pula, 4 Kantor Cabang Pegadaian di Aceh dikonversi menjadi Pegadaian Syariah.
1. Kegiatan Usaha Perum Pegadaian
Sesuai dengan PP 103 tahun 2000 pasal 8,Perum pegadaian melakukan kegiatan usaha utamanya dengan menyalurkan uang pinjaman atas dasar hokum gadai serta menjalankan usaha lain seperti penyaluran uang pinjaman,layanan jasa titipan, sertifikasi logam mulia dan batu adi, took emas,industri emas dan usaha lainnya.
Persamaan dan Perbedaan gadai syariah dengan gadai Konvensional
Persamaan gadai dengan rahn menurut basyir (1983) adalah:
1. Hak gadaiberlaku atas pinjaman uang.
2. Adanya agunan sebagai pinjaman uang
3. Tidak boleh mengambil manfaat barang yang digadaikan
4. Biaya barang yang digadaikan ditanggung oleh pemberi gadai
5. Apabila batas waktu pinjaman uang telah habis,barang yang digadaikan boleh dijual ataupun dilelang.
Sedangkan perbedaan gadai dengan rahn adalah
1. Gadai konvensional di samping berperinsip tolong-menolong juga menarik keuntungan dengan cara menarik bunga atau sewa modal yang ditetapkan
sedangkan dalam gadai syariah dilakukan secara sukarela atas dasr tolong menolong tanpa mencari keuntungan.
a. Dalam gadai konvensional hak gadai hanya berlaku pada benda yang bergerak,sedangkan pada gadai syariah berlaku pada seluruh harta, baik harta yang bergerak maupun yang tidak bergerak.
b. Dalam gadai konvensional mengenal istilah bunga uang,sedangkan dalam syariah tidak mengenal bunga uang.
c. Gadai konvensuonal dilaksanakan oleh suatu lembaga,seperti perum pegadaian, sedangkan gadai syariah tanpa melalui suatu lembaga
Operasional Pegadaian Syariah
operasional Pegadaian Syariah dapat digambarkan sebagai berikut : Melalui akad Rahn, nasabah menyerahkan barang bergerak dan kemudian Pegadaian menyimpan dan merawatnya di tempat yang telah disediakan oleh Pegadaian. Akibat yang timbul dari proses penyimpanan adalah timbulnya biaya-biaya yang meliputi nilai investasi tempat penyimpanan, biaya perawatan, dan keseluruhan proses kegiatannya. Atas dasar ini dibenarkan bagi Pegadaian mengenakan biaya sewa kepada nasabah sesuai jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak.
Pegadaian syariah merupakan unit yang memberikan layanan secara cepat, praktis, dan menentramkan,maksudnya adalah:
1. Cepat yaitu hanya memerlukan waktu +25 menit dana yang anda ingnkan akan cair
2. Praktis yaitu Tidak perlu membuka rekening di Bank ataupun prosedur yang dapat memberatkan nasabahnya.nasabah cukup bawa barangyang akan digadaikan dan dana yang dibutuhkan akan cair paling lama 120 hari dan apabila sudah jatuh tempo dapat diperpanjang, asalkan membayar kembali sewa simpan dan pemeliharaan dan biaya administrai.
3. Menentramkan yaitu sumber dana yang diperoleh berasal dari dana yang halal,yaitu didapat sesuan prosedur syariah.
1. Persyaratan pengajuan Pinjaman:
a. Bawa fotocopy KTP
b. Mengisi formulir permintaan rahn
c. Menyerhkan barang yang akan dijamin
2. Prosedur Pengajuan Pinjaman di Pegadaian Syariah
Marhun
(FPP)
Marhun
Form,Permintaan Pinjaman (FPP)
Penaksir
Nasabah
Surat Bukti Rahn(SBR)
Kasir
RP
RP
Keterngan:
1.Nasabah Mengisi Formulir Permintaan Rahn
2.Nasabah menyerahkan formulir permintaan Rahn yang dilampiri dengan fotocopy identitas serta barang jaminan ke loket
3. Petugas pegadaian menaksir (marhun) agunan yang sudah diserahkan
4. Besarnya pinjaman/marhun bih adalah sebesar 90% dari taksiran marhun
5.Apabila disepakati besarnya pinjaman,nasabah menandatangani akad dan menerima uang pinjaman.
Penggolongan Marhun dan Biaya Administrasi
Golongan MB
Plafon MB
Biaya Administrasi Per SBR
A
B
C
D
E
F
G
H
20.000-150.000
151.000-500.000
501.000-1.000.000
1.005.000-5.000.000
5.010.000-10.000.000
10.050.000-20.000.000
20.100.000-50.000.000
50.100.000-200.000.000
1.000
3.000
5.000
15.000
15.000
25.000
25.000
25.000
Penentuan Taksiran:
v Golongan A dilaksanakan penaksiran yunior
v Golongan B dan C oleh penaksiran madya
v Golongan D,E,F,G, H oleh penaksir senior/manajer cabang
JASA TAKSIRAN
Jasa Taksiran adalah suatu layanan kepada masyarakat yang peduli akan harga atau nilai harta benda miliknya.
Dengan biaya yang relatif ringan, masyarakat dapat mengetahui dengan pasti tentang nilai atau kualitas suatu barang miliknya setelah lebih dulu diperiksa dan ditaksir oleh juru taksir berpengalaman.
Kepastian nilai atau kualitas suatu barang. Misalnya kualitas emas atau batu permata, dapat memberikan rasa aman dan rasa lebih pasti bahwa barang tersebut benar-benar mempunyai nilai investasi yang tinggi.
Biaya Pengujian = 1% x Nilai taksiran minimal Rp. 500.
Kebimbangan anda tidak akan berlarut-larut dan kepentingan anda akan terlindungi
Tarif Ijarah
No
Jenis Marhun
Perhitungan Tarif
1
2
3
Emas
Elektronik,alat rumah tangga
lainnya
Kendaraan bermotor(mobil dan motor)
Taksiran/Rp.10.000X90Xjangka waktu/10
Taksiran/Rp.10.000X95Xjangka waktu/10
Taksiran/Rp.10.000X100Xjangka waktu/10
Keterngan:
Tarif ijarah dihitung dari nilai taksiran barang jaminan
Jangka waktu jaminan ditetapkan 120 hari
Tarif jasa simpanan dengan kelipatan 10 hari
Satu hari dihitung 10 hari
Simulasi Perhitungan Ijaroh :- Nasabah memiliki barang jaminan berupa emas dengan nilai taksiran Rp. 10.000.000- Marhun Bih maksimum yang dapat diperoleh nabah tersebut adalah Rp. 9.000.000 (90% x taksiran)- Maka, besarnya Ijaroh yang menjadi kewajiban nasabah per 10 hari adalah :
- Jika nasabah menggunakan Marhun Bih selama 25 hari, berhubung Ijaroh ditetapkan dengan kelipatan per 10 hari, maka besar Ijaroh adalah Rp. 255.000 (Rp. 85.000 x 3)- Ijaroh dibayarkan pada saat nasabah melunas atau memperpanjang Marhun Bih
Barang-barang yang dapat diterima sebagai jaminan oleh pegadaian yaitu perhiasan seperti berlian,kendaraan bermotor,dan barang elektronik,dan cara pelunasan penjamannya bias dengan membayar pokok pinjaman ditambah dengan jasa simpan atau juga dengan cara menjual marhun,apabila rahin tidak sanggup menunaikan kewajibannya,jenis-jenis pelunasan bisa berupa pelunasan tunai,angsuran,atau pun tebus sebagian.
JASA TITIPAN
Dalam dunia perbankan, layanan ini dikenal sebagai safe deposit box. Harta dan surat berharga perlu di jaga keamanannya agar tidak sampai hilang, rusak atau di salahgunakan orang lain.Tetapi ternyata tidak selamanya barang dan surat berharga itu aman di tangan sendiri. Jika anda mendapatkan kesulitan "mengamankan"nya di rumah sendiri, karena akan dinas ke luar kota/luar negeri, menunaikan ibadah haji, berlibur, sekolah di luar negeri , dll. Percayakan saja penyimpanannya kepada kami. Jangka waktu penitipan dua minggu sampai dengan satu tahun dan dapat di perpanjang. Kami akan menjaga dan melindunginya dengan penuh perhatian.
BIAYA RELATIF MURAH, CARANYA JUGA SANGAT MUDAH
Lama Penitipan
Kode
Jenis Barang
2 Minngu
1 Bln
3 bln
6 Bln
12 Bln
K-1
Dokumen dan Surat Berharga
1.500
2.000
5.800
11.100
20.000
K-2
Perhiasan dan barang kecil
2.000
2.500
7.200
18.900
25.000
G-1
Barang Gudang Ukuran Besar
2.500
3.000
8.700
16.700
30.600
G-2
Barang Gudang Ukuran Sedang
2.000
2.500
7.200
13.900
25.500
G-3
Barang Gudang Ukuran Kecil
1.000
1.500
4.300
8.300
15.000
I ilustrasi Penaksiran Barang Gadai
a. Prosedur Penaksiran Emas
Misal standar taksiran yang digunakan oleh pegadaian adalah 91.08% X harga pasaran emas.harga pasaran missal Rp.75.000 Maka:
Jumlah Karat
Perhitungan
Taksiran
24 karat
23 karat
22 karat
21 karat
20 karat
19 karat
18 karat
17 karat
16 karat
91.08% X Rp.75.000
23/24XRp.68.310
22/24XRp.68.310
21/24XRp.68.310
20/24XRp.68.310
19/24XRp.68.310
18/24XRp.68.310
17/24XRp.68.310
16/24XRp.68.310
Rp.68.310
Rp.65.464
Rp.62.618
Rp.59.771
Rp.56.925
Rp.54.079
Rp.51.233
Rp.48.386
Rp.45.540
Contohnya: Syafiq menggadaikan benda berharganya yaitu kalung,setelah ditaksir ternyata kalung emas tersebut memiliki kandungan 23 karat dan berat 6 gr,maka piutang yang dimilikinya sebesar 6grXRp.65.464=Rp.329.784
b.Prosedur penaksiran barang elektronik
cara menaksirnya dengan cara melihat harga pasar,mulai dari 100% bila yang digadaikan barangnya masi baru sampai 70%,dan kemudian dikalikan dengan 60% harga setempat.
Contoh: Yurni menggadaikan TV Lcd flatnya,setelah ditaksir ternyata kondisi barangnya 80% harga setempat Rp.4.500.000,- maka pegadaian menghargakan piutamgnya sebesar Rp.4.500.000X80%X60%=Rp.2.160.000
3. Prosedur Penaksiran Mesin
Tidak seperti barang elektronik, mesin ditaksir agak tinggi sebesar 85% dari harga pasaran setempat
Contoh:MR.Obama ingin menggadaikan mesin ketik merek Olympic, setelah ditaksir ternyata kondisinya 90% sedangkan harga setempat Rp.32.000,- maka piutangnya yang didapat nurjanah adalh sebesar Rp. 320.000 X 85% =Rp.272.000
Pendanaan Pegadaian Syariah
Pendanaan pegadaian syariah berasal dari beberapa macam yaitu berasal dari modal sendiri,penerbitan obligasi syariah yang dikeluarkan oleh lembaga gadai itu sendiri demi tercapainya penambahan modal lembaga gadai,selain itu pendanaan pegadaian syariah dikeluarkan untuk kegiatan operasional gadai syariah baik dari gaji pegawai,perawatan gedung,peralatan dsb.selain itu apabila ada dana yang tidak digunakan di pegadaian syariah maka dapat digunakan untuk investasi dengan pihak ketiga seperti dengan developer untuk membangun rumah dan pegadaian mendapatkan profit dari situ. Selain itu, pembiayaan kegiatan dan pendanaan bagi nasabah, harus diperoleh dari sumber yang benar-benar terbebas dari unsur riba. Dalam hal ini, seluruh kegiatan Pegadaian Syariah termasuk dana yang kemudian disalurkan kepada nasabah murni berasal dari modal sendiri ditambah dana pihak ketiga dari sumber yang dapat dipertanggungjawabkan .Pegadaian telah melakukan kerja sama dengan Bank Muamalat sebagai fundernya, ke depan Pegadaian juga akan melakukan kerja sama dengan Lembaga Keuangan Syariah lin untuk memback up modal kerja.
Produk dan Jasa Pegadaian Syariah
Produk dan Jasa Pegadaian Syariah terdapat 4 jenis,yaitu pemberian pembiayaan berdasarkan hokum gadai,penaksiran nilai barang dan pegadaian mempeeroleh keuntungan dari upah untuk menaksirkan nilai barang,penitipan barang pegadaian memperoleh margin dari ongkos sewa barang tersebut, Gold Counter atau penjualan emas kepada pihak nasabah.
Kendala dan Setrategi Pengembanngan Pegadaian Syariah
Kendala pegadaian syariah berupa:
1.Kurangnya tenaga professional di bidang pegadaian syariah
2. Sulit mmberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai masalah bunga
3. Masyarakat menilai pegadaian syariah hanya untuk digunakan untuk masyarakat islam
4. Masyarakat banyak yang belum mengetahui keberadaan pegadaian syariah
Sedangkan setateginya dapat berupa:
1.Mengoptimalkan produk-produk yang sudah ada
2.megeluarkan produk-produk yang baru yang lebih bagus dan mudah
3. Memperluas jangkaun kantor-kantor cabang dan memperkenalkannya pada masyarakat apalagi pegadaian syariah sudah mendapatkan dukunganya dari masyarakat islam mayoritas dan mendapat dukunagan dari lembaga keuangan syariah dunia
4. Berprasangka baik kepada semua nasabahnya.
Kritik dan Saran
Adapun kritik yang ingin saya sampaikan di makalah ini adalah:
Kegiatan pegadaian syariah merupakan lembaga yang benar-benar berpeluang bagus,karena sebagian masyarakat indonesia merupakan masyarakat yang muslim.pada saat ini banyak sekali orang-orang menyebutkan pegadaian syariah sama dengan pegadaian konvensional,namun pada kenyataannya tidak misalnya pada gadai syariah barang yang mendapat hak gadai bisa barang yang bergerak bisa juga yang tidak bergerak,sedangkan dalam konvensional hanya pada benda yang bergerak,selain itu pula pada gadai syariah dana yang di peroleh untuk modal dan perputaran usaha pure bebes dari riba, maysir dan gharar, sedangkan pada gadai konvensional dana yang didipat bisa didapat dari mana saja alias tidak pure dari riba,selain itu pula kegiatan pegadaian syariah harus dikeritisi mengenai memberikan kepercayaanya kepada nasabah dan selain itu pula peranan lembaga pengawas syariah amat dibutuhkan dan cara kinerja mereka perlu ditingkatkan agar LKS yang brada di bawah kekuasaanya dapat berjalan dengan lebih baik,mengenai perhitungan jasa pinjaman atau sewa dihitung dengan menaksirkan barangnya dan pada pegadaian syariah dihitung satu hari dihitung lima hari dan ini amat memberatkan nasabah,bukankah kalau dihitung dibawah lima hari saja pegadaian suadah dapat untung,selain itu pula pegadaian syariah masi mempunyai problem kekurangan tanaga kerja yang profesional.
DAFTAR PUSTAKA
Syafei,Rachmat, Fiqih Muamalah, Bandung,Pustaka Setia,2006.
Ghufron,Sofiyan,M Aziz Hakim, & Mukhtar Alshodiq, Edukasi Profesional Syariah,Mengatasi Masalah dengan Pegadaian Syariah, Anggota IKAPI,2005.
Sholahuddin,Muhammad,Lembaga dan Keuangan Syariah Kontemporer,2008
[1] Lihat Kifayatul Akhyar,hlm. 263
[2] Al-Kasani,Op.Cit., juz VI.hlm.152
[3] Ibn Rusyd, Op.Cit.,juz II.hlm.272
[4] Muhammad Asy-Syarbini,juz II.hlm.139
KELAS : PS/3/D
NIM : 107046101813
AQAD DALAM GADAI SYARIAH
Pengertian
Pegadaian syariah adalah suatu produk jasa gadai yang berlandaskan pada prinsip-prinsip syariah, dimana nasabah dibebani terhadap biaya administrasi dan biaya dalam jasa simpan dan pemeliharaan barang jaminan.
Sedangkan perngertian pegadaian menurut pasal 1150 KUH perdata adalah suatu hak yang diperoleh seaseorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yanmg diserahkan kepadanya oleh seseorang yang berhutang atau oleh orang lain atas namanya dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang yang berpiutang lainnya, dengan pengecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya-biaya mena harus didahulukan.
Sedangkan pengertian menurut hokum adat gadai adalah menyerahkan tanah untuk menerima pembayaran sejumlah uang secara tunai, dengan ketentuan si penjual (pegadai) tetap berhak atas pengembalian tanahnya dengan jalan menebus kembali.
Landasan hukum pegadaian syariah
1. Al-Qur’an
bÎr óOçFZä. 4n?tã 9xÿy öNs9ur (#rßÉfs? $Y6Ï?%x. Ö`»ydÌsù ×pÊqç7ø)¨B ( ÷bÎ*sù z`ÏBr& Nä3àÒ÷èt/ $VÒ÷èt/ Ïjxsãù=sù Ï©!$# z`ÏJè?øt$# ¼çmtFuZ»tBr& È,Guø9ur ©!$# ¼çm/u 3 wur (#qßJçGõ3s? noy»yg¤±9$# 4 `tBur $ygôJçGò6t ÿ¼çm¯RÎ*sù ÖNÏO#uä ¼çmç6ù=s% 3 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÒOÎ=tæ ÇËÑÌÈ
Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. dan barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan
2. .Hadits
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ مَشَى إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِخُبْزِ شَعِيرٍ وَإِهَالَةٍ سَنِخَةٍ وَلَقَدْ رَهَنَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دِرْعًا لَهُ بِالْمَدِينَةِ عِنْدَ يَهُودِيٍّ وَأَخَذَ مِنْهُ شَعِيرًا لِأَهْلِهِ
“ dari annas ia berkata, Nabi saw pernah menggadaikan sebuah baju besi kepada seorang yahudi di Madinah dan Nabi mengambil gandum dari si Yahudi untuk keluarganya. (HR Ahmad, Bukhari, Nasa’I dan Ibnu Majah)”.
“ Dari Abu hurairah ra, Rasulullah saw bersabda: “ Apabila ada ternak digadaikan, maka punggungnya boleh dinaiki oleh orang yang menerima gadai, karena ia telah mengeluarkan biaya. Apabila ternak itu digadaikan, maka air susunya yang deras boleh diminum oleh orang yang menerima gadai, karena ia telah mengeluarkan biaya. Kepada orang yang naik atau minum, maka ia harus mengeluarkan biaya perawatannya”.
“ Dari Abu Hurairah ra. Bahwasanya Rasulullah saw.bersabda: “ Barang yang digadaikan itu tidak boleh ditutup dari pemilik yang menggadaikannya. Baginya adalah keuntungan tanggung jawabnya ialah bila ada kerugian”.
Rukun dan Syarat Transaksi Gadai
Secara umum syarat syah dan rukun dalam menjalankan transaksi gadai adalah sebagai berikut :
1. Rukun Gadai
- Ada Ijab dan qabul (shigat)
- Terdapat orang yang berakad adalah yang menggadaikan (rahin) dan yang menerima gadai (murtahin)
- Ada jaminan (marhun) berupa barang / harta
- Utang (marhun bih)
2. Syarat Syah Gadai
a. Shigat
.Menurut ulama hanafiyah,syarat dalam rahn tidak boleh memakai syarat,atau dikaitkan dengan sesuatu,jika memakai syarat maka syarat batal,dan rahn tetap sah,sedangkan menurut ulama syafi’iyah terbagi menjadi 3yaitu,Syarat yang shahih seperti mensyaratkan murtahin cepat membayar agar barang tidak disita,mensyaratkan sesuatu yang tidak bermanfaat,dan yang terakhir yaitu syarat yang fasid yaitu mensyartkan sesuatu yang merugikan murtahin,sedang ulama Hanabilah dan malikiah membagi duua,yatu syarat yang shahih dan fasid.
b. Orang yang berakad.
Menurut ulama orang yang melakukakan akad harus memenuhi kriteria al-ahliyah.menurut ulama syafi’iyah adalah orang yang telah sah melakuan jual-beli seperti mumayyiz dan berakal,tetapi mumayyiz disini tidak di syaratkan untuk baligh,dengan demikian anak kecil yang sudah mumayyiz dan orang bodoh yang sudah izin dengan walinya boleh melakukan rahn. Tetapi menurut sebagian besar ulama dan yang paling kuat adalah Pihak yang berakad harus memiliki kecakapan dalam melakukan tindakan hukum, berakal sehat, sudah baligh serta mampu melaksanakan akad.
c. Barang yang dijadikan pinjaman
1. Harus berupa barang / harta yang nilainya seimbang dengan utang serta dapat dijual. Rasul bersabda: “Setiap barang yang diperjualbelikan boleh dijadikan barang gadai.”[1]
2. Dapat dimanfaatkan serta memiliki nilai
3. Harus spesifik dan jelas
4. Dimiliki oleh orang yang menggadaikan secara syah
5. Tidak tersebar dalam beberapa tempat dan dalam kondisi utuh
d. Utang (marhun bih)
1. Wajib dikembalikan kepada murtahin (yang menerima gadai)
2. Dapat dimanfaatkan
3. Jumlahnya dapat dihitung
Hak dan Kewajiban Pihak yang Berakad
Hak dan kewajiban Murtahin (penerima Gadai)
1. Pemegang gadai berhak menjual marhun apabila rahin tidak memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo
2. Pemegang gadai berhak mendapatkan penggantian biaya yang telah dikeluarkan
3. Selama pinjaman belum dilunasi, pemegang gadai berhak menahan barang gadai yang diserahkan padanya.
Kewajiban penerima gadai (murtahin) adalah:
1. Penerima gadai bertanggung jawab atas hilang atau merosotnya barang gadai, apabila hal itu disebabkan oleh kelalaian.
2. Penerima gadai tidak boleh menggunakan barang gadai untuk kepentingan sendiri.
3. penerima gadai wajib memberitahukan kepada pemberi gadai sebelum diadakan pelelangan barang gadai.
Hak dan kewajiban Rahin ( pemberi gadai)
Hak pemberi gadai:
1. Pemberi gadai berhak mendapatkan kembali barang gadai, setelah ia melunasi pinjaman.
2. Pemberi gadai berhak menuntut ganti rugi dari kerusakan dan hilangnya barang gadai,apabila disengaja.
3. Pemberi gadai berhak menerima sisa hasil penjualan barang gadai setelah dikurangi biaya pinjaman dan biaya-biaya lainnya.
4. Pemberi gadai berhak meminta kembali barang gadai apabila penerima gadai diketahui menyalahgunakan barang gadai.
Kewajiban pemberi gadai
1. Pemberi gadai wajib melunasi pinjaman yang telah diterimanya dalam tenggang waktu yang ditentukan,termasuk biaya-biaya yang telah ditentukan
2. Pemberi gadai rela barangnya dijual,jika dia tidak sanggup melunasinya.
Akad Perjanjian Transaksi Gadai
1. Akad Qard al- Hasan
Akad yang dilakukan pada nasabah yang ingin menggadaikan barangnya untuk tujuan konsumtif.dan nasabah dikenakan biaya upah kepada pegadaian karena telah menjaga barangnya
Ketentuan untuk biaya administrasi pada pinjaman dengan cara:.
1. Harus dinyatakan dalam nominal, bukan persentase
2. Sifatnya harus jelas
Mekanisme palaksanaan aqad qard al- hasan
1. Barang gadai (marhun) berupa barang yang tidak dapat dimanfaatkan, kecuali dengan menjualnya dan berupa barang bergerk saja,seperti emas, barang elektro,mobil.
2. Tidak ada pembagian bagi hasil,karena aqadnya bersifat social.
2.Aqad Mudharabah
Aqad mudharabah adalah akad yang dilakukan oleh nasabah yang menggadaikan jaminannya untuk menambah modal usaha atau pembiayaan yang bersifat produktif.dengan akad ini , nasabah (rahin) akan memberikan bagi hasil berdasarkan keuntungan yang didapat nasabah kepada penggadaian (marhun) sesuai dengan kesepakatan.
Ketentuan aqad mudharabah:
1.jenis barang dapat dimanfaatkan,baik barang bergerak maupun tidak.
2. Keuntungan yang dibagikan kepada pemilik barang gadai adalah keuntungan setelah dikurangi biaya pengelolaan.
3. Aqad Ba’i Muqayyadah
Aqad Ba’i Muqayyadah adalah aqad yang dilakukan apabila nasabah(rahin) ingin menggadaikan barangnya untuk keperlian produktip. Murtahin mendapatkan keuntungan dari penjualan barang yang diberikan kepada rahin.
4. Aqad Ijarah
Aqad ijarah adalah akad yang objeknya adalah penukaran manfaat untuk masa tertentu,yaitu pemilikan manfaat dengan imbalan, sama dengan menjual manfaat..jadi pegadainan mejual manfaat lewat menyewakan tempatnya kepada nasabah(save deposit box)
Namun Pada dasarnya Pegadaian Syariah berjalan atas dua akad transaksi syariah, yaitu :
a. Akad Rahn. Rahn yang dimaksud adalah menahan harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya.
b. Akad Ijarah. Yaitu akad pemindahan hak guna atas barang dan atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barangnya sendiri.
Hukum Pemanfaatan Barang Gadai
1. Pendapat Ulama Syafi’iyah
Orang yang mempunyai hak atas manfaat barang gadai (marhun) adalah rahin yaitu yang memberikan /menyerahkan barang gadaiwalaupun barang gadai (marhun) itu di pegang oleh murtahin (orang yang menerima gadai).jadi barng gadai yang diberikan oleh rahin hanya sebagai jamainan atau kepercayaan atas penerima gadai (murtahin),sedangkan kepemilikan tetap berada pada rahin.dan murtahin boleh memnfaatkan asal izin dahulu kepada rahin.
2. Pendapat Ulama Malikiyah
Murtahin dapat memanfaatkan barang gadai,dengan beberapa syarat seperti:
Hutang karena jual beli,bukan karena mengutangkan
Murtahin mensyaratkan bahwa manfaat marhun adalah dia
Jangka waktu pengambilan manfaat atas barang telah ditentukan batasnya.
Jadi menurut ulama malikiyah murtahin dapat memanfaatkan barang tersebut asalkan sesuai dengan syarat di atas.dan barang tetap kepemilikannya pada rahin.murtahin dapat memanfaatkannya aslkan dapat izin dari rahin.
3. Pendapat Ulama Hanabilah
Menurut ulama hanabilah syarat bagi murtahin untuk mengambil manfaat barang gadai yang bukan berupa hewan adalah:
A. Adanya izin dari pemilik barang
B. Adanya gadai bukan sebab menghutangkan
Jadi kalau yang digadaikannya hewan, maka dapat dimanfaatkan asalkan pemanfaatnya sesuai dengan biaya yang dia keluarkan,dan apabila berlebih pemanfaatanya maka masuk riba.kalo selain dari hewan maka berlaku dari 2 syarat di atas.jadi murtahin dapat menggunakan rah nasal izin rahin.
4. Pendapat Ulama Hanafiyah
barang rahn tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin,dia hanya menguasai dan tidak boleh memanfaatkan.sebagian ada yang menyatakan boleh untuk memanfaatkanya asal dengan izin,dan ada juga yang mengatakan tidak boleh walu sudah izin dan manfaatnya tetap riba
Penambahan rahn
Ulama fiqih sepakat bahwa tambahan yang ada pada borg/rahn adalah milik rahin, sebab dia adalah pemilik aslinya.
1. Ulama hanfiyah[2] berpendapat bahwa tambahan yang terjadi pada borg yang termasuk rahn,baik yang berkaitan dengan rahn,seperti buah,susu,,dan lain-lain atau yang terpisah,seperti anak hewan.adalah tambahan yang tidak berkaitan dengan rahn,seperti upah adalah milik rahin.
2.Ulama Mailikiyah[3] berpendapat bahwa termasuk pada rahn adalah sesuatu yang dihasilkannya, berkaitan dan tidak terpisah,seperti lemak,atau yang berpisah, tetapi berkaitan ,seperti anak,dan lain-lain
3.Menurut ulama Syafi’iyah[4] segala tambahan dari rahn, baik yang dilahirkan dari borg atau bukan, berkaitan dengan borg atau bukan,semuanya termasuk rahn. Dengan demikian, hukuman untuk benda-benda tersebut adalah sebagaimana atas hokum rahn itu sendiri.
Sejarah Singkat Pegadaian
Gadai merupakan suatu hak yang dapat diperoleh kreditur sebagai barang yang bergerak yang dapat dijadikan sebagai jaminan dalam pelunasan atas hutangnya. Sedangkan pegadaian merupakan “trademark” suatu lembaga keuangan milik pemerintah dalam kegiatannya untuk menjalankan suatu kegiatan usaha dengan perinsip gadai.
Bisnis gadai di ibdonesia pertama kali sejak Gubernur jendral VOC Van Imhoff mendirikan Bank Van Leening.meskipun demikian gadai di Indonesia sudah mengakar,pertama kali lembaga gadai didirikan oleh pemerintah Sukabumi,Jawa Barat dengan nama pegadaian,pada tanggal 1 April 1901 dengan Wolf Von Westerode sebagai kepala pegadaian Negeri pertama, dengan misi untuk membantu masyarakat dari jeratan lintah darat melalui uang pinjaman dengan hokum gadai. Sesuai dengan perkembangan Zaman maka pegadaian sudah beberapa kali berubah statusnya menjadi perusahaan jawatan(1901),Perusahaan di bawah IBW (1928),perusahaan Negara (1906), dan kembali ke Perjan di tahun 1969.Baru di tahun 1990 dengan lahirnya PP10/1990 tanggal 10 April 1990,sampai dengan terbitnya PP 103 tahun 2000,Pegadaian tersebut bersetatus sebagai Perusahaan Umum (PERUM) dan merupakan salah satu dari BUMN dalam lingkungan Departemen Keuangan RI
sampai sekarang.
Lahirnya Pegadaian Syariah
Terbitnya PP/10 tanggal 1 April 1990 dapat dikatakan menjadi tonggak awal kebangkitan Pegadaian, satu hal yang perlu dicermati bahwa PP10 menegaskan misi yang harus diemban oleh Pegadaian untuk mencegah praktik riba, misi ini tidak berubah hingga terbitnya PP103/2000 yang dijadikan sebagai landasan kegiatan usaha Perum Pegadaian sampai sekarang. Banyak pihak berpendapat bahwa operasionalisasi Pegadaian pra Fatwa MUI tanggal 16 Desember 2003 tentang Bunga Bank, telah sesuai dengan konsep syariah meskipun harus diakui belakangan bahwa terdapat beberapa aspek yang menepis anggapan itu. Berkat Rahmat Allah SWT dan setelah melalui kajian panjang, akhirnya disusunlah suatu konsep pendirian unit Layanan Gadai Syariah sebagai langkah awal pembentukan divisi khusus yang menangani kegiatan usaha syariah.
Konsep operasi Pegadaian syariah mengacu pada sistem administrasi modern yaitu azas rasionalitas, efisiensi dan efektifitas yang diselaraskan dengan nilai Islam. Fungsi operasi Pegadaian Syariah itu sendiri dijalankan oleh kantor-kantor Cabang Pegadaian Syariah/ Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) sebagai satu unit organisasi di bawah binaan Divisi Usaha Lain Perum Pegadaian. ULGS ini merupakan unit bisnis mandiri yang secara struktural terpisah pengelolaannya dari usaha gadai konvensional. Pegadaian Syariah pertama kali berdiri di Jakarta dengan nama Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) Cabang Dewi Sartika di bulan Januari tahun 2003. Menyusul kemudian pendirian ULGS di Surabaya, Makasar, Semarang, Surakarta, dan Yogyakarta di tahun yang sama hingga September 2003. Masih di tahun yang sama pula, 4 Kantor Cabang Pegadaian di Aceh dikonversi menjadi Pegadaian Syariah.
1. Kegiatan Usaha Perum Pegadaian
Sesuai dengan PP 103 tahun 2000 pasal 8,Perum pegadaian melakukan kegiatan usaha utamanya dengan menyalurkan uang pinjaman atas dasar hokum gadai serta menjalankan usaha lain seperti penyaluran uang pinjaman,layanan jasa titipan, sertifikasi logam mulia dan batu adi, took emas,industri emas dan usaha lainnya.
Persamaan dan Perbedaan gadai syariah dengan gadai Konvensional
Persamaan gadai dengan rahn menurut basyir (1983) adalah:
1. Hak gadaiberlaku atas pinjaman uang.
2. Adanya agunan sebagai pinjaman uang
3. Tidak boleh mengambil manfaat barang yang digadaikan
4. Biaya barang yang digadaikan ditanggung oleh pemberi gadai
5. Apabila batas waktu pinjaman uang telah habis,barang yang digadaikan boleh dijual ataupun dilelang.
Sedangkan perbedaan gadai dengan rahn adalah
1. Gadai konvensional di samping berperinsip tolong-menolong juga menarik keuntungan dengan cara menarik bunga atau sewa modal yang ditetapkan
sedangkan dalam gadai syariah dilakukan secara sukarela atas dasr tolong menolong tanpa mencari keuntungan.
a. Dalam gadai konvensional hak gadai hanya berlaku pada benda yang bergerak,sedangkan pada gadai syariah berlaku pada seluruh harta, baik harta yang bergerak maupun yang tidak bergerak.
b. Dalam gadai konvensional mengenal istilah bunga uang,sedangkan dalam syariah tidak mengenal bunga uang.
c. Gadai konvensuonal dilaksanakan oleh suatu lembaga,seperti perum pegadaian, sedangkan gadai syariah tanpa melalui suatu lembaga
Operasional Pegadaian Syariah
operasional Pegadaian Syariah dapat digambarkan sebagai berikut : Melalui akad Rahn, nasabah menyerahkan barang bergerak dan kemudian Pegadaian menyimpan dan merawatnya di tempat yang telah disediakan oleh Pegadaian. Akibat yang timbul dari proses penyimpanan adalah timbulnya biaya-biaya yang meliputi nilai investasi tempat penyimpanan, biaya perawatan, dan keseluruhan proses kegiatannya. Atas dasar ini dibenarkan bagi Pegadaian mengenakan biaya sewa kepada nasabah sesuai jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak.
Pegadaian syariah merupakan unit yang memberikan layanan secara cepat, praktis, dan menentramkan,maksudnya adalah:
1. Cepat yaitu hanya memerlukan waktu +25 menit dana yang anda ingnkan akan cair
2. Praktis yaitu Tidak perlu membuka rekening di Bank ataupun prosedur yang dapat memberatkan nasabahnya.nasabah cukup bawa barangyang akan digadaikan dan dana yang dibutuhkan akan cair paling lama 120 hari dan apabila sudah jatuh tempo dapat diperpanjang, asalkan membayar kembali sewa simpan dan pemeliharaan dan biaya administrai.
3. Menentramkan yaitu sumber dana yang diperoleh berasal dari dana yang halal,yaitu didapat sesuan prosedur syariah.
1. Persyaratan pengajuan Pinjaman:
a. Bawa fotocopy KTP
b. Mengisi formulir permintaan rahn
c. Menyerhkan barang yang akan dijamin
2. Prosedur Pengajuan Pinjaman di Pegadaian Syariah
Marhun
(FPP)
Marhun
Form,Permintaan Pinjaman (FPP)
Penaksir
Nasabah
Surat Bukti Rahn(SBR)
Kasir
RP
RP
Keterngan:
1.Nasabah Mengisi Formulir Permintaan Rahn
2.Nasabah menyerahkan formulir permintaan Rahn yang dilampiri dengan fotocopy identitas serta barang jaminan ke loket
3. Petugas pegadaian menaksir (marhun) agunan yang sudah diserahkan
4. Besarnya pinjaman/marhun bih adalah sebesar 90% dari taksiran marhun
5.Apabila disepakati besarnya pinjaman,nasabah menandatangani akad dan menerima uang pinjaman.
Penggolongan Marhun dan Biaya Administrasi
Golongan MB
Plafon MB
Biaya Administrasi Per SBR
A
B
C
D
E
F
G
H
20.000-150.000
151.000-500.000
501.000-1.000.000
1.005.000-5.000.000
5.010.000-10.000.000
10.050.000-20.000.000
20.100.000-50.000.000
50.100.000-200.000.000
1.000
3.000
5.000
15.000
15.000
25.000
25.000
25.000
Penentuan Taksiran:
v Golongan A dilaksanakan penaksiran yunior
v Golongan B dan C oleh penaksiran madya
v Golongan D,E,F,G, H oleh penaksir senior/manajer cabang
JASA TAKSIRAN
Jasa Taksiran adalah suatu layanan kepada masyarakat yang peduli akan harga atau nilai harta benda miliknya.
Dengan biaya yang relatif ringan, masyarakat dapat mengetahui dengan pasti tentang nilai atau kualitas suatu barang miliknya setelah lebih dulu diperiksa dan ditaksir oleh juru taksir berpengalaman.
Kepastian nilai atau kualitas suatu barang. Misalnya kualitas emas atau batu permata, dapat memberikan rasa aman dan rasa lebih pasti bahwa barang tersebut benar-benar mempunyai nilai investasi yang tinggi.
Biaya Pengujian = 1% x Nilai taksiran minimal Rp. 500.
Kebimbangan anda tidak akan berlarut-larut dan kepentingan anda akan terlindungi
Tarif Ijarah
No
Jenis Marhun
Perhitungan Tarif
1
2
3
Emas
Elektronik,alat rumah tangga
lainnya
Kendaraan bermotor(mobil dan motor)
Taksiran/Rp.10.000X90Xjangka waktu/10
Taksiran/Rp.10.000X95Xjangka waktu/10
Taksiran/Rp.10.000X100Xjangka waktu/10
Keterngan:
Tarif ijarah dihitung dari nilai taksiran barang jaminan
Jangka waktu jaminan ditetapkan 120 hari
Tarif jasa simpanan dengan kelipatan 10 hari
Satu hari dihitung 10 hari
Simulasi Perhitungan Ijaroh :- Nasabah memiliki barang jaminan berupa emas dengan nilai taksiran Rp. 10.000.000- Marhun Bih maksimum yang dapat diperoleh nabah tersebut adalah Rp. 9.000.000 (90% x taksiran)- Maka, besarnya Ijaroh yang menjadi kewajiban nasabah per 10 hari adalah :
- Jika nasabah menggunakan Marhun Bih selama 25 hari, berhubung Ijaroh ditetapkan dengan kelipatan per 10 hari, maka besar Ijaroh adalah Rp. 255.000 (Rp. 85.000 x 3)- Ijaroh dibayarkan pada saat nasabah melunas atau memperpanjang Marhun Bih
Barang-barang yang dapat diterima sebagai jaminan oleh pegadaian yaitu perhiasan seperti berlian,kendaraan bermotor,dan barang elektronik,dan cara pelunasan penjamannya bias dengan membayar pokok pinjaman ditambah dengan jasa simpan atau juga dengan cara menjual marhun,apabila rahin tidak sanggup menunaikan kewajibannya,jenis-jenis pelunasan bisa berupa pelunasan tunai,angsuran,atau pun tebus sebagian.
JASA TITIPAN
Dalam dunia perbankan, layanan ini dikenal sebagai safe deposit box. Harta dan surat berharga perlu di jaga keamanannya agar tidak sampai hilang, rusak atau di salahgunakan orang lain.Tetapi ternyata tidak selamanya barang dan surat berharga itu aman di tangan sendiri. Jika anda mendapatkan kesulitan "mengamankan"nya di rumah sendiri, karena akan dinas ke luar kota/luar negeri, menunaikan ibadah haji, berlibur, sekolah di luar negeri , dll. Percayakan saja penyimpanannya kepada kami. Jangka waktu penitipan dua minggu sampai dengan satu tahun dan dapat di perpanjang. Kami akan menjaga dan melindunginya dengan penuh perhatian.
BIAYA RELATIF MURAH, CARANYA JUGA SANGAT MUDAH
Lama Penitipan
Kode
Jenis Barang
2 Minngu
1 Bln
3 bln
6 Bln
12 Bln
K-1
Dokumen dan Surat Berharga
1.500
2.000
5.800
11.100
20.000
K-2
Perhiasan dan barang kecil
2.000
2.500
7.200
18.900
25.000
G-1
Barang Gudang Ukuran Besar
2.500
3.000
8.700
16.700
30.600
G-2
Barang Gudang Ukuran Sedang
2.000
2.500
7.200
13.900
25.500
G-3
Barang Gudang Ukuran Kecil
1.000
1.500
4.300
8.300
15.000
I ilustrasi Penaksiran Barang Gadai
a. Prosedur Penaksiran Emas
Misal standar taksiran yang digunakan oleh pegadaian adalah 91.08% X harga pasaran emas.harga pasaran missal Rp.75.000 Maka:
Jumlah Karat
Perhitungan
Taksiran
24 karat
23 karat
22 karat
21 karat
20 karat
19 karat
18 karat
17 karat
16 karat
91.08% X Rp.75.000
23/24XRp.68.310
22/24XRp.68.310
21/24XRp.68.310
20/24XRp.68.310
19/24XRp.68.310
18/24XRp.68.310
17/24XRp.68.310
16/24XRp.68.310
Rp.68.310
Rp.65.464
Rp.62.618
Rp.59.771
Rp.56.925
Rp.54.079
Rp.51.233
Rp.48.386
Rp.45.540
Contohnya: Syafiq menggadaikan benda berharganya yaitu kalung,setelah ditaksir ternyata kalung emas tersebut memiliki kandungan 23 karat dan berat 6 gr,maka piutang yang dimilikinya sebesar 6grXRp.65.464=Rp.329.784
b.Prosedur penaksiran barang elektronik
cara menaksirnya dengan cara melihat harga pasar,mulai dari 100% bila yang digadaikan barangnya masi baru sampai 70%,dan kemudian dikalikan dengan 60% harga setempat.
Contoh: Yurni menggadaikan TV Lcd flatnya,setelah ditaksir ternyata kondisi barangnya 80% harga setempat Rp.4.500.000,- maka pegadaian menghargakan piutamgnya sebesar Rp.4.500.000X80%X60%=Rp.2.160.000
3. Prosedur Penaksiran Mesin
Tidak seperti barang elektronik, mesin ditaksir agak tinggi sebesar 85% dari harga pasaran setempat
Contoh:MR.Obama ingin menggadaikan mesin ketik merek Olympic, setelah ditaksir ternyata kondisinya 90% sedangkan harga setempat Rp.32.000,- maka piutangnya yang didapat nurjanah adalh sebesar Rp. 320.000 X 85% =Rp.272.000
Pendanaan Pegadaian Syariah
Pendanaan pegadaian syariah berasal dari beberapa macam yaitu berasal dari modal sendiri,penerbitan obligasi syariah yang dikeluarkan oleh lembaga gadai itu sendiri demi tercapainya penambahan modal lembaga gadai,selain itu pendanaan pegadaian syariah dikeluarkan untuk kegiatan operasional gadai syariah baik dari gaji pegawai,perawatan gedung,peralatan dsb.selain itu apabila ada dana yang tidak digunakan di pegadaian syariah maka dapat digunakan untuk investasi dengan pihak ketiga seperti dengan developer untuk membangun rumah dan pegadaian mendapatkan profit dari situ. Selain itu, pembiayaan kegiatan dan pendanaan bagi nasabah, harus diperoleh dari sumber yang benar-benar terbebas dari unsur riba. Dalam hal ini, seluruh kegiatan Pegadaian Syariah termasuk dana yang kemudian disalurkan kepada nasabah murni berasal dari modal sendiri ditambah dana pihak ketiga dari sumber yang dapat dipertanggungjawabkan .Pegadaian telah melakukan kerja sama dengan Bank Muamalat sebagai fundernya, ke depan Pegadaian juga akan melakukan kerja sama dengan Lembaga Keuangan Syariah lin untuk memback up modal kerja.
Produk dan Jasa Pegadaian Syariah
Produk dan Jasa Pegadaian Syariah terdapat 4 jenis,yaitu pemberian pembiayaan berdasarkan hokum gadai,penaksiran nilai barang dan pegadaian mempeeroleh keuntungan dari upah untuk menaksirkan nilai barang,penitipan barang pegadaian memperoleh margin dari ongkos sewa barang tersebut, Gold Counter atau penjualan emas kepada pihak nasabah.
Kendala dan Setrategi Pengembanngan Pegadaian Syariah
Kendala pegadaian syariah berupa:
1.Kurangnya tenaga professional di bidang pegadaian syariah
2. Sulit mmberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai masalah bunga
3. Masyarakat menilai pegadaian syariah hanya untuk digunakan untuk masyarakat islam
4. Masyarakat banyak yang belum mengetahui keberadaan pegadaian syariah
Sedangkan setateginya dapat berupa:
1.Mengoptimalkan produk-produk yang sudah ada
2.megeluarkan produk-produk yang baru yang lebih bagus dan mudah
3. Memperluas jangkaun kantor-kantor cabang dan memperkenalkannya pada masyarakat apalagi pegadaian syariah sudah mendapatkan dukunganya dari masyarakat islam mayoritas dan mendapat dukunagan dari lembaga keuangan syariah dunia
4. Berprasangka baik kepada semua nasabahnya.
Kritik dan Saran
Adapun kritik yang ingin saya sampaikan di makalah ini adalah:
Kegiatan pegadaian syariah merupakan lembaga yang benar-benar berpeluang bagus,karena sebagian masyarakat indonesia merupakan masyarakat yang muslim.pada saat ini banyak sekali orang-orang menyebutkan pegadaian syariah sama dengan pegadaian konvensional,namun pada kenyataannya tidak misalnya pada gadai syariah barang yang mendapat hak gadai bisa barang yang bergerak bisa juga yang tidak bergerak,sedangkan dalam konvensional hanya pada benda yang bergerak,selain itu pula pada gadai syariah dana yang di peroleh untuk modal dan perputaran usaha pure bebes dari riba, maysir dan gharar, sedangkan pada gadai konvensional dana yang didipat bisa didapat dari mana saja alias tidak pure dari riba,selain itu pula kegiatan pegadaian syariah harus dikeritisi mengenai memberikan kepercayaanya kepada nasabah dan selain itu pula peranan lembaga pengawas syariah amat dibutuhkan dan cara kinerja mereka perlu ditingkatkan agar LKS yang brada di bawah kekuasaanya dapat berjalan dengan lebih baik,mengenai perhitungan jasa pinjaman atau sewa dihitung dengan menaksirkan barangnya dan pada pegadaian syariah dihitung satu hari dihitung lima hari dan ini amat memberatkan nasabah,bukankah kalau dihitung dibawah lima hari saja pegadaian suadah dapat untung,selain itu pula pegadaian syariah masi mempunyai problem kekurangan tanaga kerja yang profesional.
DAFTAR PUSTAKA
Syafei,Rachmat, Fiqih Muamalah, Bandung,Pustaka Setia,2006.
Ghufron,Sofiyan,M Aziz Hakim, & Mukhtar Alshodiq, Edukasi Profesional Syariah,Mengatasi Masalah dengan Pegadaian Syariah, Anggota IKAPI,2005.
Sholahuddin,Muhammad,Lembaga dan Keuangan Syariah Kontemporer,2008
[1] Lihat Kifayatul Akhyar,hlm. 263
[2] Al-Kasani,Op.Cit., juz VI.hlm.152
[3] Ibn Rusyd, Op.Cit.,juz II.hlm.272
[4] Muhammad Asy-Syarbini,juz II.hlm.139
Subscribe to:
Comments (Atom)